Abu Isma’il Muslim al Atsari
Agama Islam ibarat sebuah bangunan kokoh yang menaungi pemeluknya dan menjaganya dari bahaya dan keburukan. Bangunan Islam ini memiliki lima tiang penegak, sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih. Maka alangkah pentingnya kita memahami masalah ini dengan keterangan ulama Islam. Berikut ini adalah hadits-hadits tersebut.
Hadits Pertama
عبدالله بن عمر قال قال رسول الله ص بُنِيَ الإسْلَامُ علَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وأنَّ مُحَمَّدًا رَسولُ اللَّهِ، وإقَامِ الصَّلَاةِ، وإيتَاءِ الزَّكَاةِ، والحَجِّ، وصَوْمِ رَمَضَانَ.
Dari Ibnu Umar c , dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan”. (HR Bukhari, no. 8).
Hadits Kedua
بُنِيَ الإسْلامُ علَى خَمْسَةٍ: علَى أنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ، وإقامِ الصَّلاةِ، وإيتاءِ الزَّكاةِ، وصِيامِ رَمَضانَ، والْحَجِّ. فَقالَ رَجُلٌ: الحَجُّ، وصِيامُ رَمَضانَ؟ قالَ: لا، صِيامُ رَمَضانَ، والْحَجُّ. هَكَذا سَمِعْتُهُ مِن رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ.
Dari Ibnu Umar c , dari Nabiﷺ , beliau bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak),: mentauhidkan (mengesakan) Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan hajji”. Seorang laki-laki mengatakan: “Haji dan puasa Ramadhan,” maka IbnuUmar berkata: “Tidak, puasa Ramadhan dan haji, demikian ini aku telah mendengar dari Rasulullahﷺ “. (HR. Muslim, no. (16)-19)
Hadits Ketiga
بُنيَ الإسلامُ على خمسٍ : على أنْ يُعبدَ اللهُ ويُكفرَ بما دونهُ ، وإقامِ الصلاةِ ، وإيتاءِ الزكاةِ ، وحجِّ البيتِ ، وصومِ رمضانَ
Dari Ibnu Umar c , dari Nabiﷺ , beliau bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): beribadah kepada Allah dan mengingkari (peribadahan) kepada selainNya, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (HR Muslim, no. (16)-20).
Hadits Keempat
بُنِيَ الإسْلَامُ علَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وأنَّ مُحَمَّدًا رَسولُ اللَّهِ، وإقَامِ الصَّلَاةِ، وإيتَاءِ الزَّكَاةِ، والحَجِّ، وصَوْمِ رَمَضَانَ.
Abdullah (Ibnu Umar) c berkata: Rasulullahﷺ bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya; menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan”. (HR. Muslim, no. (16)-21).
Hadits Kelima
أنَّ رَجُلًا قالَ لِعَبْدِ اللهِ بنِ عُمَرَ: ألا تَغْزُو؟ فقالَ: إنِّي سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، يقولُ: إنَّ الإسْلامَ بُنِيَ علَى خَمْسٍ: شَهادَةِ أنَّ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وإقامِ الصَّلاةِ، وإيتاءِ الزَّكاةِ، وصِيامِ رَمَضانَ، وحَجِّ البَيْتِ.
Dari Thawus, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar c : “Tidakkah Anda berperang?”, maka dia berkata: “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullahﷺ bersabda,’Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (tanggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan; dan hajji’.” (HR Muslim, no. (16)-22).
KEDUDUKAN HADITS
Hadits ini memiliki kedudukan yang agung, karena menerangkan rukun Islam yang merupakan tonggaktonggak agama yang mulia ini. Di antara perkataan ulama yang menunjukkan keagungan kedudukan hadits ini ialah :
- Imam al Qurthubi t berkata,”Yang dimaksudkan, bahwa lima ini merupakan dasardasar agama Islam dan kaidah-kaidahnya, yang agama Islam dibangun diatasnya, dan dengannya Islam tegak”. (Syarh Arba’in Haditsan, hlm. 20, karya Ibnu Daqiqil ‘Id).
- Imam an Nawawi t berkata,”Sesungguhnya hadits ini merupakan pokok yang besar di dalam mengenal agama (Islam), dan agama (Islam) bersandar di atas hadits ini, dan hadits ini mengumpulkan rukun-rukunnya.” (Syarh Muslim, karya Nawawi, 1/152).
- Syaikh Nazhim Muhammad Sulthan berkata: “Hadits ini memiliki urgensi yang besar, karena hadits ini memberikan penjelasan dasar-dasar dan kaidah-kaidah Islam, yang Islam dibangun di atasnya, yang dengannya seorang hamba menjadi muslim, dan dengan tanpa itu semua seorang hamba lepas dari agama”. (Qawaid wa Fawaid minal Arba’in Nawawiyah, hlm. 53).
Setelah kita mengetahui hal ini, maka sepantasnya kita memperhatikan hadits ini, memahami dengan sebaik-baiknya dan menyebarkannya.
KETERANGAN DAN FAIDAH HADITS
Kewajiban umat mengambil dan memahami agama ini melalui para ulama yang terpercaya. Maka inilah di antara penjelasan para ulama terhadap hadits yang agung ini.
- Islam hilang tanpa syahadatain.
Imam Ibnu Rajab al Hambali (wafat tahun 795 H) t berkata: “Maksud hadits ini adalah menggambarkan Islam sebagaimana bangunan, sedangkan tiang-tiang bangunannya adalah (yang) lima ini. Sehingga, bangunan itu tidak dapat tegak kokoh, kecuali dengan kelimanya. Sedangkan bagian-bagian Islam yang lain seperti pelengkap bangunan. Apabila sebagian pelengkap ini tidak ada, maka bangunan itu kurang (sempurna), namun masih tegak, tidak roboh dengan kurangnya hal itu. Berbeda dengan robohnya lima tiang ini. Sesungguhnya Islam akan hilang –tanpa kesamarandengan ketiadaan kelimanya semuanya. Demikian juga Islam akan hilang dengan ketiadaan dua syahadat. Yang dimaksudkan dengan dua syahadat adalah iman kepada Allah dan RasulNya… Dengan ini diketahui, bahwa iman kepada Allah dan RasulNya termasuk dalam kandungan Islam”. (Diringkas dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 145, karya Imam Ibnu Rajab, dengan penelitian Syu’aib al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Penerbit ar Risalah, Cet. Kelima, Th. 1414H/1994M).
- Makna syahadat dan kandungannya.
Hafizh Ibnu Hajar (wafat th 852 H) mengatakan, yang dimaksudkan syahadat disini ialah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullahn, sehingga mencakup keyakinan rukun iman yang enam dan lainnya. (Fathul Bari, hadits no. 8).
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh berkata: “Islam adalah amalan-amalan lahiriyah. Namun Islam ini tidak sah, kecuali dengan kadar yang mengesahkannya yang berupa iman, yaitu iman yang wajib kepada rukun iman yang enam. Iman yang wajib, maksudnya, ukuran paling sedikit dari iman yang dengannya seseorang menjadi orang Islam. Ini dimuat di dalam sabda Nabi: “Engkau bersyahadat Laa ilaaha illa Allah”. Karena makna syahadat adalah keyakinan, perkataan dan pemberitaan (pemberitahuan). Sehingga syahadat mencakup tiga perkara ini. Rukun iman yang enam, kembalinya kepada keyakinan tersebut”. (Syarah Arba’in Nawawiyah, hadits no. 2, hlm. 14 pada kitab saya).
- Syahadat dilakukan dengan lisan, hati, dan berdasarkan ilmu.
Penulis kitab Fawaid Ad Dzahabiyah: Seseorang wajib bersyahadat dengan lidahnya, dengan keyakinan hatinya, bahwa Laa ilaaha illa Allah, maknanya ialah, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah. Yaitu engkau bersyahadat dengan lidahmu, dengan keyakinan hatimu bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dari kalangan makhluk, baik Nabi, wali, orang shalih, pohon, batu, ataupun lainnya, kecuali Allah. Dan yang diibadahi dari selain Allah adalah batil. Allah l berfirman :
ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْحَقُّ وَاَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖ هُوَ الْبَاطِلُ وَاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq, dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (ibadahi) selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar -QS al Hajji ayat 62. (Dinukil dari kitab al Fawaid adz Dzahabiyah min Arba’in Nawawiyah, hlm. 18, faidah ke-10. Dikumpulkan oleh Abu Abdillah Hammud bin Abdillah al Mathor dan Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz).
- Makna Syahadatain.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh berkata: “Barangsiapa bersyahadat Laa ilaaha illa Allah, berarti dia meyakini dan memberitakan, bahwa tidak ada sesuatupun berhak terhadap seluruh jenisjenis ibadah, kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan di dalam kandungannya, orang yang menghadapkan ibadah kepada selainNya, maka dia adalah orang yang zhalim, melanggar batas terhadap hak Allah Ta’ala.
Dan syahadat “Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu seseorang meyakini, memberitakan dan mengumumkan bahwa Muhammad, yaitu Muhammad bin Abdullah, dari suku Quraisy, dari kota Mekkah, adalah utusan dari Allah dengan sebenarnya. Dan sesungguhnya, wahyu turun kepada beliau, sehingga beliau memberitakan dengan apa yang Allah katakan. Bahwasanya beliau hanyalah mubaligh (orang yang menyampaikan) dari Allah Ta’ala. Dan ini jelas dari kata rasul, karena rasul maknanya (secara bahasa Arab, Pen.) adalah mubaligh”. (Syarah Arba’in Nawawiyah, hadits no. 3, hlm. 27 pada kitab saya).
Adapun syahadat “Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu beriman kepadanya, bahwa beliau adalah utusan Allah, Dia mengutusnya kepada seluruh manusia, sebagai basyir (pembawa berita gembira) dan nadzir (pembawa berita ancaman). Sehingga berita-berita dari beliau diyakini, perintahperintahnya dilaksanakan, apa yang dilarang beliau, ditinggalkan, dan beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang beliau syari’atkan. (Al Hadits fiah an Nasyiah, hlm. 49, karya Dr. Falih bin Muhammad ash Shaghir dan Adil bin Abdusy Syakur az Zirqi).
- Urgensi shalat.
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, yang dimaksudkan shalat disini adalah, selalu melaksanakannya atau semata-mata melakukannya.” (Fathul Bari, hadits no. 8).
Sesungguhnya shalat merupakan tiang agama Islam, sebagaimana tiang pada tenda. Tenda itu tidak berdiri, kecuali dengan tiang tersebut. Jika tiang itu roboh, maka tenda pun roboh. Nabi Muhammadﷺ bersabda:
رأسُ الأمرِ الإسلامُ وعمودُهُ الصَّلاةُ وذِروةُ سَنامِهِ الجِهادُ
Pokok urusan (agama) itu adalah Islam (yaitu: dua syahadat), tiangnya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah jihad. (HR Tirmidzi, no. 2616; Ibnu Majah, no. 3872; Ahmad, juz 5, hlm. 230, 236, 237, 245; dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih al Jami’ush Shaghir, no. 5126).
- Hukum orang yang tidak shalat.
Meninggalkan shalat ada dua bentuk.
Pertama, meninggalkan shalat sama sekali dengan tidak meyakini kewajibannya. Maka pelakunya kafir dengan kesepakatan ulama.
Kedua, meninggalkan shalat sama sekali, karena malas atau sibuk, dengan meyakini kewajibannya. Dalam masalah ini, para ulama Ahlus Sunnah berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat pelakunya belum kafir, sebagian yang lain mengkafirkannya. Pendapat kedua inilah yang lebih kuat -insya Allahberdasarkan banyak dalil dan perkataan Salafush Shalih. Nabi ﷺ bersabda:
إنَّ بيْنَ الرَّجُلِ وبيْنَ الشِّرْكِ والْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاةِ.
Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR Muslim, no. 82; Tirmidzi, no. 2618; Abu Dawud, no. 4678; Ibnu Majah, no. 1078).
Imam Nawawi t berkata: “Makna ‘(batas) antara seseorang dengan kesyirikan adalah meninggalkan shalat’, bahwa yang menghalangi dari kekafirannya adalah keadaannya yang tidak meninggalkan shalat. Maka jika dia telahm eninggalkannya, tidak tersisa penghalang antara dia dengan kesyirikan, bahkan dia telah masuk ke dalamnya”. (Syarah Muslim, hadits no. 82).
Pendapat yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah pendapat mayoritas sahabat. (Lihat Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’ wal Bida’, juz 1, hlm. 172-177).
- Urgensi zakat dan hukum tidak membayar zakat.
Rukun Islam ketiga adalah membayar zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat itu Allah wajibkan atas harta-harta orang yang mampu, dengan perincian yang dibahas oleh para ulama di dalam kitab-kitab fiqih. Orang yang sudah wajib zakat, namun tidak membayarnya, maka ia mendapatkan dosa besar dan ancaman yang keras. Namun dia tidak menjadi kafir, jika masih mengimani kewajibannya. Nabiﷺ bersabda :
ما من صاحِبِ ذَهبٍ ولا فِضَّةٍ ، لا يُؤَدِّي مِنْها حقَّها ، إلَّا إذا كان يومُ القِيامةِ ، صُفِحَتْ لهُ صَفائِحُ من نارٍ ، فأُحْمِىَ عليْها في نارِ جهنَّمَ ، فيُكْوَى بِها جنْبُهُ ، وجَبينُهُ ، وظهْرُهُ ، كُلَّما بَرُدَتْ أُعيدَتْ لهُ ، في يومٍ كان مِقدارُهُ خَمسينَ ألْفَ سنةٍ ، حتى يُقضَى بين العِبادِ ، فيُرَى سبيلُهُ ، إِمّا إلى الجنةِ ، وإمَّا إلى النارِ.
Pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya darinya (yaitu zakat), maka jika telah terjadi hari Kiamat, dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari neraka, kemudian lempengan-lempengan dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari Kiamat), yang satu hari ukurannya lima puluh ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau, akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka. (HR Muslim, no. 987, dari Abu Hurairah).
Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar Ruhaili (dosen Universitas Islam Madinah, Arab Saudi) berkata,”Hadits ini menyatakan, bahwa orang yang tidak berzakat mendapatkan balasan siksaan, dikarenakan dia meninggalkan zakat. Kemudian dia akan melihat jalannya, mungkin menuju surga atau neraka. Jika dia menjadi kafir, maka pasti di dalam neraka, karena sesungguhnya surga diharamkan atas orang kafir. Ini menunjukkan tetapnya keislaman orang tersebut dan tidak kafirnya dengan sebab dia meninggalkan zakat, jika dia mengakui kewajibannya, wallahu a’lam.” (Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’ wal Bida’, juz 1, hlm. 178).
- Urgensi puasa Ramadhan. Rukun Islam keempat adalah berpuasa pada bulan Ramadhan.
Yaitu beribadah kepada Allah dengan menahan perkara yang membatalkan puasa, semenjak terbit fajar shadiq sampai tenggelam matahari. Umat telah sepakat tentang kewajiban puasa Ramadhan. Orang yang mengingkarinya adalah kafir dan murtad dari Islam.
- Kedudukan haji.
Rukun Islam kelima adalah haji. Y aitu beribadah kepada Allah dengan pergi ke kota Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kewajiban haji ini bagi orang yang memiliki kemampuan, yang mencakup tiga perkara.
Pertama, sehat jasmani.
Kedua, bekal yang cukup untuk pergi dan pulang, bagi dirinya maupun bagi keluarganya yang ditinggalkan.
Ketiga, keamanan perjalanan menuju tanah suci.
Orang Islam yang memiliki kemampuan, namun tidak berhaji, maka dia benar-benar terhalang dari kebaikan. Nabiﷺ bersabda :
إنَّ اللَّهَ يقولُ إنَّ عبدًا صحَّحتُ لَهُ جسمَهُ ووسَّعتُ عليهِ معيشتَهُ تمضي عليهِ خمسةُ أعوامٍ لا يفِدُ إليَّ لمَحرومٌ .
Sesungguhnya Allah befirman : “Sesungguhnya seorang hamba yang telah Ku-sehatkan badannya, dan telah Ku-lapangkan penghidupannya, telah berlalu lima tahun, dia tidak datang kepadaKu, dia benar-benar orang yang terhalang dari kebaikan”. (HR Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan al Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al Hilali di dalam Mausu’ah al Manahi asy Syar’iyyah, juz 2, hlm. 100).
10.Kewajiban memahami hadits dengan memahami hadits-hadits yang semakna.
Contoh di dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan, haji didahulukan daripada puasa. Namun di dalam sebuah riwayat Imam Muslim disebutkan, puasa didahulukan daripada haji. Ini mengisyaratkan bahwa lafazh riwayat Imam Bukhari diriwayatkan dengan makna. (Lihat Fathul Bari, syarah hadits no. 8). Ini hanya sebagian contoh tentang faidah memahami hadits dengan menggabungkannya dengan hadits yang semakna.
11.Agama Islam bukan lima ini saja.
Hadits ini menjelaskan lima dasar atau rukun agama Islam. Ini berarti, agama Islam bukan hanya lima ini saja, tetapi lima ini adalah rukunnya. Bahkan kita wajib masuk ke dalam agama Islam ini secara keseluruhan, baik dalam masalah aqidah, ibadah, mu’amalah, pakaian dan lain-lain, dari ajaran agama Islam yang ada di dalam al Kitab dan as Sunnah. Allah k berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS al Baqarah : 208).
12.Mengapa jihad tidak termasuk rukun Islam.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Jihad tidak disebut, karena (hukumnya) fardhu kifayah. Jihad tidaklah fardhu ‘ain, kecuali pada beberapa keadaan. Oleh karena itu, Ibnu Umar c menjadikannya
sebagai jawaban terhadap orang yang bertanya (kepadanya). Di dalam akhir (hadits) riwayat (Imam) Abdurrazaq terdapat tambahan “dan jihad itu termasuk amalan yang baik”. (Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, hadits no. 8).
Imam Ibnu Rajab menyebutkan dua alasan tidak disebutkannya jihad di dalam rukun Islam yang lima.
Pertama, bahwa jihad hukumnya fardhu kifayah, menurut mayoritas ulama, sedangkan lima rukun ini fardhu ‘ain.
Kedua, bahwa jihad akan berhenti di akhir zaman,myaitu setelah turunnya Nabi Isa. Waktu itu, agama yang ada hanya Islam, sehingga tidak ada jihad. Adapun lima rukun ini merupakan kewajiban mukminin sampai hari Kiamat. (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 152).
Demikian sedikit keterangan tentang hadits yang agung ini. Semoga bermanfaat bagi penyusun dan para pembaca.
Majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun IX/1427H/2006M