Hadits Lemah Tentang Kondisi Pemimpin

oleh -461 Dilihat
oleh

كَماَ تَكُوْنُوا يُوَلَّى عَلَـــــــيكُمْ

Sebagaimana keadaan kalian, itulah keadaan pemimpin kalian.

 

Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi ﷺ dari dua jalur periwayatan:

Jalan Pertama: Dari Jalan periwayatan al-Karmâni bin Amru dari al-Mubârak bin Fudhâlah dari al-Hasan dari Abu Bakrah dari Nabi ﷺ .

Jalan periwayatan ini dikeluarkan oleh al-Qudhâ’I dalam Musnad Asy-Syihâb (1/336) dengan redaksi:

 كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى أَوْ يُؤَمَّرُ عَلَيْكُمْ

Sebagaimana keadaan kalian maka dipimpin atau dijadikan keadaan pemimpin kalian. Dalam sanad hadits ini ada al-Mubârak bin Fudhâlah. Yahya bin Ma’in رحمه الله menjelaskan keadaan al-Mubârak ini dalam beberapa hukum yang berbeda. Pernah Abdullah bin Ahmad bin Hambal bertanya kepada Yahya bin Ma’in رحمه الله tentang al-Mubârak bin Fudhâlah, lalu beliau menjawab: “Dha’iful Hadits seperti ar-Rabî’ bin Shabîh dalam kelemahannya.” 1 .

Al-Mufadhal al-Ghalâbi menyatakan bahwa “Yahya bin Ma’in رحمه الله bernah berkata: ‘ Ar-Rabi’ dan Mubârak dua orang shalih’ ”. Sedangkan Ibnu Abi Khaitsamah رحمه الله meriwayatkan bahwa Yahya bin Ma’in رحمه الله menyatakan ia seorangtsiqah dan kadang berkata, ia perawi lemah.2

Sedangkan Yahya bin Sa’id berkata: “Kami dahulu menulis hadits dari Mubârak di zaman itu dan aku tidak menerima haditsnya kecuali yang ada di sana ucapannya Haddatsana (lafazh jelas mendengar). Demikian juga diriwayatkan dari Abdurrahman bin Mahdi ucapan seperti ini.”3

Abdurrahman bin Mahdi رحمه الله yang menyatakan: “Kami tidak menulis satu hadits pun milik al-Mubârak kecuali hadits yang beliau berkata padanya; ‘Aku telah mendengar langsung dari al-Hasan’ .”

Ali bin al-Madini berkata: “Shalih wasath.” 4

Al-Âjuri berkata bahwa “Abu dawud berkata: ‘Apabila al-Mubârak menyatakan Haddatsana maka ia kredibel dan ia berbuat tadlis’ “. Pernah juga Abu Dawud berkata “Ia seorang yang sangat banyak berbuat tadlis”. 5

Oleh karena itu Al-Hâfi zh berkata: “Shadûq berbuat tadlis dan tadlis taswiyah”. 6

Dalam hadits ini Mubârak bin Fudhâlah tidak menjelaskan pendengarannya dengan lafazh yang jelas dari al-Hasan.

Kemudian ada juga kelemahan lainnya yaituadanya perawi yang majhul seperti disampaikan beberapa ulama hadits, diantaranya:

Imam al-Munâwi berkomentar tentang sanad hadits ini dengan menyatakan, “Ibnu Thâhir berkata: ‘Al-Mubârak walaupun disampaikan adanya kelemahan pada dirinya, namun intinya ada pada para perawi darinya, karena ada pada mereka perawi-perawi majhul”. 7

Al-Hâfi zh Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini dikeluarkan al-Qudhâ’i dalam Musnad asy-Syihâb dan pada sanadnya ke Mubârak ada perawi-perawi yang majhul”. 8

Imam al-‘Ajlûni رحمه الله berkata: “Hadits ini dikeluarkan Ibnu Jamî’ dalam Mu’jamnya dan al-Qadhâ’i dari Abu Bakrah dengan lafazh tanpa ada keraguan” :

 يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

Dalam sanadnya ada perawi-perawi majhul. (Kasyful Khafa` 2/166)

Jalan Yang kedua: Imam al-Munâwi رحمه الله membawakan jalan periwayatan yang lain untuk hadits ini, Beliau menyatakan: “ Imam ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus dan al-Qadhâ’i mengeluarkan hadits ini dari jalan periwayatan Yahya bin Hâsyim dari Yûnus bin Abi Ishâq dari bapaknya dari kakeknya dari Abu Bakrah secara marfu’.” As-Sakhâwi رحمه الله menyatakan : “ Riwayat Yahya masuk dalam kumpulan orang yang memalsukan hadits.”

Al-Baihaqi رحمه الله dalam Syua’bil Imân dari jalur Yahya bin Hâsyim dari Yûnus bin Abi Ishâq dari Abi Ishâq Umar bin Abdillah as-Sabi’i secara mursal dengan lafazh:

كَمَا تَكُوْنُوْنَ كَذَلِكَ يُؤَمَّرُ عَلَيْكُمْ

Kemudian berkata: “Ini terputus dan perawinya yaitu Yahya bin Hisyâm perawi lemah.” (Faidul Qadîr 5/74).

Al-‘Ajlûni رحمه الله berkata: “Hadits ini diriwayatkan al-Hâkim dan ad-Dailami meriwayatkannya dari jalan beliau dari Abu Bakrah secara marfu’.”

Juga al-Baihaqi رحمه الله mengeluarkannya dengan lafazh:

يُؤَمَّرُ عَلَيْكُمْ

Tanpa ada keraguan dan dengan penghapusan Abu Bakrah lalu itu terputus. 9

Hadits ini disampaikan Imam as-Suyuthi رحمه الله dalam ad-Durar al-Muntatsirah Fil Ahâdits alMusytahirah hadits no. 329 dan berkata: “ Hadits ini terputus sanadnya.”

Al-Mulâ ‘Ali al-Qâri رحمه الله membawakan hadits ini dalam al-Asrâr al-Marfu’ah (no. 281) dan asySyaukâni رحمه الله dalam al-Fawâ`id al-Majmu’ah no. 624 dan berkata: “ Dalam sanadnya ada pemalsu hadits dan ada sanad yang terputus.”

Hadits ini juga di lemahkan oleh az-Zarqâni رحمه الله 10 dan al-Albâni رحمه الله dalam Silsilah al-Ahâdits adh-Dha’ifah no. 320, Dha’if al-Jâmi’ no. 4275 dan al-Misykâtul Mashâbih 3717.

Syaikh al-Albâni رحمه الله berkata: “Kemudian hadits ini juga pengertiannya tidak benar secara mutlak menurut saya, karena sejarah mencatat adanya penguasa shalih menggantikan penguasa yang tidak shalih dan masyarakatnya itu itu juga.”11

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn رحمه الله berkata: “Dalam atsar: ( كَمَا تَكُوْنُوا يُوَلَّى عَلَيْكُمْ) artinya Allâh ﷺ memberikan penguasa atas manusia sesuai dengan keadaan mereka. Atsar ini walaupun tidak shahih secara marfu kepada Rasûlullâh ﷺ , akan tetapi pengertiannya benar. Bacalah firman Allâh ﷺ :

 وَكَذٰلِكَ نُوَلِّيْ بَعْضَ الظّٰلِمِيْنَ بَعْضًاۢ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ࣖ

Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan. (QS. Al-An’âm/6:129)

Kami jadikan pemimpin zhalim atas orang zhalim, mengapa? Disebabkan apa yang mereka usahakan. Apabila rakyat berbuat zhalim maka diberikan kepada mereka penguasa yang zhalim. Apabila rakyatnya baik maka akan baik juga pemimpinnya dan demikian juga sebaliknya; apabila baik pemimpinnya maka akan baik juga rakyatnya.” 12

Syaikh Masyhûr ali Salmân setelah menghukumi hadits ini sebagai hadits yang tidak sah menyatakan: “Akan tetapi pengertiannya adalah perkara yang diambil dengan penelitian panjang. Umumnya orang memberikan perhatian mereka sesuai dengan keadaan pemimpin mereka. Ada pernyataan Abu Manshûr ats-Tsa’âlibi (wafat tahun 429 H) dalam kitab beliau Lathâ`ifi al-Ma’ârif yang saya dapati sebuah pernyataan yang indah seputar pengertian hadits ini dan menegaskan bahwa ucapan ini secara umum memiliki pengertian yang benar. Abu Manshûr ts-Tsa’âlibi رحمه الله berkata: ‘ Dahulu yang mendominasi Abdul Mâlik bin Marwan adalah kecintaan kepada syair, lalu orang-orang di zaman beliau melantunkan syair-syair dan mempelajari kisah-kisah para penyair. Yang dominan pada al-Walîd bin Abdul Mâlik adalah kecintaan kepada bangunan dan membangun industri dan masyarakat di zaman beliau bersungguh-sungguh membicarakan pembangunan gedung-gedung dan semangat membangun dan mendirikan bangunan. Dahulu yang dominan pada Sulaimân bin Abdul Mâlik adalah kecintaan kepada makanan dan wanita, lalu masyarakat di zamannya mensifatkan beragam macam makanan dan menceritakan yang lezatlezat serta memperbanyak membicarakan wanita dan bertanya-tanya tentang menikahi wanita-wanita merdeka dan menikmati budak-budak belian serta melampau batas dalam pernikahan. Yang mendominasi Umar bin Abdulazîz adalah cinta shalat dan puasa. Masyarakat di zamannya saling berjumpa seraya seorang berkata kepada yang lainnya: Apa yang datang kepadamu semalam? Berapa yang telah kamu hafalkan dari al-Qur`an, berapa kali mengkhatamkannya? Berapa rakaat kamu shalat semalam? Apakah kamu sekarang berpuasa? Dahulu yang mendominasi pada Yazîd bin Abdul Mâlik adalah kecintaan kepada kuda, dan masyarakat di zaman itu berlomba-lomba menyeleksi kuda dan mendekatinya dengan mengambil yang terbaik dan terbagus. Sedangkan Hisyâm bin Abdul Mâlik dominan menyukai pakaian dan jenis pakaian yang mewah. Masyarakat di zamannya berlomba-lomba dalam perniagaan pakaian dan meragamkan jenis-jenisnya. Al-Walîd bin Yazîd dahulu senang berfoya-foya, minum-minum dan mendengarkan hal-hal yang sia sia. Masyarakat di zamannya sibuk dengan poya poya dan memudah-mudahkan minum an-Nabîdz serta berpendapat bolehnya mendengar musik. Sungguh benar pernyataan: Manusia itu sesuai dengan agama raja-raja mereka dan kekuasaan adalah pasar yang menarik semua yang mengeluarkan hartanya di sana.’

Kalau begitu pernyataan ini adalah hikmah yang diambil dari penelitian sejarah manusia. Adapun penyandarannya kepada Nabi ﷺ sebagai hadits, maka itu tidak sah. Wallâhu a’lam “ 13

KESIMPULANNYA:

Hadits ini adalah hadits yang lemah yang tidak boleh disandarkan kepada Rasûlullâh ﷺ . Namun secara pengertian maka itu benar sesuai dengan sejarah yang telah terjadi. Wallâhu a’lam. [ ]

Footnote:

  1. Al-Kâmil Fi Dhu’afa` ar-Rijâl 4/3812 Al-Liqa` asy-Syahri 3/287
  2. Lihat Tahdzîb at-Tahdzîb 10/30
  3. Lihat Tahdzîb at-Tahdzîb 10/30
  4. Su’alât Ibnu Abi Syaibah Li Ibnil Madini 1/59
  5. Tahdzîb at-Tahdzîb 10/30
  6. At-Taqrîb no. 6464
  7. Faidhul Qadîr 5/47
  8. Takhrîj Ahâdits al-Kasyâf 1/345
  9. Kasyful Khafa` 2/166
  10. Mukhtashar al-Maqâshid al Hasanah no. 772
  11. Silsilah adh-Dha’ifah hadits no. 320
  12. Al-Liqa` asy-Syahri 3/287
  13. Lihat https://ar.islamway.net/fatwa/30910/

Majalah As-Sunnah EDISI 05/TAHUN. XXIII/MUHARRAM 1441H/SEPTEMBER 2019M

Tentang Penulis: Redaksi

Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!