Tanya : Ustadz, saya sudah menikah 10 tahun dan sudah punya 4 anak. Saya sudah berusaha menjadi istri yang baik dengan selalu menaati suami karena suami insya Allah shalih dan taat beribadah; namun, selalu saja kurang. Kesalahan sedikit saja beliau marah. Bagaimana solusinya?-
Hamba Allah.
Jawab : Sudah dimaklumi bersama bahwa dalam rumah tangga tidak akan terlepas dari permasalahan. Permasalahan itu selain sebagai penyebab kehancuran rumah tangga, namun bisa juga sebagai bumbu perekat hubungan suami istri, dan juga menjadi pembaharuan semangat berumah tangga setelah mengalami kejenuhan. Semua itu merupakan serba-serbi kehidupan rumah tangga.
Kami merasa senang atas kesabaran ibu dalam mempertahankan rumah tangga sampai sepuluh tahun dan memiliki empat orang anak. Kami berdoa, mudah-mudahan ibu sekeluarga diberikan taufik menjadi orang-orang yang shaleh dan bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى .
Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak ada kesempurnaan pada manusia, bagaimanapun keadaan dan martabatnya. Kekurangan sudah menjadi satu keniscayaan pada diri kita semua. Mencari kesempurnaan pada suami atau padaistri adalah perkara yang tidak mungkin didapatkan. Oleh karena itulah, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةُ إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Janganlah seorang Mukmin membenci seorang Mukminah. Apabila ia membenci sebagian akhlak darinya tentunya ia akan ridha dengan yang lainnya. (HR Muslim no 3721)
Kalau ibu melihat hadits di atas, ada petunjuk mulia dan efektif dalam menjaga keutuhan rumah tangga, yaitu saling memahami kekurangan dan kelebihan antara pasangan suami istri dalam kehidupan rumah tangga. Kekurangan pada salah satu pasangan suami istri jangan sampai mengakibatkan terlantarnya kewajiban dan hak.
Kami melihat usaha ibu untuk berbakti kepada suami adalah perkara terpuji dan harus dipertahankan. Namun, perlu adanya perbaikan hubungan dan berkomunikasi aktif dengan suami dengan menampakkan kesabaran dan kelembutan seorang wanita kepada suami. Berilah pengertian kepada suami sesuai dengan keadaan dan kondisi yang tentunya ibu lebih paham dalam hal ini. Sehingga dengan disampaikan hal itu pada keadaan yang kondusif, suami bisa mengerti kelemahannya; dan mau menyadari bahwa kekurangan ibu merupakan perkara yang tidak harus membuatnya marah. Tentu saja hal ini harus disertai doa yang tulus dan terus-menerus karena perubahan sikap suami pun harus dengan taufik dan izin Allah سبحانه وتعالى . Yang tidak kalah pentingnya dalam hal ini adalah upaya kuat menghindari perkara-perkara yang menyulut emosi suami, baik perbuatan maupun ungkapan. Memang hal ini terkadang sulit, apalagi bilamelihat tabiat dan keadaan wanita yang Rasulullah ﷺ sampaikan dalam sabdanya:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَإِذَا شَهِدَ أَمْرًا فَلْيَتَكَلَّمْ بِخَيْرٍ أَوْ لِيَيسْكُتْ وَاسْتَوْصُوا بالنِّسَاء فَإِنَّ المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِيْ الضِّلَعِ أَعْلَاهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, apabila melihat satu perkara maka hendaknya berkata baik atau diam dan nasehatilah wanita (dengan kelembutan), karena wanita diciptakan dari tulang iga. Bagian yang paling bengkok dalam tulang iga adalah yang paling ujung. Apabila kamu mencoba meluruskannya, maka kamu telah mematahkannya (menceraikannya) dan bila kamu biarkan maka ia akan terus bengkok. Nasehatilah wanita dengan baik dan lemah lembut! (HR Muslim).
Kemudian nasehat kami kepada para suami secara umum, hendaknya mereka bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى atas para istri yang telah dinikahi dengan perjanjian yang kuat dan kokoh. Ingatlah penjelasan Rasulullah ﷺ tentang asal penciptaan wanita dan cara meluruskan kesalahan mereka sebagaimana disebutkan di atas.
Seakan-akan Rasulullah ﷺ memerintahkan para suami untuk meluruskan dan menasehati wanita dengan lemah lembut. Tidak terlalu keras atau melampai batas dan tidak juga membiarkannya, sehingga ia terus bengkok. Melampaui batas terhadapnya dilarang dan membiarkannya pun terlarang dan yang terbaik adalah tengah-tengah.1
Sungguh indah ungkapan beliau ﷺ dalam hadits di atas!
Untuk mewujudkan kandungan hadits ini, dibutuhkan kesabaran dan usaha yang terus menerus dalam menasehati wanita dan itu harus dengan kelembutan, kearifan dan sikap bijak dari suami. Inilah yang dicontohkan Rasulullah ﷺ dalam kehidupan beliau bersama para istrinya. Berapa banyak beliau mendapatkansikap-sikap yang kurang mengena di hati beliau dari para istrinya akibat kecemburuan sebagian mereka kepada sebagian lainnya. Namun dengan sabar dan lemah lembut beliau ﷺ selesaikan dan luruskan sikap-sikap tidak benar tersebut. Kedewasaan, kelembutan dan kesabaran beliau n dalam membimbing para istrinya menjadikan rumah tangga beliau n menjadi sebaik-baiknya contoh teladan bagi para pasangan suami istri.
Beliau n selalu mengambil yang mudah untuk keluaraganya dan tidak marah hanya karena perkara yang menyangkut pribadinya semata. Beliau n akan marah besar kepada para istrinya apabila telah menyinggung permasalahan agama dan kesucian Allah l. Hal ini dipersaksikan oleh istri beliau tercinta ummul mukminin A’isyah x melalui ungkapannya:
مَا خُيِّرَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثِمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَما انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ ص لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللهِ عزَّوَجَلَّ.
Rasulullah ﷺ tidak diberi dua pilihan kecuali mengambil yang termudah selama bukan dosa. Apabila itu perkara dosa maka beliau adalah orang yang paling jauh darinya. Tidaklah Rasulullah n marah karena perkara pribadi beliau. Beliau akan marah bila telah dilanggar larangan Allah Azza wa jalla. (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari sini jelaslah bagi para suami hendaknya menahan diri dan sabar bila melihat kekeliruan atau sikap tidak pas istrinya, selama tidak bersinggungan dengan dosa dan kemaksiatan. Contoh teladan dari Rasulullah ﷺ akan membuat kita semua bisa mengarungi bahtera rumah tangga dengan sukses dan selamat sampai di kampung akherat kita syurga yang penuh kenikmatan.
Marilah membekali diri kita dengan kesabaran, kedewasaan dan kelembutan dalam menghadapi permasalahn dan percikan api keributan dirumah tangga kita. Wabillahi taufiq. (Ustadz Kholid Syamhudi)
Majalah As-Sunnah edisi 05/Tahun XIII/Sya’ban 1430H/Agustus 2009M