Apakah nabi Muhammad ﷺ hidup di alam kubur dan mendengar salam serta panggilan orang yang menziarahinya ?

oleh -7106 Dilihat
oleh

PENGANTAR REDAKSI

Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia “Lajnah Da’imah”, memberikan jawaban dalam fatwanya no. 43831 , ketika di tanya tentang beberapa hal berkaitan dengan kehidupan Nabi Muhammad ﷺ di alam barzakh, sebagaimana tertuang dalam hadits Abu Hurairah z yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dâwud رحمه الله . Arti hadits tersebut ialah: Tidak ada seorangpun yang memberi salam kepadaku, kecuali Allâh عزوجل mengembalikan rohku kepadaku, sehingga aku membalas salamnya.

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan dan jawaban Lajnah Da’imah yang kala itu diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Bâz رحمه الله , Wakil Ketua: Syaikh Abdur Razaq Afifi رحمه الله dan anggota: Syaikh Abdullah bin Ghudayyan. Diangkat dengan terjemah bebas.

APAKAH NABI MUHAMMAD ﷺ HIDUP DI KUBUR SEBAGAIMANA DI DUNIA

Soal : Berkaitan dengan hidup Nabi Muhammad ﷺ , apakah di dalam kuburnya yang mulia, Nabi Muhammad ﷺ hidup sebagaimana hidup secara fisik di dunia, yaitu dengan dikembalikannya roh Beliau kedalam jasad serta fi sik Beliaun ? Ataukah Beliau ﷺ hidup secara ukhrawiyah barzakhiyah di ‘Illiyyun yang paling atas tanpa ada pembebanan (taklif) kepada Beliau ﷺ ? Sebagaimana sabda Beliau ﷺ saat kematian menjemputnya (artinya), “Ya Allâh, dengan ar-Rafi q al-A’la”. Sementarajasadnya sekarang tetap terhampar di dalam kubur tanpa roh ? Sedangkan roh Beliau ﷺ berada di ‘Illiyyun paling atas ? Sementara bersatunya roh dengan jasad Beliau yang harum terjadi pada hari Kiamat ? Sebagaimana firman Allâh عزوجل :

وَاِذَا النُّفُوْسُ زُوِّجَتْۖ

Dan apabila roh-roh dipertemukan dengan tubuh. (QS. at-Takwîr/81:7)

Jawab : Sesungguhnya Nabi kita ﷺ hidup di kuburnya dalam arti kehidupan alam kubur (barzakhiyah). Di alam kuburnya Beliau ﷺ memperoleh berbagai kenikmatan hidup yang dianugerahkan oleh Allâh عزوجل sebagai balasan atas kerja-kerja besar dan baik, yang dilakukan Beliau ﷺ pada saat hidupnya di dunia. Shalawat serta Salam paling afdhal dari Allâh hendaknya senantiasa tercurah kepada Beliau.

Tetapi bukan berarti rohnya dikembalikan ke jasad supaya Beliau ﷺ hidup kembali sebagaimana hidup di dunia. Bukan pula rohnya dikumpulkan dengan jasadnya hingga Beliau ﷺ hidup sebagaimana hidup di hari akhirat. Namun kehidupan ini merupakan kehidupan alam barzakh, pertengahan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

Dengan demikian diketahui bahwa Beliau telah wafat (mati) sebagaimana nabi-nabi dan orang-orang lain terdahulu telah mati. Allâh سبحانه وتعالى berfirman :

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَۗ اَفَا۟ىِٕنْ مِّتَّ فَهُمُ الْخٰلِدُوْنَ

Dan Kami tidak menjadikan seorang manusiapun hidup kekal sebelummu. Maka jika engkau mati, apakah mereka akan kekal ? (QS. al-Anbiya’/21:34)

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍۖ وَّيَبْقٰى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَامِۚ

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetapi wajah Rabb-mu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (QS. ar-Rahman/55: 26-27)

اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ ۖ

Sesungguhnya engkau (Muhammad) pasti akan mati, dan mereka pasti akan mati pula. (QS. Az-Zumar/39:30)

Dan ayat-ayat lain yang membuktikan bahwa Allâh عزوجل mewafatkan Beliau ﷺ . Di samping itu juga (terdapat bukti-bukti lain, di antaranya) :

~ Bahwa para Sahabat g telah memandikan jenazah Beliau ﷺ , mengafaninya, menyalatkannya dan menguburkannya. Jika Nabi Muhammad ﷺ masih hidup sebagaimana kehidupan Beliau ﷺ di dunia, tentu mereka tidak akan melakukan itu semua, hal yang mereka lakukan kepada semua orang mati lainnya.

~ Fatimah x juga telah meminta warisan dari peninggalan ayahnya. Sebab Fatimah meyakini bahwa Nabi ﷺ telah wafat. Dan keyakinan ini tidak diingkari oleh seorangpun di antara para Sahabat. Tetapi Abu Bakar z menjelaskan bahwa para nabi tidak mewariskan harta.2

~ Para Sahabat g juga telah bersepakat untuk memilih seorang khalifah bagi kaum Muslimin sepeninggal Beliau ﷺ sebagai peneruskepemimpinannya. Dan itu terjadi dengan diangkatnya Abu Bakar z sebagai khalifah. Apabila Nabi ﷺ masih hidup sebagaimana hidup di dunia, tentu mereka tidak akan mengadakan pengangkatan khalifah. Dengan demikian hal ini merupakan ij ma’ dari para Sahabat g bahwa Nabi ﷺ telah wafat.

~ Demikian pula ketika fitnah (perselisihan umat) dan persoalan-persoalan berat melanda umat pada zaman pemerintahan Utsman dan Ali رضي الله عنه , juga persoalan-persoalan sebelum dan sesudahnya. Ketika itu terjadi, para Sahabat tidak pergi ke kuburan Nabi ﷺ untuk meminta nasehat atau meminta tolong supaya mendapat jalan keluar serta penyelesaian dari perselisihan-perselisihan dan persoalan-persoalan ini. Seandainya Nabi ﷺ masih hidup sebagaimana hidup di dunia, tentu mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, sedangkan mereka sangat membutuhkan kehadiran orang yang dapat menyelamatkan mereka dari bencana-bencana yang menyelimuti mereka itu.

Adapun roh Beliau n, maka roh itu berada di ‘Illiyun tertinggi karena Beliau ﷺ adalah manusia terbaik. Allâh عزوجل telah memberikan kedudukan tinggi kepada Beliau ﷺ di surga.

APAKAH NABI ﷺ MENDENGAR SETIAP PANGGILAN ATAU DOA

Soal : Apakah Nabi Muhammad ﷺ di kuburannya yang mulia dapat mendengar setiap doa atau panggilan orang hidup, atau mendengar shalawat khusus yang ditujukan kepada Beliau ? Sebagaimana dalam hadits (artinya): “Barangsiapa yang bershalawat atasku di kuburanku, maka aku mendengarnya…” dst. sampai akhir hadits? Apakah hadits ini shahih, dha’if atau palsu atas nama Rasûlullâh ﷺ ?

Jawab: Pada asalnya, semua orang mati tidak akan mendengar panggilan orang hidup dari keturunan anak Adam, tidak pula mendengar doanya. Sebagaimana firman Allâh عزوجل :

وَمَآ اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَّنْ فِى الْقُبُوْرِ

Dan engkau (Muhammad) tidak mungkin bisa menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. (QS. Fathir/35:22)

Tidak ada keterangan yang shahih, baik di dalam al-Qur’an maupun Sunnah Shahihah, yang dapat membuktikan bahwa Nabi Muhammad ﷺ di dalam kuburnya mendengar setiap doa atau panggilan orang hidup, sehingga hal itu dianggap menjadi kekhususan bagi Nabi ﷺ .

Yang pasti riwayatnya dari Nabi ﷺ adalah bahwa shalawat serta salam dari orang yang membacanya akan sampai kepada Beliau ﷺ . Itu saja. Baik yang membaca shalawat berada di dekat kuburan Nabi Muhammad atau jauh darinya. Sama saja, tetap akan sampai kepada Beliau ﷺ . Berdasarkan riwayat yang jelas dari Ali bin Husain bin Ali رضي الله عنهم (cucu Ali bin Abi Thalib z –pen), beliau melihat seseorang datang ke suatu lobang di dinding kuburan Nabi ﷺ , lalu orang ini masuk ke dalamnya dan berdoa. Maka Ali bin Husain bin Ali g melarangnya seraya berkata: “Maukah aku ceritakan kepadamu sebuah hadits yang aku dengar dari ayahku, dari kakekku, dari Rasûlullâh ﷺ . Beliau bersabda :

 لَاتَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا، وَلَابُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا، وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ تَسْلِيْمَكُمْ يَبْلُغُنِيْ أَيْنَ كُمْتُمْ. رواه أحمد وغيره

Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai perayaan, dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, bacalah shalawat atasku, sesungguhnya salam kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada.3

Adapun hadits :

 مَنْ صَلَّى عَلَيَّ عِنْدَ قَبْرِي سَمِعْتُهُ وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ بَعِيْدًا بُلِّغْتُهُ.

Barangsiapa yang bershalawat atasku di dekat kuburanku, maka aku mendengarnya, dan barangsiapa yang bershalawat kepadaku dari jauh, maka akan disampaikan kepadaku.

Maka hadits ini adalah hadits dha’if menurut para Ulama Hadits. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله mengatakan, “Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu) atas nama al-A’masi menurut ij ma’ para Ulama.4

Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dâwud dengan isnad yang hasan, dari Abu Hurairah z bahwa Nabi ﷺ bersabda :

مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ

Tidak ada seorangpun yang memberikan salam kepadaku kecuali Allâh akan mengembalikan rohku kepadaku, sehingga aku akan membalas salamnya.5

Maka hadits ini tidak secara terang (tidak sharih) menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ mendengar (langsung) salam seorang Muslim. Bahkan ada kemungkinan maknanya adalah Nabi Muhammad ﷺ akan menjawab salam seorang Muslim jika malaikat menyampaikan kepada Beliau ﷺ salam seorang Muslim kepadanya.

Jikapun kita andaikan bahwa Nabi Muhammad ﷺ benar-benar mendengar salam seorang Muslim, namun hal itu tidaklah serta merta menjadi kepastian bahwa Beliau ﷺ dapat mendengar setiap doa dan panggilan orang hidup yang ditujukan kepada Beliau ﷺ .

SYIRIKKAH BERDOA KEPADA NABI MUHAMMAD ﷺ

Memanggil Nabi ﷺ atau berdoa kepadanya supaya Beliau ﷺ memenuhi kebutuhan pemohon, atau ber-isti’anah (meminta tolong) kepada Beliau ﷺ supaya Beliau mengatasi musibah atau bencana, baik dilakukan di dekat kuburan Beliau yang mulia, atau dari jauh; apakah hukumnya syirik yang buruk atau tidak?

Jawab: Memohon, memanggil dan meminta tolong kepada Beliau sesudah Beliau wafat, agar Beliau memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemanggilnya dan agar Beliau ﷺ menghilangkan marabahaya, maka hukumnya adalah syirik akbar, menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, baik dilakukan di dekat kuburannya, atau jauh dari kuburannya. Misalnya bila seseorang berkata, “Wahai Rasûlullâh ﷺ , berilah aku syafaat !” Atau berkata, “Kembalikanlah barangku yang hilang, atau perkataan-perkataan lainnya. Berdasarkan keumuman firman Allâh l :

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًاۖ

Sesungguhnya tempat-tempat sujud adalah kepunyaan Allâh, maka janganlah kamu memohon (berdoa) kepada siapapun di samping kepada Allâh. (QS. al-Jin/72:18)

وَمَنْ يَّدْعُ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهٗ بِهٖۙ فَاِنَّمَا حِسَابُهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الْكٰفِرُوْنَ

Dan barangsiapa memohon (beribadah) kepada tuhan yang lain selain kepada Allâh, padahal tidak ada suatu buktipun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Rabbnya. Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung. (QS. al-Mu’minûn/23:117)

يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِۚ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَّجْرِيْ لِاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ ذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُۗ وَالَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖ مَا يَمْلِكُوْنَ مِنْ قِطْمِيْرٍۗ اِنْ تَدْعُوْهُمْ لَا يَسْمَعُوْا دُعَاۤءَكُمْۚ وَلَوْ سَمِعُوْا مَا اسْتَجَابُوْا لَكُمْۗ وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يَكْفُرُوْنَ بِشِرْكِكُمْۗ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيْرٍ ࣖ

Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allâh, Rabbmu,, milik-Nyalah segala kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (berdoa/beribadah) selain Allâh tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu memohon kepada meraka, mereka tidak mendengar suaramu, dan sekiranya mereka mendengar, mereka juga tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu. Dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Allâh Yang Maha teliti. (QS. Fâthir/35:13-14)

Demikianlah fatwa Lajnah Da’imah yang menerangkan tentang apakah di kuburannya, Nabi ﷺ mendengar salam, doa, permintaan serta suara orang yang hidup? Jawabnya, tidak ada nash yang jelas menerangkan hal itu. Seandainyapun Nabi ﷺ mendengar salam orang hidup yang ditujukan kepada Beliau, tetapi tidak berarti bahwa Beliau mendengar setiap perkataan, panggilan dan permohonan kepadanya. Bahkan memohon kepada Nabi ﷺ supaya Beliau memenuhi kebutuhan pemohon merupakan syirik akbar. Apalagi jika itu bukan Nabi ﷺ , betapapun tinggi kedudukannya, seperti wali. Hendaknya orang takut kepada Allâh, dan takut akan ancaman-ancaman-Nya. Tiada seorangpun yang dapat menolongnya jika Allâh murka dan menimpakan siksa kepadanya. Nas’alullaha al-’Afiyah.

 

Footnote:

1 Bisa dilihat pada Fatâwâ al-Lajnah ad-Dâ’imah, Tahqiq dan Tartib: Syaikh Ahmad bin Abdur Razaq ad-Duwaisi, Daar ‘Ashimah, III/227-231, cetakan ke-3 Tahun 1419H.

2 Sebagaimana tertuang dalam Shahih al-Bukhari no: 6725, 6726/ Fathul Bâri XII/5, Shahih Muslim/Syarh an-Nawawi, Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha XII/299, no. 4555 dan Abu Dâwud (Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni II/239, no. 2968, 2969, 2970, 2977 dll

3 Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Ya›la al-Mushili dalam Musnadnya, no. 469. Muhaqqiq Musnad Abi Ya’la: Husain Salim Asad mengatakan, riwayat di atas dha’if karena munqathi’. Ali bin Husain bin Ali telah meriwayatkan dari kakeknya secara mursal. Lihat Musnan Abi Ya’la, Tahqiq: Husain Salim Asad I/361-362 no. 469, Maktabah ar-Rusyd dan Daar al-Ma’mun lit Turats, cet. I 1430 H/2009 M. Tetapi terdapat hadits senada yang shahih, diriwayatkan oleh Abu Dâwud, dari Abu Hurairah z , ia berkata: Rasûlullâh ﷺ bersabda :

لَا تَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا، وَلَا تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا، وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ.

Janganlah engkau menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah engkau menjadikan kuburanku sebagai perayaan, dan shalawatlah atasku, sesungguhnya shalawatmu akan sampai kepadaku dimanapun engkau mengucapkannya. (Lihat Shahîh Sunan Abi Dâwud, Syaikh al-Albâni I/571, no. 2042 4 Dipersilahkan meruju’ pada Majmû’ Fatâwâ Ibni Taimiyah XXVII/241

5 Lihat Shahîh Sunan Abi Dâwud, op.cit. I/570 Kitab al-Manasik, Bab Ziyarati al-Qubur, no. 2041

 

Majalah As-Sunnah EDISI 03/THN XV/SYABAN 1432H/JULI 2011M

Tentang Penulis: Redaksi

Gambar Gravatar
Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.