Allah berfirman:
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَآىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
Dan umumkanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji! Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allâh pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allâh telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak, maka makanlah sebahagian darinya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullâh). (QS Al-Hajj /22: 27-29)
TAFSIR RINGKAS
Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di رحمه الله mengatakan, “Dan umumkanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji!”, maksudnya adalah beritahulah mereka (wahai Ibrahim) kewajiban dan keutamaan berhaji! Panggillah mereka untuk itu dan sampaikan (hal ini) kepadayang dekat maupun yang jauh. Sesungguhnya jika engkau menyeru mereka, “maka mereka akan datang kepadamu” untuk mengerjakan haji dan umrah, “dengan berjalan kaki” karena kerinduan mereka, “dan dengan mengendarai yang kurus” maksudnya adalah unta yang kurus. Dengan unta tersebut mereka bisa melaluihamparan padang pasir dan menyambung perjalanan mereka, sehingga unta tersebut bisa menuju tempat yang paling mulia.
“(Yang datang) dari segenap penjuru yang jauh” maksudnya adalah dari seluruh negeri yang jauh. Al-Khalil (kekasih Allâh yakni Ibrahim ‘alaihissalâm) telah melakukan hal tersebut, kemudian setelahnya adalah anak (keturunan) beliau, yaitu Muhammad ﷺ . Mereka berdua menyeru manusia agar berhaji ke rumah Allâh… Dan telah terjadi apa yang Allâh janjikan kepadanya. Manusia datang ke rumah Allâh (Baitullâh) dengan berjalan kaki dan dengan berkendara dari timur dan barat bumi.
Kemudian Allâh menyebutkan faidah-faidah yang didapatkan ketika berziarah ke Baitullâh Al-Harâm, untuk memotivasi manusia, Allâh mengatakan, “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka,” maksudnya adalah agar mereka dengan berziarah ke Baitullâh, mendapatkan manfaat-manfaat diniyyah berupa berbagai ibadah utama dan ibadah-ibadah yang tidak mungkin dilakukan kecuali di sana, begitu pula manfaat duniawiyah yang berupa penghasilan dan mendapatkan keuntungan duniawi. Semua ini disaksikan oleh semua orang yang mengetahuinya.
“Dan supaya mereka menyebut nama Allâh pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allâh telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak,” Ini merupakan manfaat diniyyah dan duniawiyah, yaitu agar mereka menyebut nama Allâh ketika menyembelih hadyu (sembelihan orang yang berhaji) sebagai bentuk syukur kepada Allâh atas apa yang Allâh rezekikan dan mudahkan untuk mereka. Apabila kalian telah menyembelihnya, “maka makanlah sebahagian darinya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir,” maksudnya adalah orang yang sangat miskin. “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka,” maksudnya agar mereka menyelesaikan manasik haji mereka dan menghilangkan kotoran-kotoran dan gangguan-gangguan yang mereka dapatkan ketika mereka ihram.
“Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka,”di mana mereka telah mewajibkan nadzar tersebut bagi diri mereka sendiri, berupa: haji, umrah, hadyu. “Dan hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu,” yaitu rumah Allâh yang sangat tua (baitullâh al-`atîq). Dia adalah masjid yang paling afdhal secara mutlak, yang dibebaskan dari segala penguasa yang ingin menghinakannya.
Alasan penyebutan perintah untuk ber-thawâf ini disebutkan secara khusus setelah perintah untuk menyempurnakan manasik secara umum, adalah untuk menyebutkan keutamaan dan kemuliaan amalan thawâf ini. Dan karena thawâf adalah inti dari yang dimaksudkan. Adapun kalimat-kalimat sebelumnya adalah perantara-perantara untuk menuju perintah untuk ber-thawâf ini. Dan mungkin -wallâhu a’lam- thawâf juga memiliki faidah yang lain, yaitu: thawâf disyariatkan di setiap waktu, baik dia sebagai pengikut dari manasik (haji dan umrah) atau dia adalah ibadah tersendiri.1
PENJABARAN AYAT
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ
Dan umumkanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji!
Imam Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, “Maksudnya adalah: Umumkanlah (wahai Ibrahim) kepada manusia untuk menyeru mereka agar berhaji menuju Baitullâh yang Kami perintahkan kepadamu untuk membangunnya. Dan disebutkan (dalam suatu riwayat) bahwasanya Beliau berkata, ‘Ya Rabb-ku! Bagaimana caraku menyampaikannya kepada manusia sedangkan suaraku tidak sampai kepada mereka?’ Maka dikatakanlah kepadanya, ‘Umumkanlah! Dan kami akan menyampaikannya.’ Kemudian beliau berdiridi tempat berdirinya. Disebutkan (dalam suatu riwayat) bahwa beliau berdiri di atas batu, disebutkan juga (dalam suatu riwayat) beliau berdiri di atas (bukit) Shafa, disebutkan juga (dalam suatu riwayat) beliau berdiri di (gunung) Abu Qubais. Kemudian beliau berkata, ‘Wahai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian telah membuat suatu rumah, maka berhajilah!’
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwasanya gunung-gunung merendah sehingga suaranya sampai ke seluruh penduduk bumi dan didengar oleh semua yang ada di dalam rahim dan tulang sulbi (tulang rusuk), dan semuanya menjawab panggilannya, baik bebatuan, tanah-tanah lengket, pepohonan dan siapa saja yang Allâh telah catat dia akan berhaji sampai hari kiamat dan mereka berkata, ‘Labbaikallâhumma labbaik.’.” Kemudian Ibnu Katsir mengatakan, “Inilah yang terkandung dari apa yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair dan banyak lagi dari kalangan salaf (ulama terdahulu). Allâhu a’lam (Allâh-lah yang lebih mengetahuinya). Ibnu Jarir (Ath-Thabari) dan Ibnu Abi Hatim telah menyebutkan perkataan-perkataan tersebut dengan panjang (di buku tafsir mereka).”2
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ
Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus
Imam Al-Qurthubi رحمه الله mengatakan, “Allâh berjanji kepada Nabi Ibrahim عليه السلام bahwa manusia akan memenuhi panggilannya untuk berhaji ke Baitullâh dengan berjalan kaki atau pun dengan berkendara. Disebutkan pada ayat ini: “mereka akan mendatangimu,” maksudnya mereka akan mendatangi Ka’bah karena yang memanggil adalah Nabi Ibrahim عليه السلام . Barangsiapa mendatangi Ka’bah, maka seolah-olah dia mendatangi Nabi Ibrahim karena dia telah memenuhi seruannya.”3
Imam Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, “Terkadang ayat ini digunakan sebagai dalil oleh sebagian Ulama yang menyatakan bahwa berhaji dengan berjalan kaki bagi yang mampu lebih utama daripada berhaji dengan berkendara, karena Allâh سبحانه وتعالى mendahulukan berjalan kaki dalam penyebutan. Ini menunjukkan adanya perhatian (yang lebih) terhadap mereka (yang berjalan kaki) dan menunjukkan kuatnya semangat dan tekad mereka. Sedangkan menurut kebanyakan ulama, haji dengan berkendara lebih utama, karena (orang yang berkendara telah) meneladani Rasûlullâh ﷺ . Beliau dulu berhaji dengan berkendara padahal beliau memiliki kekuatan yang sempurna.”4
Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini bahwa orang yang harus ke Mekah dengan menyeberangi lautan, tidak ada kewajiban baginya untuk berhaji, karena di dalam ayat ini hanya disebutkan dua macam manusia saja, yaitu: yang berkendara dengan unta dan yang berjalan kaki.
Allâhu a’lam pendapat ini lemah, karena penyebutan berkendara dengan unta pada ayat ini bukanlah pembatasan macam-macam kendaraan. Dari zaman dahulu kita mendapatkan orang yang berkendaraan bukan hanya dengan unta. Apalagi untuk saat ini, kita mendapatkan banyak sekali kendaraan yang bisa kita gunakan untuk berhaji, seperti: kereta, mobil, pesawat dll.
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
Yang datang dari segenap penjuru yang jauh.
Ayat ini berkaitan dengan Allâh سبحانه وتعالى ketika mengabarkan tentang Nabi Ibrahim عليه السلام dalam doa beliau, yang artinya, “Ya Rabb kami! sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullâh) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrâhîm /14:37)
Dan kita semua bisa menyaksikan hal ini. Seluruh orang yang beriman, ketika dia telah mengetahui ada syariat dan kewajiban berhaji, maka pasti dia akan rindu untuk bisa berhaji atau berumrah. Oleh karena itu, Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Tidak ada satupun orang Islam kecuali dia pasti sangat rindu untuk melihat Ka’bah dan thawâf di sana. Oleh karena itu, manusia bermaksud untuk mengunjunginya dari segala arah dan penjuru.”5
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.
Para Ulama tafsir berbeda pendapat, apakah manfaat yang dimaksud adalah manfaat yang berhubungan dengan akhirat saja, atau dunia saja, ataukah manfaat dunia dan akhirat? Pendapat yang kuat adalah bahwa manfaat yang dimaksudkan dalam ayat ini bersifat umum, yaitu manfaat dunia dan akhirat.
Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه mengatakan, “Yaitu manfaat-manfaat dunia dan akhirat. Adapun yang dimaksud dengan manfaat akhirat adalah mendapatkan ridha Allâh, sedangkan manfaat dunia adalah apa-apa yang mereka dapatkan berupa manfaat hewan sembelihan, keuntungan dan (hasil dari) perdagangan. Seperti inilah yang dikatakan oleh Mujahid رحمه الله dan banyak Ulama lainnya. Jadi yang dimaksud manfaat-manfaat dalam ayat ini adalah manfaat-manfaat dunia dan akhirat. Sebagaimana fi rman Allâh سبحانه وتعالى , yang artinya, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabbmu.” (QS. Al-Baqarah 2/: 198)6
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ
Dan supaya mereka menyebut nama Allâh pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allâh telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak
Apa maksud dari hari-hari yang telah ditentukan (ayyâm ma’lûmât)?
Syu’bah dan Husyaim berkata, “Dari Abu Bisyr dari Sa’id dari Ibnu ‘Abbas c : ‘Hari-hari al-ma’lûmat (yang telah ditentukan) adalah sepuluh hari (pertama di bulan Dzul-Hij jah).”
Dan diriwayatkan juga yang semisalnya dari Abu Musa al-Asy’ari, Mujâhid, ‘Atha’, Said bin Jubair, al-Hasan, Qatâdah, ‘Atha’ Al-Khurasani, Ibrahim An-Nakha’i. Ini adalah madzhab asy-Syafi ’i dan madzhab yang masyhur dari Ahmad bin Hanbal. Disebutkan juga pendapat yang lain tentang hal ini, tetapi penulis cukupkan dengan pendapat di atas.7
Arti dari “supaya mereka menyebut nama Allâh”
Adapun arti dari “supaya mereka menyebut nama Allâh” maksudnya adalah ketika menyembelih hewan ternak. Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, “Maksudnya adalah menyebut nama Allâh ketika menyembelihnya.
Hewan ternak yang dimaksud adalah unta, sapi dan kambing.”8
Disebutkan juga pendapat-pendapat yang lain.
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَآىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ
Maka makanlah sebahagian darinya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir!
APAKAH MEMAKAN DAGING QURBAN HUKUMNYA WAJIB?
Sebagian Ulama berdalil dengan ayat ini untuk mengatakan bahwa memakan dagingqurban hukumnya wajib. Namun pendapat ini asing dan lemah. Pendapat yang dipegang oleh kebanyakan Ulama adalah hukum memakannya dimasukkan ke dalam bab rukhsah (keringanan) atau ke dalam bab istihbâb (sunnah), sehingga memakannya bukanlah suatu kewajiban.
Meskipun bukan suatu kewajiban, sudah sepantasnya kita turut memakan daging qurban kita, sebagaimana terdapat pada kabar yang valid bahwa Rasûlullâh ﷺ ketika menyembelih hewan hadyu-nya, Beliau ﷺ menyuruh untuk diambilkan sepotong daging dari setiap hewan kemudian dimasak dan Beliau ﷺ makan dagingnya dan menghirup kuahnya.9
BERAPA PERSENKAH PEMBAGIAN YANG DISUNNAHKAN KETIKA MEMBAGI DAGING QURBAN?
Sebagian Ulama mengatakan bahwa pembagian yang disunnahkan adalah setengah untuk yang berqurban dan setengah lagi untuk disedekahkan kepada orang miskin. Sebagian mereka berdalil dengan ayat di atas.
Menurut pendapat yang lain, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: sepertiga untuk yang berqurban, sepertiga untuk dihadiahkan, dan sepertiga untuk disedekahkan. Karena terdapat fi rman Allâh سبحانه وتعالى dalam ayat lain, yang artinya, “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allâh, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allâh ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta[1]minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah[1]mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj / 22: 36)
Begitu pula Rasûlullâh ﷺ bersabda:
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
Makanlah oleh kalian! Berikanlah makan orang lain dan simpanlah!10
SIAPAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN AL-BÂ’IS AL-FAQÎR DALAM AYAT INI?
Para Ulama berselisih dalam mengartikannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
‘Ikrimah رحمه الله berkata, “al-bâ’is adalah orang yang sangat kekurangan lagi sengsara, dan arti al-faqîr adalah al-muta’affif (orang miskin yang tidak meminta-minta).”
Mujâhid رحمه الله mengatakan, “Dia adalah orang yang tidak menengadahkan tangannya (tidak meminta-minta).”
Qatâdah رحمه الله mengatakan, “Dia adalah az-zamin (orang sakit menahun yang tidak diharapkan kesembuhannya).”
Muqâtil bin Hayyân, “Dia adalah orang yang buta.”
Dan disebutkan juga pendapat lain, namun yang kuat adalah pendapat yang disebutkan ‘Ikrimah رحمه الله . 11
Firman Allah سبحانه وتعالى :
ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka
‘Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs, beliau mengatakan, “yang dimaksud dengan tafats ( َتَفث (pada ayat ini adalah al-manâsik (rangkaian ibadah haji atau umrah).”12
Diriwayatkan dari ‘Athâ’ bin as-Sâ’ib dia berkata, “at-Tafats adalah mencukur rambut, memotong kuku, menipiskan kumis, mencukur bulu kemaluan dan seluruh urusan haji.13
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ
Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka
Ayat ini menunjukkan wajibnya menyelesaikan nadzar, baik dia berupa dam14, hadyu15 atau selainnya. Dan ayat ini juga menunjukkan bahwa orang yang bernadzar tidak boleh makan darinya untuk memenuhi nadzarnya. Begitu pula dengan kaff arat dari berburu (ketika ihram) atau membayar fi dyah karena ada penyakit.
Perintah menunaikan nadzar ini adalah perintah untuk menunaikan semua jenis nadzar, kecuali jika nadzar tersebut mengandung kemaksiatan, maka tidak boleh dipenuhi.
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللَّهَ فَلْيُطِيْعُهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ
Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allâh maka taatilah Dia (harus dipenuhi nadzarnya); dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepada Allâh maka janganlah dia bermaksiat kepada-Nya.”16
Di antara perkataan Salaf (ulama terdahulu) dalam mengartikan nadzar pada ayat di atas adalah sebagai berikut:
- Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه , “Maksudnya adalah menyembelih hewan yang dinadzarkan.”
- Diriwayatkan dari Ibnu Abi Najîh dari Mujahid رحمه الله , beliau mengatakan, “Nadzar untuk berhaji dan menyembeli hadyu dan apa-apa yang dinadzarkan oleh seseorang ketika dia sedang berhaji.”
- Diriwayatkan dari Laits bin Abi Sulaim dari Mujahid رحمه الله , beliau mengatakan, “Segala nadzar yang sudah sampai batas waktunya.”
- Diriwayatkan dari Ibrahim bin Maisarah dari Mujahid رحمه الله , beliau mengatakan, “Sembelihan-sembelihan.”17
Firman Allâh سبحانه وتعالى :
وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
Dan hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullâh).
Thawâf ketika berhaji ada tiga jenis, yaitu:
- Thawâf al-qudûm (thawâf ketika pertama kali datang ke Baitullâh)
- Thawâf al-ifâdhah (ini termasuk rukun haji) dan
- Thawâf al-wadâ’ (thawâf perpisahan dengan Baitullâh).
Thawâf yang bagaimana pun keadaannya harus dikerjakan oleh orang yang berhaji adalah thawâf al-ifâdhah atau yang disebut juga dengan thawâf az-ziyârah.
Mujahid رحمه الله mengatakan, “(Maksudnya ayat di atas adalah) thawâf wajib yang di hari nahr/penyembelihan (tanggal 10 Dzul-Hijjah).”
Diriwayatkan dari Abu Hamzah bahwasanya dia berkata, “Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه berkata kepadaku, ‘Apakah kamu membaca surat Al-Hajj? Allâh berkata: ‘Hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullâh).’ Sesungguhnya akhir dari manâsik (prosesi haji) adalah berthawâf di sekeliling Baitullâh.”
MENGAPA DINAMAKAN AL-BAIT AL-‘ATÎQ?
Ada beberapa pendapat tentang ini. Beberapa pendapat yang menyebutkan alasan mengapa Baitullâh dinamakan dengan al-bait al- ‘atîq adalah sebagai berikut:
- Al-Qadîm artinya yang lama, artinya Baitullâh adalah masjid yang paling lama dan paling pertama dibangun di muka bumi ini. Inilah pendapat yang banyak didukung oleh dalil. Allâh سبحانه وتعالى berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullâh yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali ‘Imrân /3: 96)
Dari Abu Dzar z , beliau berkata, “Saya bertanya kepada Rasûlullâh ﷺ tentang masjid yang pertama kali dibangun di bumi
قَالَ : الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ
Beliau ﷺ menjawab, ‘Al-Masjid Al-Harâm.’18
- Dibebaskan dari penguasa zalim yang ingin menghinakannya
Artinya Baitullâh al-atîq adalah rumah Allâh yang tidak pernah dikuasai oleh orang-orang yang ingin menghinakannya dan Allâh selalu melindunginya dari mereka.
Di antara mereka ada yang berdalil dengan hadits Rasûlullâh ﷺ :
إِنَّمَا سُمِّيَ البَيْتَ العَتِيْقَ لِأَنَّهُ لَمْ يَظْهَرْ عَلَيْهِ جَبَّارٌ
Sesungguhnya dia dinamakan al-Bait al-‘Atîq karena penguasa-penguasa zalim tidak bisa menguasainya19
Akan tetapi hadits ini lemah.
- Tidak ada yang pernah memiliki tanahnya.
- Karena Allâh membebaskan orang-orang yang berdosa dari adzab di sana.
- Karena dia dibebaskan dari tenggelam.
- Dan disebutkan banyak alasan lain.
Wallâhu a’lam, pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama.
KESIMPULAN
- Nabi Ibrahim عليه السلام diperintahkan oleh Allâh سبحانه وتعالى untuk memanggil manusia agar berhaji ke Baitullâh. Kemudian Allâh سبحانه وتعالى memperdengarkan suara seruan Nabi Ibrahim عليه السلام kepada seluruh manusia agar mereka memenuhi panggilannya.
- Orang-orang yang beriman akan mendatangi Ka’bah dari segala penjuru dunia, baik dengan berjalan kaki maupun berkendara dengan berbagai jenis kendaraan.
- Orang yang berhaji akan mendapat berbagai manfaat dunia maupun akhirat.
- Orang yang menyembelih hewan qurban harus menyebut nama Allâh ketika menyembelihnya.
- Disunnahkan untuk membagikan daging qurban kepada orang miskin dan tidak mengapa disimpan.
- Yang dimaksud dengan al-Bait al-‘Atîq adalah Rumah Allâh yang pertama kali dibangun di muka bumi ini. Demikian tulisan ini. Semoga Allâh memudahkan kita untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalâm tanpa harus mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh Allâh سبحانه وتعالى . Âmîn.4
DAFTAR PUSTAKA
- Aisarut-Tafâsîr li kalâm Al-‘Aliyyil-Kabîr wa bihaamisyihi Nahrul-Khair ‘Alâ Aisarit-Tafâsîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm Wal-Hikam.
- Al-Jâmi’ Li Ahkâmil-Qur’ân. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
- Jâmi’ul-bayân fî Ta’wîlil-Qur’ân. Muhammad bin Jarîr Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
- Ma’âlimut-Tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ûd Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
- Tafsîr Al-Qur’ân Al-’Azhîm. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsîr. 1420 H/1999 M. Riyâdh: Daar Ath-Thaibah.
- Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân Fi Tafsîr Kalâmil-Mannân. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
- Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.
Footnote:
1 Tafsir as-Sa’di, hlm. 536
2 Tafsir Ibnu Katsîr, 5/414.
3 Tafsir al-Qurthubi 12/38.
4 Tafsir Ibnu Katsîr, 5/414.
5 Idem.
6 Idem.
7 Idem.
8 Tafsir Ibnu Katsîr, 5/416.
9 Lihat HR. Muslim, no. 1218
10 HR. Al-Bukhâri, no. 5569
11 Lihat Ibnu Katsîr, 5/417.
12 Idem.
13 Lihat Tafsir ath-Thabari 18/614
14 Sembelihan karena meninggalkan kewajiban haji atau melakukan hal yang terlarang dalam ihram.
15 Sembelihan karena terkait manasik haji bagi yang mengerjakan Qirân dan Tamatt u’.
16 HR. Al-Bukhâri, no. 6696
17 Lihat Tafsir Ibnu Katsîr, 5/417
18 HR. Muslim no. 520.
19 HR At-Tirmidzi no. 3170. Hadits ini dinyatakan dha’if oleh Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’îfah, no. 3222.
MAJALAH AS-SUNNAH EDISI 05/THN XX/DZULQA’DAH 1437H/SEPTEMBER 2016M