Banyak orang mengerjakan shalat. Sayang sekali, mereka tidak memelihara perintah shalat itu. Mereka mengoyak-oyaknya, tidak mengerjakannya dengan sempurna, melupakan beberapa shalat fardhu atau meninggalkannya beberapa hari, lantas di kemudian hari kembali lagi mengerjakan sholat tersebut. Mereka melakukannya kembali., demikian seterusnya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah سبحانه وتعالى (dalam shalatmu) dengan khusyu’.
(Qs al-Baqarah/ 2:238).
Imam ath-Thabari-rahimahullah-berkata dalam tafsirnya (5/167), “Artinya, kerjakanlah shalat lima waktu tepat pada waktunya secara terus-menerus. Pelihara dan tekunilah shalat lima waktu itu dan shalat wustha dari lima kewajiban itu”
Kemudian beliau meriwayatkan pernyataan Imam Masrûq-rahimahullah-: “memelihara shalat artinya memelihara waktunya, tidak melalaikannya”.
‘Allâmah Shiddîq Hasan Khaan-rahimahullah-berkata dalam tafsîrnya Fat-hul Bayân (1/395), “Menjaga sesuatu pengertiannya melakukannya secara kontinyu dan menekuninya. Jadi maksud ayat di atas ‘kerjakanlah shalat secara kontinyu dan lakukanlah dengan tekun dengan memenuhi syarat-syarat dan aturan-aturannya, menyempurnakan rukun-rukunnya, dan menjalankannya tepat di waktunya yang telah ditentukan masing-masing.
Tampaknya, ayat mengenai perintah melaksanakan shalat lima waktu terletak di antara ayat-ayat tentang hukum yang berkaitan dengan anak dan istri, supaya orang tidak terlalaikan dari shalatnya oleh urusan anak dan istri”.
Dari sini, saya hendak menyampaikan bahwa, harus ada kata-kata yang ingin saya bisikkan kepada segolongan masyarakat, yang hanya mengerjakan shalat dalam acara-acara penting saja, mendirikan sebagian shalat lima waktu, seolah-olah shalat hanya selaku tugas resmi atau misi penting yang hanya dikerjakan di kala tertentu dan boleh ditinggalkan di kesempatan yang lain!!!
Sesungguhnya shalat adalah tali penghubung antara seorang hamba dengan Rabbnya. Kewajiban seorang Muslim untuk menguatkan hubungan ini dan mengokohkannya. Bukan justru melemahkan dan mengendorkannya. Hendaknya mereka takut kepada Allah سبحانه وتعالى , cepat-cepat memelihara shalat, dan bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى Yang Maha Pencipta, serta bersegera kembali kepada Allah سبحانه وتعالى , sebelum datang kematian dengan tiba-tiba, kemudian penyesalan sudah tidak berguna lagi..
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُوْنِ ۙ لَعَلِّيْٓ اَعْمَلُ صَالِحًا فِيْمَا تَرَكْتُ كَلَّا ۗاِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَاۤىِٕلُهَاۗ وَمِنْ وَّرَاۤىِٕهِمْ بَرْزَخٌ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ فَاِذَا نُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَلَآ اَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَىِٕذٍ وَّلَا يَتَسَاۤءَلُوْنَ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهٗ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗ فَاُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ خَسِرُوْٓا اَنْفُسَهُمْ فِيْ جَهَنَّمَ خٰلِدُوْنَ ۚ تَلْفَحُ وُجُوْهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيْهَا كٰلِحُوْنَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan. Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.
(Qs al-Mukminûn/23:99-104).
Diangkat dari Diangkat dari Muntaqâ Fadhâilis Shalâti Muntaqâ Fadhâilis Shalâti Wa Adâbiha Wa Adâbiha , Dâr Ibnil Qayyim , , Dâr Ibnil Qayyim , Cet. I Th. 1423H, hlm 32-34.