Syarat Khulu’ (Minta Cerai)

oleh -874 Dilihat
oleh
minta cerai
Soal : Kapankah seorang wanita diperbolehkan khulu‘?

JAWAB: Khulu‘ ialah perceraian antara pasangan suami istri dengan keridhaan keduanya, dan dengan imbalan yang diserahkan istri kepada suaminya. Allah l menjelaskan permasalahan ini dalam firmanNya:

وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yangdiberikan oleh isteri utuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim. (Qs al-Baqarah/2:229).

Demikian juga Rasulullahﷺ  telah bersabda dalam hadits Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه , beliau berkata:

جَاءَتْ اِمْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ ص فَقَالَتْ يَارَسُوْلَ اللهِ مَا أَنْقِمُ عَلَىَ ثَابِتٍ فِيْ دِيْنٍ وَلَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّيْ أَخَافُ الْكُفْرَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَتُرِدِّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَتَهُ فَقَالَتْ نَعَمْ، فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ ففَارَقَهَا.

Istri Tsabit bin Qais bin Syammâs datang kepada Nabiﷺ  lalu berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur,” maka Rasulullahﷺ  bersabda, “Maukah engkau mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia menjawab, “Ya,” lalu ia pun mengembalikan kepadanya, dan Rasulullah ﷺ memerintahkan Tsabit untuk menceraikannya. (HR al-Bukhâri).

Dari ayat dan hadits di atas, dapat diambil penjelasan bahwa khulu‘ diperbolehkan, apabila sang wanita sudah tidak dapat tinggal bersama suaminya karena sangat membencinya, takut tidak dapat menunaikan hak suami dan khawatir tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allahl dalam menaati-Nya. Demikian juga bila suami memiliki keyakinan dan perbuatan yang dapat mengeluarkannya dari Islam.

Syaikh Abu Mâlik menukil dari kitab al-Mufashal fî Ahkam al-Mar’ah yang berbunyi: “Demikianlah hukum pada masalah ini, seandainya sang suamimemiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat mengeluarkan istrinya dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban berpisah, maka dalam keadaan seperti ini, wajib bagi wanita tersebut meminta dari suaminya untuk khulu` walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak pantas menjadi istri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur.1

Wallahu a’lam.

Footnote:

  • Shahîh Fiqih Sunnah, 3/343.

Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M

Tentang Penulis: Redaksi

Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!