Oleh: Ust. Muhammad Alif
Nabi ﷺ diutus oleh Allâh membawa akidah dan manhaj yang haq lagi terang, sebagai pedoman bagi setiap manusia yang mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka wajib untuk mengikuti manhaj yang dibawa Nabi ﷺ sebagaimana perintah Allâh عزوجل :
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ
Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. (QS. Al-An’âm/6:153)
Juga firman-Nya:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orangorang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allâh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allâh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf/12:108)
Nabi ﷺ bersabda :
قدْ تركتُكمْ على البيضاءِ ليلُها كنهارِها، لا يَزِيغُ عنها بعدي إلا هالكٌ
Sungguh aku telah meninggalkan kalian dalam keadaan (pedoman) yang sangat jelas, malamnya sebagaimana siangnya. Tidak akan ada yang menyeleweng darinya setelahku kecuali dia akan binasa”. (HR. Abu Dawud, no. 4607; at-Tirmidzi, no. 2676 dan Ibnu Majah, no. 43. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’, no. 4369)
Manusia, dalam kehidupan sehari-hari setiap langkahnya membutuhkan manhaj sebagai pedoman agar tidak salah melangkah yang berujung kebinasaan.
Manhaj yang dimaksud ini lebih umum dari akidah. Karena manhaj mencakup akidah, perilaku, akhlaq, mu’amalah dan seluruh kehidupan seorang Muslim. Jadi, semua langkah yang ditempuh oleh seorang Muslim disebut manhaj. Sedangkan akidah adalah pokok-pokok keimanan, termasuk syahadatain dan konsekuensinya.
Yang dimaksud dengan manhaj disini adalah pedoman dan petunjuk yang diajarkan Nabi ﷺ dalam berakidah, beribadah dan bermuamalah, kemudian diamalkan dan didakwahkan para Shahabat sehingga sampai kepada kita.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa seseorang yang sudah mengikuti manhaj Nabi ﷺ ini bisa saja menyimpang dan tergelincir, jika tidak memperhatikan rambu-rambu yang Beliau ﷺ ajarkan.
Diantara yang menyebabkan penyimpangan dan kerusakan dalam akidah dan manhaj seseorang adalah sebagai berikut:
-
Tidak mengetahui masalah akidah dan manhaj yang shahih.
Penyakit kronis yang dapat merusak hidup manusia adalah kebodohan dalam urusan agama. Oleh sebab itu, Nabi ﷺ diperintahkan Allâh untuk belajar dan memohon ilmu yang bermanfaat. Allâh عزوجل berfirman:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Dan katakanlah, “Ya Rabbku! Tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS. Thaha/20:114)
Beliau ﷺ selalu berdoa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allâh :
اللَّهُمَّ إنِّي أسألُكَ عِلمًا نافعًا، ورِزقًا طيِّبًا، وعَملًا مُتقَبَّلًا.
Ya Allâh! Aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima. (HR. Ibnu Mâjah, no. 925. Dan hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani)
Beliau ﷺ juga memerintahkan umatnya untuk senantiasa belajar agama, dalam sabdanya :
طلَبُ العِلمِ فَريضةٌ على كلِّ مُسلمٍ.
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.(HR. Ibnu Mâjah, no. 224. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’, no. 3914)
Kebodohan ini sangat berdampak buruk bagi agama seseorang, sebagaimana perkataan Umar bin Khattab رضي الله عنه :
إنَّمَا تُنْقَضُ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً إذَا نَشَأَ فِي الْإِسْلَامِ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ الْجَاهِلِيَّةَ .
Sesungguhnya ikatan Islam hanya terurai satu persatu apabila di dalam Islam tumbuh orang yang tidak mengetahui perkara jahiliyah”. (Majmû’ Fatâwâ 10/302, Ibnu Taimiyyah)
Jadi, kita wajib mengetahui kebenaran juga kebatilan, mengetahui perintah juga larangan agar bisa selamat dan menjauhi semua yang merusak akidah dan manhaj beragama kita.
-
Mengikuti para da’i sesat dan ahli syubhat.
Allâh عزوجل dan Rasul-Nya telah menyatakan akan kemunculan para dai dan tokoh yang menyesatkan umat. Mereka ini sangat berbahaya bahkan lebih berbahaya daripada pemimpin yang zhalim.
Allâh عزوجل berfirman, yang artinya,
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنصَرُونَ
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong”. (QS. Al-Qashash/28:41).
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّمَا أَخَفُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَّةَ المُضِلِّينَ
Yang aku khawatirkan atas umatku ini adalah tokoh-tokoh yang menyesatkan. (HR. Abu Dawud, no. 4252 dan at-Tirmidzi, no. 2229. Hadits dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ no. 2316)
Nabi ﷺ juga telah menceritakan akan kemunculan para dai yang menyesatkan umat:
يَكُونُ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيْهَا
Akan ada para da’I yang menyeru ke pintu neraka Jahannam. Barangsiapa memenuhi ajakannya, maka ia akan dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Al Bukhâri, no. 3606 dan Muslim, no. 1847).
-
Mengekor hawa nafsu.
Ketika seseorang mengekor hawa nafsu dan mengesampingkan wahyu, maka ini akan merusak manhajnya, karena Allâh عزوجل telah ingatkan agar kita mengikuti wahyu dan tidak mendahulukan yang lain. Allâh عزوجل berfirman, yang artinya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allâh dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat/49:1)
Allâh عزوجل juga telah menegaskan bahwa mengekor hawa nafsu adalah jalan kesesatan. Allâh عزوجل berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allâh sedikitpun? Sesungguhnya Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Qashash/28:50)
-
Ghuluw (berlebih-lebihan) kepada orang shalih.
Sikap ghuluw ini telah merusak akidah dan manhaj umat terdahulu, bahkan menjadi sebab terjadinya kesyirikan pertama kali ditengah-tengah umat manusia. Allâh عزوجل telah mengingatkan umat terdahulu agar tidak bersikap ghuluw dalam beragama, sebagaimana firman-Nya, yang artinya,
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ
“Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allâh kecuali yang benar”. (QS. An-Nisa’/4:171).
Ayat ini, meskipun berisi larangan kepada Ahlul kitab tetapi juga sebagai peringatan dan larangan kepada umat ini. Karena Nabi ﷺ juga telah mengingatkan dan melarang dari sikap yang berbahaya ini dalam haditsnya :
إِيَّاكُمْ وَالغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُوُّ فِي الدِّينِ
Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama. (HR. An-Nasa’i no. 3057 dan Ibnu Mâjah, no. 3029. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ , no. 2680)
-
Taklid buta kepada nenek moyang dan guru.
Fanatik buta kepada nenek moyang, para pembesar dan tokoh ini dapat merusak akidah dan manhaj.
Taklid buta inilah yang menyebabkan para pembesar kafi r Quraisy terhalang dari hidayah. Ketika mereka diajak masuk Islam dan mengikuti risalah Nabi ﷺ mereka malah membanggakan nenek moyang. Ini diceritakan Allâh dalam banyak firman-Nya, diantaranya:
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِم مُّهْتَدُونَ
Bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.
(QS. Az-Zukhruf/43:22)
Juga dalam firman-Nya,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allâh!’ Mereka menjawab, ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”
(QS. Al-Baqarah/2:170)
Sejarah membuktikan bahwa kelompok-kelompok yang menyimpang dari sunnah, diantara sebab utama penyimpangan mereka adalah berpegang teguh kepada pendapat tokoh dan pembesar mereka, meskipun harus menyelisihi al-Quran dan Sunnah serta pendapat para Sahabat رضي الله عنهم .
-
Mengikuti manhaj dan pemikiran yang sesat.
Setiap kelompok sesat memiliki manhaj sendiri yang mereka jadikan sebagai pedoman dalam beramal dan berdakwah. Mereka mengikuti manhaj yang telah dibuat oleh para tokoh masing-masing dalam berdakwah dan beramal, meskipun manhaj tersebut menyelisihi petunjuk Nabi ﷺ .
Jika seseorang tidak memiliki ilmu maka akan mudah terjangkit virus dan syubhat mereka, yang akhirnya akan merusak akidah dan manhajnya.
Manhaj Nabi ﷺ adalah manhaj yang telah difirmankan oleh Allâh,
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ
“Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya.”
(QS. Al-An’am/6:153)
-
Sombong, menolak kebenaran dan tidak mau belajar.
Sikap sombong adalah sifat iblis, yang Allâh عزوجل sebutkan dalam firman-Nya :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfi rman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah/2:34)
Ketika sifat sombong menguasai diri seseorang, maka itu dapat menjerumuskan kepada kesesatan. Nabi ﷺ telah sabdakan tentang arti kesombongan yang sebenarnya :
الْكِبْرُ بَطَرُ الحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia. (HR. Muslim, no. 91)
-
Suka berdebat dan berbantah-bantahan.
Setiap Muslim wajib menjaga akidah dan manhajnya dengan menjahui perdebatan yang tidak membawa kebaikan bagi dirinya. Karena itu hanya akan merusak manhaj dan terkena syubhatsyubhat yang berbahaya. Nabi ﷺ telah sabdakan:
مَاضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّاأُوتُوا الْجَدَلَ
Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapat petunjuk yang ada pada mereka melainkan karena mereka suka berbantah-bantahan. (HR. At-Tirmidzi, no. 3253. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh Ibni Mâjah, no. 45)
Berdebat dan diskusi dibolehkan dalam agama, bahkan ini bagian dari cara berdakwah tetapi harus didasari ilmu dan dengan cara yang baik. Allâh عزوجل berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nah/16:125)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan (saling) nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(QS. Al-’Ashr/103:1-3).
Semoga Allâh عزوجل senantiasa memberikan istiqamah kepada kita semua diatas akidah dan manhaj Ahlis Sunnah dan dijauhkan dari berbagai syubhat dan fitnah. WAllâhu A’lam. [ ]
BAHAN BACAAN :
‘Aqîdatu at-Tauhîd, Syaikh DR. Shalih al-Fauzan. Cet. Pertama, th. 1434 H, dar al Minhaj Riyadh – KSA
Al-Ajwibah al-Mufîdah, Syaikh DR. Shalih alFauzan. Cet. Ke empat, th. 1426 H, dar al minhaj Cairo – Egypt
Hâjatul Ummah lil Manhaj as-Salafi , Syaikh DR. Shalih al-Fauzan. Cet. Pertama th. 1436 H, dar ibnul jauzi Dammam – KSA
Dâ’im Minhaj an-Nubuwwah, Syaikh DR. Muhammad Sa’id Ruslan. Cet. Kedua th. 1432 H, Dar al Furqan, Manafi yah – Egypt.
Majalah As-Sunnah
EDISI 09/TAHUN XXIII/JUMADIL AWWAL 1441H/JANUARI 2020M