لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوا الْحُسْنٰى وَزِيَادَةٌ ۗوَلَا يَرْهَقُ وُجُوْهَهُمْ قَتَرٌ وَّلَا ذِلَّةٌ ۗاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.
(Qs. Yûnus/10:26).
PENJELASAN AYAT
Makna Ihsân (al-Ihsân)
Al-Ihsân, ialah lawan kata (antonim) dari al-isâ‘ah (perbuatan jelek). Maknanya, melakukan perbuatan yang baik. Dalam terminologi syariat didefinisikan dengan “melaksanakan aturan syariat dengan sebaik-baiknya”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memaparkan hakikat ihsân dalam hadits Jibrîl عليه السلام yang sudah populer, yaitu:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tak melihat-Nya, (yakinlah) bahwa Dia (Allah) menyaksikanmu. (HR al-Bukhâri dan Muslim).
Pengertian sabda Rasulullah ﷺ di atas, seperti diungkapkan oleh Syaikh ‘Abdul-Muhsin al-’Abbâd – hafizhahullah- ialah seseorang menjalankan ibadah kepada Allah سبحانه وتعالى seakan-akan ia berdiri tepat di hadapan-Nya. Penghayatan ini akan mendatangkan khasy-yah (rasa takut) dan inabah (ingin selalu kembali mendekat, bertaubat) kepada-Nya. Juga memotivasi agar ibadah itu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Rasulullah ﷺ n . 1
Perhatian Islam Terhadap al-Ihsân
Salah satu yang menunjukkan betapa besar perhatian Islam dalam masalah al-ihsan (perbuatan baik) dan tingginya kedudukan amalan ini, yaitu Allah سبحانه وتعالى telah mengabarkan dalam kitab-Nya bahwa Dia mencintai kaum muhsinîn (orang-orang yang berbuat baik) dan bersama mereka. Dengan kedudukannya ini, maka cukuplah bagi mereka untuk mendapatkan kemuliaan dan keutamaan. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
…… dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Qs. al-Baqarah/2:195).
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَّالَّذِيْنَ هُمْ مُّحْسِنُوْنَ ࣖ ۔
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (Qs. an-Nahl/16:128).
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs. al-‘Ankabût/29:69).
Di ayat lain, Allah سبحانه وتعالى memberitahukan bahwa adanya semua ujian yang didatangkan Allah سبحانه وتعالى itu, semata-mata ditujukan untuk mencari insan-insan dengan amalan terbaik.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Qs. al-Mulk/67:2).
Kebaikan Dibalas Kebaikan
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini, dan ia beriman kepada Allah Rabbul ‘Alamin serta mengerjakan amal shalih, maka Allah سبحانه وتعالى memberi kabar gembira, bahwasanya perbuatan ihsân mereka akan menjadi jaminan berguna di akhirat kelak. Kabar gembira ini merupakan salah satu hiburan dan motivasi bagi seorang muslim sebagai pelaku kebaikan. Waktu yang ia korbankan, fisik yang kepayahan, pikiran yang terkuras, dan materi yang terpakai di jalan Allah سبحانه وتعالى ; semua itu tidak sia-sia di sisi Allah سبحانه وتعالى , dan kelak akan membuahkan hasil yang menyenangkan.
Menurut Imam Ibnu Katsîr رحمه الله , bahwa dengan ayat di atas, Allah سبحانه وتعالى mengabarkan, orang-orang yang berbuat ihsân di dunia dengan beriman kepada Allah سبحانه وتعالى dan mengerjakan amalan shalih, maka Allah سبحانه وتعالى akan membalasnya dengan al-husna di akhirat kelak. Kepastian ini berdasarkan firman Allah dalam surat ar-Rahmân/55 ayat 60, yang artinya: Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).2 Dan sebagian ulama memaknai al-husna dalam ayat di atas dengan arti jannah (surga).3 Nas‘alullah min fadhlihi wa karamih.
Tambahan Anugerah, Melihat Wajah Allah سبحانه وتعالى
Selain limpahan nikmat tak terkira di dalam Jannah, mereka juga memperoleh nikmat seperti yang terkandung dalam kata az-Ziyâdah (anugerah tambahan).
Dikatakan oleh Imam Ibnu Katsîr رحمه الله , tambahan yang dimaksud ialah pelipatgandaan pahala amalanamalan baik itu sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Termasuk nikmat lainnya, yaitu Allah سبحانه وتعالى memberikan kepada mereka di surga, berupa istana, bidadari, keridhaan, serta segala yang belum disebutkan Allah سبحانه وتعالى . Semua kenikmatan itu akan menjadi sumber penyejuk mata.
Kenikmatan yang paling utama dan tertinggi, yaitu melihat wajah Allah سبحانه وتعالى yang mulia. Itu merupakan anugerah tambahan yang lebih agung dari seluruh yang mereka dapatkan. Diraihnya kenikmatan itu bukan lantaran amalan mereka, akan tetapi lantaran kemurahan dan rahmat Allah.4 Disebutkan dalam hadits Shuhaib ar-Rûmiz, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الجَنَّةَ قَالَ يَقُوْلُ اللَّهُ تَبَارَكَ وتَعَالَى تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ فَيَقُوْلُوْنَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّوَجَلَّ (ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الآيَةَ لِلَّذِيْنَ أَحْسَنُوْا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ )
Apabila penghuni surga telah memasuki surga, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Apakah kalian menginginkan sesuatu, (dengan itu) Aku menambah (nikmat) kalian?” Mereka menjawab: “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam Jannah dan menyelamatkan kami dari neraka?” Kemudian Allah سبحانه وتعالى membuka tabir penutup. Tidaklah mereka menerima kenikmatan yang lebih mereka sukai dibandingkan nikmat melihat Rabb mereka. Lantas Rasulullah n membaca ayat di atas. 5
Sementara itu, dengan berpegangan pada bentuk kata ziyâdah yang bersifat umum -karena berbentuk nakirah- Imam ath-Thabari رحمه الله menguatkan makna tambahan tersebut sesuai dengan bentuk keumuman lafazhnya seperti: melihat wajah Allah سبحانه وتعالى , kamar-kamar yang terbuat dari permata, ampunan dan ridha-Nya. Semua itu akan dihimpun bagi mereka. Nas‘alullah min fadhlihi wa karamih.6
Wajah-Wajah Berseri Tanpa Kesedihan
Para penerima balasan besar di atas akan memperoleh momentum yang sangat membahagiakan. Yakni, dikala orang-orang terhimpit kesusahan dan kepahitan lantaran amal perbuatannya yang buruk di dunia ini, maka Allah سبحانه وتعالى menceritakan perihal wajah orang-orang yang berbuat ihsân dengan berfirman:
وَلَا يَرْهَقُ وُجُوْهَهُمْ قَتَرٌ وَّلَا ذِلَّةٌ ۗ
(Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan -Qs. Yûnus/10 ayat 26).
Tidak ada kesedihan atau kegelapan yang menyelimuti wajah mereka hingga nampak seperti orang yang sedang bersedih.7 Akan tetapi, yang nampak hanyalah keceriaan dan kebahagiaan pada wajah-wajah mereka.
Imam al-Qurthubi رحمه الله mengarahkan makna ini, saat mereka berada di padang Mahsyar. Kata beliau: “Debu tidak menutupi wajah mereka saat dihimpun menuju Allah سبحانه وتعالى , begitu pula kehinaan tidak menyelimuti mereka”. 8 Begitu juga pandangan Imam Ibnu Katsîr.9
Dalam beberapa ayat lainnya, Allah سبحانه وتعالى menceritakan keadaan mereka dengan berfirman yang artinya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka. Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari Kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata): “Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu”. (Qs. al-Anbiyâ`/21 ayat 101-103).
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Qs. Fushshilat/41:30).
Keadaan mereka seperti yang telah dijelaskan Allah سبحانه وتعالى dalam ayat berikut ini:
فَوَقٰىهُمُ اللّٰهُ شَرَّ ذٰلِكَ الْيَوْمِ وَلَقّٰىهُمْ نَضْرَةً وَّسُرُوْرًاۚ
Maka Rabb memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. (Qs. al-Insân/76:11).
Keadaan yang menyenangkan ini, sangat jauh berbeda dengan kaum kuffâr maupun para pelaku kejahatan, yang dipenuhi oleh kehitaman dan debudebu hitam. Salah satu ayat yang menerangkan kondisi penampilan wajah mereka, yaitu firman Allah سبحانه وتعالى di surat yang sama, yang merupakan kelanjutan ayat di atas :
وَالَّذِيْنَ كَسَبُوا السَّيِّاٰتِ جَزَاۤءُ سَيِّئَةٍ ۢبِمِثْلِهَاۙ وَتَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۗمَا لَهُمْ مِّنَ اللّٰهِ مِنْ عَاصِمٍۚ كَاَنَّمَآ اُغْشِيَتْ وُجُوْهُهُمْ قِطَعًا مِّنَ الَّيْلِ مُظْلِمًاۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚهُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan, (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang perlindungan-pun dari (adzab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Qs. Yûnus/10:27).
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
وَوُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌۙ تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ ࣖ
Dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu. Dan ditutupi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. (Qs. ‘Abasa/80:40-43).
Mendapatkan Nikmat yang Kekal
اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (Qs. Yûnus/10:26).
Orang-orang yang disebutkan sifat-sifatnya itu, mereka adalah para penghuni Jannah dan para penduduknya, yang berada di dalamnya. Mereka tinggal abadi di dalamnya. Tempat itu tidak hancur, hingga mereka tidak akan mengkhawatirkan sirnanya nikmat itu. Mereka juga tidak akan dikeluarkan darinya, hingga berakibat kehidupan mereka berubah menjadi sengsara. 10
Pelajaran Dari Ayat
- Keutamaan perbuatan baik.
- Perbuataan baik akan mendatangkan al-husna (kebaikan).
- Penetapan hari Kebangkitan dan hari Pembalasan.
- Kemurahan Allah yang sangat luas bagi para hamba-Nya yang beriman.
Marâji‘:
- Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân (Tafsir al-Qurthubi), Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al- Anshâri alQurthubi, Tahqîq: ‘Abdur-Razzâq al-Mahdi, DârulKitâbil-’Arabi, Cetakan IV, Tahun 1422 H – 2001 M.
- Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Dar Ibnu Hazm, Cetakan I, Tahun 1423 H – 2002 M.
- Kutub wa Rasâ‘il, ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd al-Badr.
- Ma’âlimut-Tanzîl, Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ûd al-Baghawi, Tahqîq dan Takhrîj: Muhammad ‘Abdullah an-Namr, ‘Utsmân Jum’ah Dhumairiyyah, dan Sulaimân Muslim al-Kharsy Dâr Thaibah, Tahun 1411 H.
- Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, al-Hâfizh Abul-Fidâ Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Tahqîq: Sâmi bin Muhammad as-Salâmah, Dar Thaibah, Cetakan I, Tahun 1422 H – 2002 M.
Footnote:
1 Kutub wa Rasâ‘il, ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd al-Badr, 6/170.
2 Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, al-Hâfizh Abul-Fidâ Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qurasyi, 4/226.
3 Lihat Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Dar Ibnu Hazm (11/137), Ma’âlimutTanzîl (4/130)
4 Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, 4/262.
5 HR Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Hâtim, Ibnu Khuzaimah. Nukilan dari at-Tafsîrush Shahîh, 3/13-14.
6 Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, 11/137.
7 Ibid.
8 Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân, 8/299.
9 Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, 4/263.
10 Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, 11/137.
Majalah As-Sunnah Edisi 04 thn XII