Soal: Mengapa Ka’bah dinamakan dengan Baitullah al-Haram?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله menjawab:
Ka’bah disebut Baitullâh (Rumah Allâh) karena ia adalah tempat untuk mengagungkan Allâh; di mana manusia sengaja datang ke sana dari segala penjuru, untuk menunaikan kewajiban yang telah Allâh تعالى wajibkan atas mereka, yaitu berhaji ke Baitullah. Juga karena ia menjadi kiblat yang mana manusia di manapun berada menghadap ke sana dalam shalat mereka. Ini sebagai suatu syarat di antara syarat-syarat sahnya shalat. Sebagaimana yang Allâh تعالى firmankan:
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۙ
Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, (QS. Al-Baqarah/2:150)
Allâh تعالى menyandarkan kalimat Ka’bah kepada Diri-Nya (sehingga dikatakan Baitullâh; rumah Allâh) adalah sebagai bentuk pemuliaan, pengagungan dan penghormatan.
Hal-hal yang disandarkan kepada Allâh تعالى ada dua kategori: pertama bahwa yang disandarkan itu adalah salah satu sifat-Nya; atau yang kedua, yang disandarkan itu adalah makhluk-Nya. Bila itu salah satu sifat-Nya, maka itu disandarkan kepada Allâh karena yang disandarkan itu ada pada-Nya, dan Allâh bersifat dengan sifat tersebut. Misalnya, pendengaran Allâh تعالى, penglihatan Allâh تعالى, ilmu Allâh, qudrah (kuasa) Allâh, kalam Allâh, dan sifat-sifat Allâh lainnya.
Apabila yang disandarkan itu adalah salah satu dari makhluk Allâh, maka ketika disandarkan kepada Allâh, itu adalah sebagai bentuk penghormatan, pemuliaan dan pengagungan. Allâh تعالى menyandarkan atau menggandengkan kalimat Ka’bah dengan diri-Nya dalam firman-Nya:
وَاِذْ بَوَّأْنَا لِاِبْرٰهِيْمَ مَكَانَ الْبَيْتِ اَنْ لَّا تُشْرِكْ بِيْ شَيْـًٔا وَّطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْقَاۤىِٕمِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. (QS. Al-Hajj/ 22: 26)
Di samping itu, Allâh تعالى juga menyandarkan kalimat atau kata “masjid” kepada-Nya dalam firman-Nya:
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰهِ اَنْ يُّذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗ وَسَعٰى فِيْ خَرَابِهَاۗ
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allâh dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? (QS. Al-Baqarah/ 2: 114)
Terkadang juga Allâh menyandarkan sesuatu dari makhluk-makhluk-Nya kepada Diri-Nya untuk menunjukkan keumuman kekuasaan-Nya. Ini seperti dalam firman-Nya:
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗ
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. (QS. Al-Jatsiyah/ 45: 13)
Inti dari jawaban tersebut adalah; bahwa Allâh سبحانه وتعالى menyandarkan Ka’bah kepada Diri-Nya sebagai bentuk pemuliaan, pengagungan dan penghormatan untuknya.
Namun jangan disalah tafsirkan, lalu ada yang menyangka bahwa ketika Allâh تعالى menyandarkan kata Ka’bah kepada Diri-Nya, ini artinya bahwa Allâh bertempat di sana. Hal ini jelas tidak mungkin dan mustahil. Karena Allâh Maha meliputi segala sesuatu, dan tidak ada sesuatupun dari makhluk-Nya yang meliputi-Nya. Bahkan seperti dalam ayat:
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ
Kursi Allâh meliputi langit dan bumi. (QS. Al-Baqarah/2: 255)
وَالْاَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَالسَّمٰوٰتُ مَطْوِيّٰتٌۢ بِيَمِيْنِهٖ ۗ
Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. (QS. Az-Zumar/ 39: 67)
Dan Allâh di atas langit-Nya, ber-istiwa’ di atas arsy-Nya. Tidak mungkin Dia تعالى menempati sesuatu dari makhluk-Nya sama sekali.
(Fatâwâ Nûr Ala ad-Darb Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 12/ 686)
Majalah As-Sunnah
EDISI 03/TAHUN. XXIII/DZULQA’DAH 1440H/JULI 2019M