Keluar Rumah dalam masa ‘iddah dari talak untuk belajar di Pesantren

oleh -3022 Dilihat
oleh
keluar talak

Soal: Apa boleh dalam masa iddah, seorang wanita yang baru dicerai suami keluar rumah untuk tinggal di pesantren yang tempatnya jauh dari rumah? Karena di rumah tidak mempunyai kegiatan. Sementara di pesantren, ia bisa belajar dan tidak menyia-nyiakan waktunya. Mohon jawaban. Jazakumullah khairan.

08787988xxxx

Jawab: Seorang wanita yang yang dicerai oleh suaminya tidak boleh keluar rumah suaminya. Ini adalah hak suami yang tetap harus ditunaikan oleh wanita tersebut. Allâh سبحانه وتعالى berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَاَحْصُوا الْعِدَّةَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ رَبَّكُمْۚ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allâh, Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allâh. Dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allâh, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allâh mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (Qs ath-Thalâq/65:1)

Imam Ibnu Katsîr رحمه الله menjelaskan tentang firman Allâh ‘Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar’ dengan mengatakan, “Yaitu dalam masa ‘iddah, si istri memiliki hak tempat tinggal yang menjadi kewajiban suami selama si istri ber’iddah dari (talaq) suaminya. Karenanya, suami tidak berhak mengeluarkan istrinya (dari rumah). Demikian juga, istri tidak boleh keluar (dari rumah suami) karena dia terikat dengan hak suami juga.” (Tafsir Ibnu Katsîr, surat athThalâq, ayat 1)

Kemudian pada akhir ayat tersebut, Allâh سبحانه وتعالى menyebutkan di antara hikmah si istri tetap tinggal di rumah suaminya selama masa ‘iddah dengan firmanNya: ‘Kamu tidak mengetahui barangkali Allâh mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru’, yaitu kemungkinan si suami menyesal dari perbuatannya menceraikan istrinya dan Allâh سبحانه وتعالى membuat di dalam hatinya (niat) untuk merujuknya, sehingga itu lebih mudah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsîr رحمه الله.

Untuk itu, wanita yang diceraikan itu tidak boleh keluar rumah untuk tinggal di pesantren, apalagi yang tempatnya jauh dari rumah. Adapun alasan bahwa di rumahnya tidak ada kegiatan, dan jika di pesantren bisa belajar dan tidak menyia-nyiakan waktu, alas an ini pun sangt lemah. Sebab, di rumah pun seorang istri bisa belajar dan melakukan aktifitas bermanfaat yang banyak, baik untuk dirinya sendiri dengan melakukan berbagai ibadah dan hal-hal yang bermanfaat. Seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, berpuasa, membaca al-Qur’ân, membaca buku yang bermanfaat, dan lainnya.

Yang lebih penting, bahwa tinggal di rumah suami merupakan kewajiban agama yang telah Allâh سبحانه وتعالى tetapkan, maka hal ini tidak boleh ditinggalkan hanya karena alasan-alasan yang tidak pasti, hanya bersifat dugaan dan perasaan semata-mata. Yakinlah semua yang telah ditetapkan syariat adalah kebaikan untuk kita semua. Wallâhu a’lam.

Baituna | Ramadhan-Syawwal1431H / Agustus-September 2010M

Tentang Penulis: Redaksi

Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!