Tentang Al-Qur‘ân, selain menyampaikan kandungan maknanya, Rasulullah ﷺ juga menyampaikan cara membacanya yang baik dan benar. Tak terhitung berapa banyak Rasulullah ﷺ mencontohkan bacaan Al-Qur‘ân kepada para Sahabat. Sebab, aktifitas shalat tidak lepas dari bacaan yang dikeraskan.
Allah سبحانه وتعالى memerintahkan Rasul-Nya untuk membaca Al-Qur‘ân dengan tartil. Maksudnya, semaksimal mungkin memperjelas bacaannya. Demikian keterangan Ibnu ‘Abbâs c. Dari situ, para ulama bersepakat sunnahnya membaca Al-Qur‘ân dengan tartil. (At-Tibyân, hlm. 93).
Ummul-Mu‘minin Ummu Salamah رضي الله عنه menceritakan cara Rasulullah ﷺ membaca Al-Qur‘ân.
Katanya: “Nabi memutus-mutus1 bacaannya.
Beliau membaca الْحَمدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ“ dan berhenti. Kemudian membacaالرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ dan berhenti ……”.
Demikianlah sifat bacaan Al-Qur‘ân beliau ﷺ , berhenti di setiap akhir ayat, tidak menyambungnya dengan ayat selanjutnya.2
Bacaan yang sekarang diistilahkan dengan mad wâjib muttashil, beliau membacanya dengan panjang. Ibnu Mas’ud رضي الله عنه pernah mengajarkan kepada seorang laki-laki membaca. Orang itu membaca firman Allah سبحانه وتعالى berikut ini:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ للفُقَرَآءِ والمسَكِينِ
dengan pendek. Maka Ibnu Mas’ud رضي الله عنه menegur: “Rasulullah ﷺ tidak membacakannya seperti itu kepadaku”.
Lelaki itu bertanya: “Bagaimana beliau membacakannya kepadamu, wahai Abu ‘Abdir-Rahmân?” Lantas Ibnu Mas’ud رضي الله عنه membacanya dengan panjang. (Ash-Shahîhah, no. 2237).3
Seberapa tinggikah suara Rasulullah ﷺ saat membaca Kalamullah? Dalam hal ini, ‘Abdullah bin Abi Qais رضي الله عنه pernah menanyakannya kepada ‘Aisyah رضي الله عنه : “Apakah beliau ﷺ dahulu mengecilkan suara atau mengeraskannya?”
‘Aisyah رضي الله عنه menjawab: “Semua itu pernah dilakukannya. Terkadang beliau ﷺ mengecilkan suaranya, dan suatu waktu mengeraskan suaranya (dalam membaca Al-Qur`ân)”.
Aku berkata: “Segala puji bagi Allah سبحانه وتعالى yang menjadikan kelonggaran pada masalah ini”. (Mukhtashar Syamâ`il, no. 271).
Suatu kali, ‘Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه pernah diminta oleh Rasulullah ﷺ untuk membacakan surat di hadapannya. Tak pelak lagi, jika hati Sahabat itu dipenuhi rasa keheranan, kenapa diminta membacakan Al-Qur`ân oleh insan yang Al-Qur`ân diturunkan kepadanya?! Untuk menepis kebingungan Ibnu Mas’ud z, maka Nabi ﷺ menjawab:
إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي
Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku.
Fakta juga menunjukkan, beliau ﷺ pernah membaca satu ayat dengan diulang-ulang. Peristiwa ini diberitakan oleh Mu’awiyyah bin Qurrah رضي الله عنه . Dia sempat menyaksikan Rasulullah ﷺ membaca surat al-Fathu ayat 1-2 pada hari penaklukan kota Makkah. Beliau ﷺ membaca dan mengulang-ulanginya. Mu’awiyyah bin Qurrrah lantas berkata: “Kalau seandainya orang-orang tidak berkumpul mengelilingiku, niscaya aku akan menirukan suara atau gaya bacaannya”. (Mukhtashar asy-Syamâ`il, no. 273).
Tujuan utama dalam membaca Al-Qur‘ân, yaitu untuk tadabbur, supaya berpengaruh secara positif bagi keimanan yang membacanya. Bukan sekedar untuk berlomba. Dan juga, lantaran membaca Al-Qur‘ân termasuk dzikir yang paling afdhal. Maka seyogyanya seseorang menekuninya, tidak melewatkan satu hari dan malam tanpa lantunan ayat-ayat Al-Qur‘ân dari bibirnya. (Shahîh al-Adzkâr an-Nawawiyyah, 110). Wallahul Muwaffiq.
footnote:
1 Berhenti di setiap akhir ayat. Lihat Syaikh al-Albâni dalam Mukhtashar Syamâ‘il.
2 Shifatu Shalatin-Nabiyyi, hlm. 68. Selanjutnya Syaikh al-Albâni berkata: “Ini merupakan sunnah yang belakangan ini telah ditinggalkan kebanyakan para qâri, apalagi orang-orang selain mereka”.
3 Dengan hadits ini, Imam Ibnul Jazari رحمه الله memandang wajibnya memanjangkan mad muttashil, seperti bentuk kata di atas Lihat ash-Shahîhah, 5/280.
Majalah As-Sunnah / BAITUNA/Edisi 05/Th. XII/1429H/2008M