Kedermawanan keluarga Anshar

oleh -1064 Dilihat
oleh

Seorang Muslim yang baik akan suka untuk berderma dan berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan dan yang tengah terjerat kesulitan. Tangannya terbentang membawa derma dan bantuan, meskipun tidak diminta. Ia terdorong untuk menolong sesama dengan harta yang dimiliki oleh anjuran-anjuran agama yang menyemangati umat Islam untuk memperhatikan kebutuhan orang lain. Selain itu, keyakinannya bahwa sifat al-karam (dermawan) merupakan salah satu akhlak Islam dan salah satu sifat sosial seorang Muslim yang taat.

Dalam sejarah Islam, sifat al-karam (dermawan) sangat melekat pada golongan Anshar dan menjadi simbol mereka. Bahkan mereka melakukan jenis al-karam yang terbaik, yaitu al-îtsâr yang menjadi salah satu faktor Allâh عزوجل Rabbul ‘Alamin memuji mereka dalam al-Qur`ân. 1

Predikat al-Anshâr yang mulia ini hanya melekat pada diri mereka saja, karena mereka telah menyediakan tempat tinggal bagi Rasûlullâh ﷺ dan orang-orang yang datang berhijrah dari Makkah ke Madinah yang kemudian dikenal dengan kaum Muhâjirîn. Tidak itu saja, mereka juga memperhatikan keperluan-keperluan dan kebutuhan-kebutuhan hidup kaum Muhajirin dan dengan jiwa dan harta-benda mereka, serta lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin dalam banyak hal daripada kepentingan diri dan kebutuhan mereka sendiri, walaupun mereka dalam kesulitan hidup dan membutuhkan. Demikian uraian al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni رحمه الله . 2

Allâh عزوجل pun menyebut mereka dengan penamaan ini. Hal ini berdasarkan satu atsar dari Anas bin Mâlik رضي الله عنه yang pernah ditanya oleh seseorang bernama Ghailan bin Jarîr, “Tentang (nama) Anshâr, apakah kalian menamakan diri kalian dengannya atau Allâhlah yang menamakan kalian dengannya?”. Anas رضي الله عنه menjawab, “Bahkan Allâhlah yang menamakan kami dengan sebutan Anshar”.3

Perkenalan mereka dengan Islam dimulai dengan kebiasaan Rasûlullâh ﷺ memanfaatkan musim haji untuk mendakwahi kabilah-kabilah yang datang ke Makkah setelah datangnya perintah untuk berdakwah secara terang-terangan. Pada tahun ke-11 kenabian, enam orang dari Madinah menerima Islam. Seruan dakwah yang disampaikan Beliau ﷺ kepada mereka pada suatu malam tidak menemui hambatan. Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Kalian tahu tidak, demi Allâh, ia adalah benar-benar nabi (akhir zaman) yang sudah disebut-sebut oleh kaum Yahudi untuk memerangi kalian dengannya. Janganlah kalian sampai didahului orang-orang Yahudi untuk mengimaninya”.

Pada musim haji tahun ke-12 dan 13 kenabian, terjadilah baiat (perjanjian setia) antara rombongan dari mereka dengan Nabi ﷺ di Mina yang kemudian dikenal dengan Baiat ‘Aqabah Pertama dan Baiat ‘Aqabah Kedua. Dan pada Baiat Aqabah II, mereka menerima poin-poin baiat, di antaranya untuk bertauhid kepada Allâh, taat dalam keadaan senang dan malas, serta berjanji membela Nabi ﷺ . 4

Karakter Anshar, Dermawan dan Lebih Mengutamakan Kebutuhan Orang lain

Allâh عزوجل telah memberitahukan tentang keutamaan kaum Anshar dalam al-Qur`ân. Allâh عزوجل berfirman:

﴿ وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ ٩ ﴾

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr/59:9).

Allâh عزوجل memuji kaum Anshâr karena lebih mengutamakan orang-orang yang lebih membutuhkan daripada diri mereka sendiri. Mereka mulai dengan orang-orang lain terlebih dahulu sebelum diri mereka, saat mereka sendiri butuh terhadap hal tersebut.

Kedudukan ini lebih tinggi daripada kedudukan orang-orang yang Allâh عزوجل sebutkan dengan firman-Nya yang artinya: {“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya”} 5 dan firman-Nya: {“dan memberikan harta yang dicintai”} 6

Sebab, orang-orang itu, yang disebutkan dalam dua ayat di atas, mereka bersedekah dalam keadaan menyukai apa yang mereka sedekahkan. Dan mungkin saja mereka tidak membutuhkannya atau tidak ada kepentingan mendesak terhadapnya. Sementara kaum Anshar mengesampingkan diri mereka, meskipun ada kebutuhan dan keperluan mereka terhadap apa yang mereka sedekahkan. 7

Ini adalah salah satu karakter golongan Anshar yang dengan itu mereka mengalahkan orang lain dan menjadi ciri khas mereka yang membedakan mereka dari orang lain, yaitu al-îtsâr yang merupakan bentuk kedermawanan yang sempurna, dalam bentuk mengutamakan orang lain dengan sesuatu yang disukai oleh jiwa seperti harta dan lain sebagainya dan memberikannya kepada orang lain, meskipun membutuhkan hal tersebut, bahkan dalam keadaan kritis dan kesusahan.

Demikian ini tidak terjadi kecuali dari seseorang yang berakhlak bersih dan cintanya karena Allâh عزوجل lebih diutamakan daripada cintanya kepada syahwat dan kelezatannya. Di antaranya kisah nyata seorang Anshâr yang menjadi sebab turunnya ayat ini, ketika lebih mengutamakan tamu dengan makanan yang dimiliki untuk dirinya dan keluarga serta anak-anak, sehingga mereka bermalam dalam keadaan lapar. 8

Seorang Muslim ketika menyaksikan orang lain pantas diutamakan daripada dirinya, ia akan melakukannya. Ia kenyangkan orang lain, meski harus menahan lapar, menyegarkan tenggorokan orang lain, walau harus merasa kehausan. Hal ini bukanlah pemandangan asing dan aneh pada seorang Muslim yang taat kepada ajaran agamanya. 9

Keluarga Dermawan Yang Menjadi Sebab Turunnya Ayat

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ada seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ , lalu mengatakan, “Sesungguhnya aku dalam kesulitan”. Kemudian Beliau ﷺ mengutus ke sebagian istri Beliau, lalu istri Beliau itu mengatakan,”Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, kami tidak memiliki selain air saja”. Kemudian Beliau ﷺ mengutus seseorang ke istri yang lain, dan mengatakan jawaban yang serupa, hingga semua istri-istri Beliau mengatakan demikian. Lalu Nabi ﷺ bersabda, “Siapakah yang mau menjamu orang ini malam ini?”.Maka, seorang lelaki Anshâr berkata, “Saya, wahai Rasûlullâh”. Maka orang Anshar tersebut bertolak bersamanya menuju tempat tinggalnya. Ia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasûlullâh!”.

Dalam riwayat lain, lelaki dari Anshar ini berkata kepada istrinya, “Apakah engkau punya sesuatu?”. Istrinya menjawab, “Tidak, selain makanan untuk anak-anak”. Lelaki Anshâr ini mengarahkan, “Coba lalaikan anak-anak (dari makanan itu) dengan sesuatu. Dan jika mereka menginginkan makan malam, maka tidurkanlah mereka!. Dan bila tamu kita telah masuk, maka padamkanlah penerangan, dan tampakkanlah kepada dia, seolah-olah kita sedang makan (bersamanya)”. Sang tamu makan (jamuan), sementara mereka melewati malam dengan mengikat perut mereka. Di pagi hari, lelaki (Anshâr) ini menemui Nabi ﷺ , lalu Beliau memuji mereka (dengan berkata):

 لَقَدْ عَجِبَ اللَّهُ مِنْ صَنِيْعِكُمَا بِضَيْفِكُمَا اللَّيْلَةَ

“Sungguh, Allâh takjub dengan perbuatan kalian terhadap tamu kalian semalam”. Kemudian Allâh menurunkan firman-Nya:

وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ، وَمَنْ يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Muttafaqun alaih)10

Hadits ini menunjukkan orang-orang Anshâr suka mengutamakan orang lain meski dalam keadaan membutuhkan. 11

 

Penutup

Semoga beberapa kisah keluarga dermawan dari golongan Anshâr ini bermanfaat bagi kita dan menggerakkan hati kita untuk berbuat lebih dalam berinfaq dengan apa yang kita miliki, apalagi di bulan Ramadhan yang akan tiba. Karena seorang Muslim berjalan mengikuti jalan orang-orang terdahulu yang telah Allâh عزوجل ridhai dan puji. Amin.


1 Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 789.

2 Fathul Bâri 1/122.

3 HR. al-Bukhâri no.3776.

4 Raudhatul Anwâr fî Sîratil An-Nabiyyil Mukhtâr hlm.129-135.

5 QS. Al-Insan/76 :8

6 QS. Al-Baqarah/2:177.

7 Lihat Tafsir al-Qur`anil ‘Azhim 8/71.

8 Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 789.

9 Hâkadzâ ‘Allamanan Nabiyyu hlm. 178

10 HR. Al-Bukhâri no.3798 dan Muslim no.2054.

11 Bahjatun Nâzhirîn 1/618

Edisi 01/XXI Sya’ban 1438 H / Mei 2017 M

Tentang Penulis: Redaksi

Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!