Pertanyaan :
Sampai saat ini, masih ada hal yang membikin bimbang tentang status pernikahan kami. Berawal dari kekilafan saya mengucapkan kata yang bermakna cerai sampai tiga kali. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana status perkawinan kami saat ini? Saya sudah minta maaf kepada istri dan dia memaafkan saya. Jika status kami sudah cerai, bagaimana cara kami kembali ruju’ hingga hubungan kami kembali halal? karena kehidupan kami kembali rukun setelah saya sadar dan meminta maaf.
Demi Allah yang mengusai hidup dan mati kami berdua, kami takut atas adzab yang harus kami terima, seandainya kehidupan yang kami jalani selama ini zina. Kami ingin bertaubat. Mohon As Sunnah bersedia menuntun kami untuk menjadi keluarga yang sakinah dan Islami. Jazakumullahu khairan.
Gnw – Pekanbaru, Riau
JAWAB:
Pertama kali, ingin kami nasihatkan kepada Saudara, janganlah mudah mengucapkan kalimat yang bermakna cerai terhadap istri. Di dalam sebuah hadits disebutkan:
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi n bersabda:
ثَلَاثٌ جِدٌّهُنَّ جِدُّ وَهَزلُهُنَّ جِدُّ: النِّكَاحُ، وَالطَّلَاقُ، وَالرَّجعَةُ
Ada tiga (perkara) yang bila dilakukan secara bersungguhsungguh maupun secara bermain-main maka hasilnya adalah sungguh-sungguh, yaitu: nikah, talaq, dan ruju’. (HR Abu Dawud, no. 2194; Tirmidzi, no. 1184; Ibnu Majah, no. 2039; dihasankan oleh Syaikh Al Albani).
Kemudian tentang lafazh talaq, para ulama membagi menjadi dua:
- Lafazh sharih (nyata, tegas), yaitu lafazh yang ketika diucapkan difahami sebagai talaq, dan tidak ada makna lain. Contoh: “engkau saya talaq”, “engkau ditalaq (dicerai)”, dan semacamnya yang menggunakan kata “talaq”. Sehingga seorang suami yang mengucapkan lafazh sharih talaq ini, maka talaqpun terjadi. Baik dia bersendau-gurau, atau main-main, atau tidak berniat. Dalilnya hadits di atas.
- Lafazh kinayah (sindiran, tidak tegas), yaitu lafazh yang bermakna talaq dan bermakna bukan talaq. Contoh: “pulanglah ke rumah orangtuamu”, “engkau bebas”, “engkau kulepaskan”, dan lainnya. Lafazh kinayah (sindiran) talaq ini, jika diucapkan seorang suami kepada istrinya, talaq tidak terjadi kecuali dengan niat talaq. (Diambil dari kitab Al Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, hlm. 322, karya Syaikh Abdul ‘Azhim Al Badawi).
Setelah saudara memahami hal ini, maka kata bermakna cerai yang telah Saudara katakan, Saudara dapat melihat sendiri, apakah masuk sharih atau kinayah. Jika kata itu hanya kinayah (sindiran), sedangkan Saudara tidak berniat mentalaq istri, maka tidak jatuh talaq. Namun janganlah hal ini Saudara ulangi, dan hendaklah Saudara bertaubat.
Dari kalimat “kata bermakna cerai” nampaknya ini bukan lafazh sharih.
Namun jika kata itu termasuk sharih, maka talaq terjadi. Sehingga Saudara dapat meruju’ istri Saudara. Cara meruju’ menurut pendapat sebagian ulama, ialah dengan niat ishlah (perbaikan) dan dengan dua saksi. Wallahu a’lam.