Menjaga Silaturahmi

oleh -1023 Dilihat
oleh
Menjaga Silaturahmi

Allâh سبحانه وتعالى mewajibkan silaturahim dan berbuat baik kepada para kerabat. Ini sebagai langkah untuk mempererat jalinan tali keluarga, sehingga terwujud keluarga yang harmonis yang saling menopang satu samalain. Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى ﴾

Ibadahilah Allâh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun serta berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, (QS. An-Nisa’/ 4: 36)

PENGERTIAN SILATURAHIM

Kata silaturahim terdiri dari kata shilah (menyambung) dan rahim. Kata rahim yang bentuk jamaknya arhâm; yaitu para kerabat yang ada dalam ikatan nasab, baik yang menjadi ahli waris maupun tidak. Mengenai siapakah kerabat yang harus disambung, para Ulama berbeda pendapat. Sebagian Ulama berkata, “Mereka adalah yang haram dinikahi.” Ada lagi Ulama lain yang berpendapat bahwa mereka harus yang disambung itu adalah sesuai dengan kebiasaan yang berlaku (urf). Dan ini tampaknya pendapat yang lebih tepat.

Jadi, makna silaturahim adalah menyambung atau mengantarkan kebaikan kepada para kerabat, serta menolak keburukan dari mereka sesuai dengan kemampuan, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. Menjaga silaturahim masuk dalam cakupan ihsan (berbuat baik). Silaturahim pun bertingkat dan berbeda-beda; sesuai dengan kemampuan orangnya dan kebutuhan pihak yang disasar. Pun juga berbeda-beda sesuai dengan zaman dan tempatnya; terlebih lagi pada masa sekarang ini, di mana berbagai media komunikasi sudah begitu banyak.

BUAH DARI SILATURAHIM

Silaturahim termasuk amal shalih yang agung, yang akan membuahkan surga bila diiringi dengan mentauhidkan Allâh.

Rasûlullâh ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِيْ أَيُّوْبَ الأَنْصَارِيْ -رضي الله عنه – أنَّ رَجُلًا قالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، أخْبِرْنِي بعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الجَنَّةَ، فَقالَ النَّبِيْ ﷺ: تَعْبُدُ اللَّهَ لا تُشْرِكُ به شيئًا، وتُقِيمُ الصَّلاةَ، وتُؤْتي الزَّكاةَ، وتَصِلُ الرَّحِمَ

Dari Abu Ayyub Al-Anshari رضي الله عنه bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasûlullâh: Beritahukan kepadaku suatu amalan yang akan mengantarkanku ke surga! Nabi ﷺ menjawab: “Engkau beribadah kepada Allâh, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun juga, mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyambung tali silaturahim.” (HR. Al-Bukhâri)

Silaturahim akan membuahkan hasil yang pasti terwujud di dunia dan akhirat; menjadi media untuk memperluas jalur rezeki, keberkahan umur dan sekaligus mendapatkan rahmat Allâh سبحانه وتعالى . Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Nabi ﷺ , Beliau bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَلَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهٌ

Barangsiapa yang senang untuk dibentangkan rezekinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menyambung tali kekerabatannya.

Orang yang menyambung silaturahim akan dilapangkan rezekinya, diberi berkah, dipanjangkan umurnya dan umurnya akan menjadi berkah baginya.

Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata, “Barangsiapa bertakwa kepada Rabbnya dan menyambung tali kekerabatannya, maka akan dipanjangkan umurnya dan hartanyapun akan bertambah, serta akan dicintai oleh keluarganya. (HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad).

Nabi ﷺ juga bersabda ketika Hamzah syahid, “Semoga Allâh merahmatimu wahai paman. Sungguh, engkau adalah orang yang suka menyambung tali silaturahim, sangat gemar melakukan kebaikan.”

SILATURAHIM, SALAH SATU KONSEKUENSI IMAN KEPADA ALLÂH DAN HARI AKHIR

Dalam Shahih al-Bukhari dari Nabi ﷺ bahwa Beliau ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang beriman kepada Allâh dan hari akhir, maka hendaknya ia menyambung tali kekerabatannya. Oleh karena itu, jangan sampai kita terlena oleh dunia sehingga lupa menyambung silaturahim.

CARA MENYAMBUNG TALI SILATURAHIM

Mengenai cara menyambung silaturahim, kita bisa sebutkan secara agak rinci dalam sebagian langkah berikut. Yaitu dengan berinteraksi bersama mereka dengan baik dan lemah lembut. Sehingga kita kita menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Terhadap kerabat yang lemah, kita berbuat baik kepada mereka, dan bila ada alfa atau berbuat salah, kita memaafkan dan berlapang dada. Jika ada kerabat yang berbuat buruk kepada kita, maka bukan dengan keburukan kita membalasnya, namun dengan berbuat baik kepada mereka, bukan dengan caci maki dan memutuskan tali persaudaraan. Sebab, mereka adalah kerabat kita, orang yang paling pantas untuk dikasihi dan sayangi. Mereka adalah orang terdekat setelah kedua orang tua. Maka sudah sepantasnya kita bergegas-gegas untuk bersimpati meringankan beban kerabat yang kesusahan, menjenguk kerabat yang sakit, ikut berbahagia dalam momen kebahagiaan mereka, juga ikut merasakan pedihnya saat mereka ditimpa duka lara, meringankan kesedihan mereka, bergegas-gegas memenuhi kebutuhan mereka, dan juga sering berkumpul bersama mereka. Ini adalah di antara bentuk rinci dari tata cara kita menyambung tali silaturahim. Dan tentu, semua ini dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Mengenai cara menyambung silaturahim, juga bisa kita sebutkan secara global, yaitu silaturahim itu dikembalikan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku. Jadi, ini berbeda-beda, tergantung dengan waktu dan tempat serta seberapa jauh jalinan kekerabatan ini. Allâh telah menjadikan kerabat lebih berhak untuk menolong kerabatnya. Allâh سبحانه وتعالى berfirman (yang artinya) : Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allâh. Sesungguhnya Allâh Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anfal/8:75)

Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه berkata, “Muliakanlah sanak kerabatmu, karena mereka ibarat sayap yang bisa engkau pergunakan untuk terbang. Dengan bantuan mereka, engkau bisa berlaga dan menang. Mereka adalah senjata saat kesusahan menimpa. Muliakanlah orang mulia di antara mereka! Jenguklah mereka yang sakit! Sertakan mereka dalam urusanmu! Berilah kemudahan kepada orang yang kesulitan di antara mereka. Jangan sampai keluargamu menjadi orang yang paling sengsara oleh sebab (tingkah)mu!

KEUTAMAAN SILATURAHIM MESKI MEREKA BERLAKU BURUK

Seorang Muslim yang mengharapkan pahala dari Allâh سبحانه وتعالى dan kenikmatan akhirat, adalah orang yang senantiasa menyambung hubungan dengan kerabat, meskipun mereka memutusnya. Keburukan tidak dibalas dengan keburukan. Ia tak menghiraukan berbagai sikap dan perlakuan buruk mereka.

Orang yang hanya menyambung persaudaraan dengan orang yang mau menjalin silaturahim dengannya, dan ia memutuskan silaturahim dari orang yang memutuskannya, orang seperti ini tidak dianggap sebagai orang yang menyambung silaturahim. Ia sekedar membalas perlakuan orang lain. dalam Shahih al-Bukhâri, Nabi ﷺ bersabda:

لَيْسَ الوَاصِلُ بِالمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمَهُ وَصَلَهَا

Orang yang menyambung tali silaturahim bukanlah orang yang sekedar menjalin tali kekeluargaan dengan yang menyambungnya; akan tetapi orang yang menyambungnya adalah yang bila ikatan kekerabatannya diputus, iapun tetap menyambungnya.

Jadi, orang yang tetap menyambung tali kekerabatannya, meski kerabatnya berlaku buruk kepadanya, harus tetap bersabar. Dan hendaklah dia bergembira, karena Allâh سبحانه وتعالى senantiasa menjadi penolongnya selama ia dalam keadaannya tersebut.

Pernah seseorang datang kepada Rasûlullâh ﷺ yang mengeluhkan keadaannya dengan kerabatnya. Ia menyebutkan perlakukannya benar terhadap mereka, namun mereka membalasnya dengan keburukan dan memutuskan tali kekerabatan. Tersebut dalam hadits riwayat Imam Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَارَسُوْلُ اللَّهِ إِنَّ لِيْ قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُوْنِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ ويُسِيْئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُوْنَ عَلَيَّ، فَقَالَ (( لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَايَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيْرٌ عَلَيْهِمْ مَادُمْتَ عَلَى ذَلِكَ ))

Dari Abu Hurairah bahwa seorang lelaki berkata, “Ya Rasûlullâh! Sungguh, saya punya kerabat. Saya menyambung tali kekerabatan dengan mereka, namun mereka memutuskan tali itu denganku. Saya berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat buruk kepadaku. Saya berlaku lembut santun kepada mereka, namun mereka berlaku jahil kepadaku. Lalu Beliau ﷺ bersabda, “Kalau memang seperti yang engkau katakan, maka seakan-akan engkau jejalkan abu panas ke mulut mereka; dan Allâh senantiasa akan menjadi penopangmu atas mereka selama engkau dalam keadaan seperti itu.”

Yang disayangkan, kita dapati masih banyak sesama kerabat yang saling memutus tali kekerabatan dalam waktu lama, hanya karena urusan duniawi.

Sebagian orang mungkin tidak menyambung silaturahim terhadap kerabat dikarenakan ada kemungkaran pada diri mereka. Kita katakan bahwa yang menjadi kewajiban adalah tetap mengunjungi dan menyambung tali kekerabatan dengan mereka. Dan diantara bentuk menyambung tali kekerabatan adalah menasehati mereka. Boleh menghajr yaitu mendiamkan mereka bila memang itu sebagai terapi. Adapun kalau memutuskan tali kekerabatan dengan mereka sama sekali, maka itu tidak boleh. Allâh سبحانه وتعالى telah memerintahkan untuk memperlakukan dua orang tua yang musyrik dengan cara yang baik. Allâh سبحانه وتعالى berfirman (yang artinya): Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, (QS. Luqman/ 31: 15)

Sedangkan kerabat kita, orang-orang yang bertalian darah dengan kita, yang membuat kita mengenal mereka tidak lain adalah kedua orang tua, maka sudah seharusnya kita bertakwa kepada Allâh dalam memperlakukan mereka.

Asma’ رضي الله عنها mengatakan bahwa ia berkata kepada Nabi ﷺ , “Ya Rasûlullâh! Ibuku datang kepadaku, ia ingin baktiku. Apakah saya boleh menyambung tali kekeluargaan dengannya? Beliau ﷺ menjawab:

نَعَمْ، صِلِيْ أُمَّكِ

Ya, sambunglah ibumu.” (HR. Muslim) Di antara bentuk menyambung kekerabatan yang lain adalah dengan mendoakan mereka. Ibnu Abi Jamrah berkata seperti disebutkan al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله bahwa silaturahim bisa terwujud dengan harta, juga dengan membantu memenuhi kebutuhan, menolak bahaya, juga dengan menampakkan wajah yang sumringah penuh senyum, dan juga dengan mendoakan mereka.

ANCAMAN MEMUTUS TALI SILATURAHIM

Nabi ﷺ menegaskan pentingnya menyambung silaturahim. Karena beliau menganggapnya sebagai salah satu jalanuntuk meraih kedudukan tinggi dan kemuliaan di sisi Allâh. sekaligus menjadikan tindakan memutuskan tali silaturahim sebagai suatu sebab jauhnya hamba dari Allâh سبحانه وتعالى  sekaligus terhalang dari rahmat-Nya. Nabi ﷺ bersabda:

إنَّ اللَّهَ خَلَقَ الخَلْقَ، حتّى إذا فَرَغَ مِن خَلْقِهِ، قالتِ الرَّحِمُ: هذا مَقامُ العائِذِ بكَ مِنَ القَطِيعَةِ، قالَ: نَعَمْ، أما تَرْضَيْنَ أنْ أصِلَ مَن وصَلَكِ، وأَقْطَعَ مَن قَطَعَكِ؟ قالَتْ: بَلى يا رَبِّ، قالَ: فَهو لَكِ قالَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ: فاقْرَؤُوا إنْ شِئْتُمْ: ﴿فَهلْ عَسَيْتُمْ إنْ تَوَلَّيْتُمْ أنْ تُفْسِدُوا في الأرْضِ وتُقَطِّعُوا أرْحامَكُمْ﴾ [محمد: ٢٢]

Sesungguhnya Allâh menciptakan makhluk. Hingga apabila telah selesai dari menciptanya, Rahim pun berkata: “Posisiku ini adalah dalam posisi meminta perlindungan kepada-Mu dari tindakan memutuskan tali kerahiman.” Allâh berfirman: “Benar. Tidakkah engkau rela kalau Aku menyambung orang yang menyambungmu, dan Aku memutus orang yang memutusmu?” Rahim menjawab: “Mau wahai Rabbi.” Allâh berfi rman: “Itu menjadi milikmu.” Rasûlullâh ﷺ bersabda: “Bacalah kalau kalian mau firman-Nya yang artinya: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (HR. Al-Bukhari)

Maka janganlah sekali-kali engkau memutuskan tali silaturahim, sebab itu adalah bentuk maksiat kepada Allâh سبحانه وتعالى, dan menyebabkan Allâh سبحانه وتعالى memutuskan hubungan denganmu. Sungguh di antara hal yang sangat Allâh سبحانه وتعالى ridhai adalah kalau kita menyambung silaturahim, di mana Allâh سبحانه وتعالى telah memerintahkan untuk menyambungnya. Dan di antara hal yang paling mendatangkan murka Allâh سبحانه وتعالى adalah ketika kita membuat hakhak mereka dibuat terbengkalai, digugurkan, yang pasti membuat sesak di dada, yang menimbulkan permusuhan dan kedengkian, yang merubah keluarga dan kerabat yang harmonis menjadi keluarga yang saling bertolak belakang dan bermusuhan.

Cukuplah kita menghayati ancaman Rasul mengenai para pemutus tali kekerabatan. Beliau bersabda:

لَايَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ

Tidak masuk surga orang yang memutuskan. (HR. AlBukhari dan Muslim)

Sufyan berkata: yaitu orang yang memutuskan tali silaturahim. Dan pemutus hubungan tali silaturahim tidak membawa berkah.

Dalam kitab Syu’abul Iman disebutkan: Dari Nabi ﷺ : Bahwa rahmat tidak turun kepada suatu kaum yang terdapat di sana orang yang memutus tali silaturahim. (Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman; Syaikh Albani menilai dhaif dalam Dha’if al-Adab al-Mufrad)

Abdullah Bin Mas’ud رضي الله عنه pun tidak rela untuk berdoa di suatu majlis yang ada di sana pemutus tali silaturahim. Karena ia akan menghalangi turunnya rahmat dan dikabulkannya doa.

Seorang Muslim yang sangat mengharapkan ridha Allâh سبحانه وتعالى dan selamat di akhirat, tentu ia akan tergerak dan tersentuh dengan nash-nash Rasul tersebut; yang menegaskan bahwa memutus tali silaturahim akan menghalangi rahmat dan menolak doa.

Dan pemandangan yang sangat memilukan, bahwa meski banyak alat dan sarana komunikasi dan transportasi, namun fenomena memutus tali kekerabatan dan tidak saling menziarahi, banyak menyeruak di masyarakat dewasa ini. Bahkan kadang pun karena satu dan lain hal, orangtua pun diputuskan pula hubungannya. Itu semua tidak lain berpangkal karena lemahnya iman, dan kecenderungan manusia pada kehidupan dunia yang fana menggoda; juga kurangnya greget untuk mendapatkan apa yang ada di sisi Allâh kelak di akhirat. Juga karena kerasnya hati, egois, hidup di kubangan diri dan kepentingannya semata. Maka marilah kita upayakan untuk selalu menjaga tali silaturahim dengan tetap berasaskan takwa kita kepada Allâh. sehingga kitapun bisa berjaya mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Majalah As-Sunnah

EDISI KHUSUS [01-02]/TAHUN. XXIII/RAMADHAN-SYAWWAL 1440H/MEI-JUNI 2019M

1 Diterjemahkan dari khutbah Syaikh Khalid bin Ali al-Musyaiqih tentang Shilaturrahim.

Tentang Penulis: Redaksi

Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!