Ustadz Yazid bin AbdilQadir Jawwas
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ -رضي الله عنه- قَالَ: قَالَ رسُول الله ﷺ : (( اِفْترقَتِ اليَهودُ علَى إِحدى وسبعينَ فِرقةً فَوَاحِدَةٌ في الجنَّةِ وسَبعونَ في النَّارِ، وافتَرقتِ النَّصارَى علَى ثنتَينِ وسبعينَ فرقةً؛ فإحدَى وسَبعونَ في النَّارِ وواحدةٌ في الجنَّةِ، والَّذي نفسي بيدِهِ لتفترِقَنَّ أمَّتي علَى ثلاثٍ وسَبعينَ فرقةً؛ واحِدةٌ في الجنَّةِ واثنتانِ وسَبعونَ في النَّارِ. قيلَ : يا رسولَ اللَّهِ، من هُم؟ قالَ : ( الجماعةُ ).
Dari Sahabat ‘Auf bin Mâlik رضي الله عنه , ia berkata, “Rasûlullâh ﷺ bersabda, ‘Umat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk neraka. Umat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71 (tujuh puluh satu) golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh umatku akan berpecah-belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, hanya satu (golongan) masuk surga dan 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka.’ Rasûlullâh ﷺ ditanya, ‘Wahai Rasûlullâh, ‘siapakah mereka (satu golongan yang selamat) itu ?’ Rasûlullâh ﷺ menjawab, “al-Jamâ’ah.’”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
- Ibnu Mâjah dan lafazh ini miliknya, dalam Kitâbul Fitan, Bâb Iftirâqul Umam (no. 3992).
- Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitâbus Sunnah (no. 63).
- al-Lalika-i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 149).
Hadits ini hasan. Lihat Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1492).
Dalam riwayat lain disebutkan tentang golongan yang selamat yaitu orang yang mengikuti Rasûlullâh ﷺ dan para Sahabatnya رضي الله عنه .
Beliau ﷺ bersabda :
… كُلُّهُمْ فِيْ النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً: مَا أَنا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
” …Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.”1
SYARAH HADITS
Islam yang Allâh سبحانه وتعالى karuniakan kepada kita, yang harus kita pelajari, pahami, dan amalkan adalah Islam yang bersumber dari al-Qur’ân dan Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Sahabat (Salafush Shalih). Pemahaman para Sahabat رضي الله عنه yang merupakan aplikasi (penerapan langsung) dari apa yang diajarkan oleh Rasûlullâh ﷺ adalah satu-satunya pemahaman yang benar.
Aqidah serta manhaj mereka adalah satu-satunya yang benar. Sesungguhnya jalan kebenaran menuju kepada Allâh hanya satu, sebagaimana sabda Rasûlullâh ﷺ dalam hadits di atas.
Satu golongan dari umat Yahudi yang masuk Surga adalah mereka yang beriman kepada Allâh سبحانه وتعالى dan kepada Nabi Musa عليه السلام serta mati dalam keadaan beriman. Dan begitu juga satu golongan Nasrani yang masuk surga adalah mereka yang beriman kepada Allâh dan kepada Nabi ‘Isa عليه السلام sebagai Nabi, Rasul dan hamba Allâh serta mati dalam keadaan beriman.2 Adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ , maka semua umat Yahudi dan Nasrani wajib masuk Islam, yaitu agama yang dibawa oleh Rasûlullâh ﷺ sebagai penutup para Nabi.
Prinsip ini berdasarkan hadits Nabi ﷺ :
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحُمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلَانَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.
Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seorang dari umat Yahudi dan Nasrani yang mendengar tentangku (Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, niscaya ia termasuk penghuni Neraka.” (HR. Muslim (no. 153), dari Sahabat Abu Hurairah z )
‘Abdullah bin Mas‘ûd z berkata :
خَطَّ لنا رسولُ اللهِ – صلَّى اللهُ عليه وسلَّم – خَطًّا بِيَدِهِ، ثم قال : هذا سبيلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًا ، وَ خَطَّ خطوطًا عن يمينِه وعن شمالِه ، ثُمَّ قال : هذه سُبُلٌ (متفرقَةٌ) ، لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شيطانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ : ﴿ وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ﴾
Rasûlullâh ﷺ membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allâh yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di sana ada setan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya beliau ﷺ membaca firman Allâh سبحانه وتعالى , “Dan sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’âm/6:153) 3
Dalam hadits ini, Rasûlullâh ﷺ menjelaskan ayat dalam surat al-An’âm bahwa jalan menuju Allâh سبحانه وتعالى hanya satu, sedangkan jalan-jalan menuju kesesatan banyak sekali. Jadi wajib bagi kita mengikuti shirathal mustaqim dan tidak boleh mengikuti jalan, aliran, golongan, dan pemahaman-pemahaman yang sesat, karena dalam semua itu ada setan yang mengajak kepada kesesatan.
Imam Ibnul Qayyim t (wafat tahun 751 H) berkata, “Hal ini disebabkan jalan menuju Allâh l hanya satu. Jalan itu adalah ajaran yang telah Allâh سبحانه وتعالى wahyukan kepada para rasul -Nya dan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada mereka. Tidak ada seorang pun yang bisa sampai kepada-Nya tanpa melalui jalan tersebut. Sekiranya umat manusia mencoba seluruh jalan yang ada dan berusaha mengetuk seluruh pintu yang ada, maka seluruh jalan itu tertutup dan seluruh pintu itu terkunci kecuali dari jalan yang satu itu. Jalan itulah yang berhubungan langsung kepada Allâh سبحانه وتعالى dan menyampaikan merekakepada-Nya.”4
Akan tetapi, faktor yang membuat kelompok-kelompok dalam Islam itu menyimpang dari jalan yang lurus adalah kelalaian mereka terhadap rukun ketiga yang sebenarnya telah diisyaratkan dalam al-Qur’ân dan Sunnah, yakni memahami al-Qur’ân dan Sunnah menurut pemahaman assalafush shalih. Surat al-Fâtihah secara gamblang telah menjelaskan ketiga rukun tersebut, Allâh سبحانه وتعالى berfi rman :
﴿ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ﴾
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (QS. alFâtihah/1:6)
Ayat ini mencakup rukun pertama (al-Qur’ân) dan rukun kedua (Sunnah), yakni merujuk kepada al-Qur’ân dan Sunnah, sebagaimana telah dij elaskan di atas.
Allâh l berfi rman :
﴿ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ﴾
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. al-Fâtihah/1:7)
Ayat ini mencakup rukun ketiga, yakni merujuk kepada pemahaman assalafush shalih dalam meniti jalan yang lurus tersebut. Padahal sudah tidak diragukan bahwa siapa saja yang berpegang teguh dengan al-Qur’ân dan Sunnah pasti telah mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus. Disebabkan metode manusia dalam memahami al-Qur’ân dan Sunnah berbeda-beda, ada yang benar dan ada yang salah, maka wajib memenuhi rukun ketiga untuk menghilangkan perbedaan tersebut, yakni merujuk kepada pemahaman assalafush shalih. 5
Tentang wajibnya mengikuti pemahaman para Sahabat, Allâh سبحانه وتعالى berfi rman :
﴿ وَمَنْ يُّشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدٰى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهٖ مَا تَوَلّٰى وَنُصْلِهٖ جَهَنَّمَۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًا ࣖ ﴾
Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. anNisâ’/4:115)
Uraian di atas merupakan penegasan bahwa generasi yang paling utama yang dikaruniai ilmu dan amal shalih oleh Allâh سبحانه وتعالى adalah para Sahabat Rasul ﷺ . Hal itu karena mereka telah menyaksikan langsung turunnya al-Qu’rân, menyaksikan sendiri penafsiran yang shahih yang mereka pahami dari petunjuk Rasûlullâh ﷺ yang mulia. Karena itu, wajib bagi kita mengikuti pemahaman mereka.
Setiap Muslim dan Muslimah dalam sehari semalam minimal 17 (tujuh belas) kali membaca ayat :
﴿ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ﴾
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. al-Fâtihah/1:6-7)
Ibnul Qayyim t berkata, “Perhatikanlah hikmah berharga yang terkandung dalam penyebutan sebab dan akibat ketiga kelompok manusia (yang tersebut di akhir surat al-Fâtihah) dengan ungkapan yang sangat ringkas. Nikmat yang dicurahkan kepada kelompok pertama adalahnikmat hidayah, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.”6
Permohonan dan doa seorang Muslim setiap hari agar diberikan petunjuk ke jalan yang lurus harus direalisasikan dengan menuntut ilmu syar’i, belajar agama Islam yang benar berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Sahabat (pemahaman assalafush shalih), dan mengamalkannya sesuai dengan pengamalan mereka. Artinya, umat Islam harus melaksanakan agama yang benar menurut cara beragamanya para Sahabat, karena sesungguhnya mereka adalah orang yang mengikuti Sunnah Nabi ﷺ dengan benar.
Nabi ﷺ menjelaskan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah z tentang akan terjadinya perselisihan dan perpecahan di tengah kaum Muslimin. Kemudian beliau ﷺ memberikan jalan keluar yang terbaik yaitu, berpegang kepada sunnah beliau ﷺ dan sunnah Khulafâ-ur Rasyidin رضي الله عنه serta menjauhkan semua bid’ah dalam agama yang diada-adakan. Beliau ﷺ bersabda :
… فإنَّه مَن يَعِشْ منكم فسيَرَى اختِلافًا كثيرًا، فعليكم بسُنَّتي وسُنَّةِ الخُلَفاءِ الرَّاشِدينَ المَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“…Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, karenanya hendaklah kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin. Peganglah erat-erat Sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.’”7
Mu’âdz z bin Jabal z berkata, ‘Tidakkah kalian mendengar apa yang disabdakan Rasûlullâh ﷺ ?’ Mereka berkata, ‘Apa yang beliau ﷺ ucapkan?’ Beliau ﷺ bersabda,
إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ، فَقَالُوْا: فَكَيْفَ لَنَا يَارَسُوْلَ اللَّهِ؟ وَكَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ: تَرْجِعُوْنَ إِلَى أَمْرِكُمُ الأَوَّلِ
Sungguh akan terjadi fitnah”, Mereka berkata, ‘Bagaimana dengan kita, wahai Rasûlullâh ? Apa yang kita perbuat?’ Beliau ﷺ bersabda, “Hendaknya kalian kembali kepada urusan kalian yang pertama kali.”8
Apabila umat Islam kembali kepada al-Qur’ân dan Sunnah dan mereka memahami Islam menurut pemahaman Salaf dan mengamalkannya menurut cara yang dilaksanakan Rasûlullâh ﷺ dan para Sahabatnya, maka umat Islam akan mendapatkan hidayah (petunjuk), barakah, ketenangan hati, terhindar dari berbagai macam fitnah, perpecahan, perselisihan, bid’ah-bid’ah, pemahaman-pemahaman dan aliran yang sesat. Bila umat Islam berpegang teguh dengan aqidah, manhaj, pemahaman, dan cara beragama yang dilaksanakan oleh Rasûlullâh ﷺ dan para Sahabatnya رضي الله عنه maka Allâh سبحانه وتعالى akan memberikan kepada kaum Muslimin keselamatan, kemuliaan, kejayaan dunia dan akhirat serta diberikan pertolongan oleh Allâh سبحانه وتعالى untuk mengalahkan musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir dan munafiqin.
Realita kondisi umat Islam yang kita lihat sekarang ini adalah umat Islam mengalami kemunduran, terpecah-belah dan mendapatkan berbagai musibah dan petaka, dikarenakan mereka tidak berpegang teguh kepada aqidah dan manhaj yang benar dan tidak melaksanakan syariat Islam sesuai dengan pemahaman Sahabat, serta banyak dari mereka yang masih berbuat syirik dan menyelisihi Sunnah Rasûlullâh ﷺ .
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
…وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمْنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“… Dij adikan kehinaan dan kerendahan atas orang-orang yang menyelisihi Sunnahku. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”9
Pertama kali yang harus diluruskan dan diperbaiki adalah aqidah dan manhaj10 umat Islam dalam meyakini dan melaksanakan agama Islam. Hal ini merupakan upaya untuk mengembalikan jati diri umat Islam untuk mendapatkan ridha Allâh سبحانه وتعالى dan kemuliaan di dunia dan di akhirat.
FAWÂ-ID HADITS
- Para Sahabat Nabi رضي الله عنه adalah orang-orang mulia yang paling dalam ilmu dan hujjahnya. (lihat QS. Saba’/34:6 ; Muhammad/47:16)
- Para Sahabat Nabi رضي الله عنه menjadi sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami al-Qur’ân dan As-Sunnah.
- Mengikuti manhaj Para Sahabat Nabi رضي الله عنه adalah jaminan mendapat keselamatan dunia dan akhirat. (lihat QS. an-Nisâ’/4: 115)
- Mencintai para Sahabat Nabi ﷺ berarti iman, sedang membenci mereka berarti kemunafikan.
- Kesepakatan (ijma’) para Sahabat Nabi رضي الله عنه adalah hujjah yang wajib diikuti setelahal-Qur’ân dan as-Sunnah. (lihat QS. An Nisâ’/4:115 dan hadits al-‘Irbâdh bin Sariyah z )
- Para Sahabat Nabi رضي الله عنه adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada agama Islam yang berarti mereka telah mendapat petunjuk, dengan demikian mengikuti mereka adalah wajib.
- Keridhaan Allâh سبحانه وتعالى dapat diperoleh dengan mengikuti para Sahabat Nabi رضي الله عنه , baik secara kelompok maupun individu. (lihat QS. at-Taubah/9:100)
- Para Sahabat Nabi رضي الله عنه adalah orangorang yang menyaksikan perbuatan, keadaan, dan perjalanan hidup Rasûlullâh ﷺ , mendengar sabda beliau, mengetahui maksudnya, menyaksikan turunnya wahyu, dan menyaksikan penafsiran wahyu dengan perbuatan beliau sehingga mereka memahami apa yang tidak kita pahami.
- Mengikuti para Sahabat Nabi رضي الله عنه adalah jaminan mendapatkan pertolongan Allâh سبحانه وتعالى , kemuliaan, kejayaan dan kemenangan.
- Mengikuti pemahaman assalafus shalih adalah pembeda antara manhaj (cara beragama) yang haq dengan yang batil, antara golongan yang selamat dan golongan-golongan yang sesat.
- Hadits di atas menetapkan bahwa ijma’ para Sahabat sebagai dasar hukum Islam yang ketiga. (QS. an-Nisâ’/4: 115)
- al-Qur’ân dan Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman para Sahabat, kalau tidak maka pemahaman tersebut akan membawanya pada kesesatan.
- Kewajiban mengikuti manhaj (cara beragamanya) para Sahabat.
- Golongan-golongan dan aliran-aliran yang sesat itu sangat banyak sedangkan kebenaran hanya satu.
- Mereka yang menyelisihi manhaj para Sahabat pasti akan tersesat dalam beragama,manhaj dan aqidah mereka.
- Hakikat persatuan dalam Islam adalah bersatu dalam ‘aqidah, manhaj, dan pemahaman yang benar.
- Hadits di atas melarang kita berpecah belah di dalam manhaj dan aqidah.
- Perselisihan yang dimaksud dalam hadits di atas ialah perselisihan dan perpecahan dalam manhaj dan aqidah. Adapun perselisihan yang disebabkan karena tabi’at manusia dan tingkat keilmuan seseorang yang bertingkattingkat, maka hal yang seperti ini tidak terlarang secara mutlak asalkan mereka tetap berada di dalam satu manhaj. Seperti perselisihan dalam masalah fi qih dan hukum, hal ini sudah ada sejak zaman Sahabat.
- Para Sahabat رضي الله عنه adalah orang-orang yang telah mengamalkan sunnah-sunnah Rasûlullâh ﷺ dengan benar dan mereka tidak berselisih tentang ‘aqidah dan manhaj, meskipun ada perbedaan pendapat dalam masalah hukum dan ijtihad.
- Orang banyak bukan ukuran kebenaran, karena hadits di atas dan ayat al-Qur’ân menjelaskan kalau kita mengikuti orang banyak niscaya orang banyak akan menyesatkan kita dari jalan kebenaran. (QS. al-An’âm/6:116)
- Tidak boleh membuat kelompok, golongan, aliran, sekte, dan jama’ah atas nama Islam, yang didasari kepada wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri) atas nama kelompoknya tersebut. Karena hal tersebut dapat membuat perpecahan.
- Bahwa bid’ah dan ahli bid’ah merusak agama Islam dan membuat perpecahan.
- Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah sesat.
- Kaum Muslimin, terutama para penuntut ilmu dan para da’i, wajib mengikuti jalan golongan yang selamat, belajar, memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan dakwah yang hak ini, yaitu dakwah salaf.11
- Doa yang kita minta setiap hari memohon petujuk ke jalan yang lurus, maka harus dibuktikan dengan mengikuti jalan golongan yang selamat, yaitu cara beragamanya para Sahabat رضي الله عنه .
MARÂJI’:
- al-Qur’ânul Karîm dan terjemahnya.
- Kutubus sittah.
- As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
- Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, alLâlika-i.
- Madârijus Sâlikîn, Ibnul Qayyim.
- Silsilah al-Ahâdîts as-Shahîhah.
- Dirâsât fil Ahwâ’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifis Salaf minha.
- Madârikun Nazhar fis Siyâsah.
- Mâ ana ‘alaihi wa Ash-hâbii.
- Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ashhâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
- Al-Arba’ûna Hadîtsan an-Nabawiyyah fi i Minhâjid Da’wah as-Salafi yyah oleh Sa’id (Muhammad Musa) Husain Idris as-Salafi .
- Badâ’iut Tafsîr Al-Jami’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
- Dan kitab-kitab lainnya.
Footnote:
1 Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr z , dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ (no. 5343). Lihat Darul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
2 Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan QS. al-Baqarah/2:62
3 Shahih: HR. Ahmad (I/435, 465), ad-Darimi (I/67-68), alHakim (II/318), Syarhus Sunnah lil Imâm al-Baghawy (no. 97), dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17. Tafsir an-Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/435).
4 Tafsîrul Qayyim libnil Qayyim (hlm. 14-15), Badâ’iut Tafsîr AlJâmi’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (hlm. 88), cet. Daar Ibnu Jauzi.
5 Lihat Madârikun Nazhar fi s Siyâsah baina Tathbîqâtisy Syar’iyyah wal Infi ’âlâtil Hamâsiyyah (hlm. 36-37) karya ‘Abdul Malik bin Ahmad bin al-Mubarak Ramadhani Al Jazairi, cet. IX/ th. 1430 H, Darul Furqan.
6 Madârij us Sâlikin (I/20, cet. Daarul Hadits, Kairo).
7 HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”. Silahkan baca penjelasan hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis “Wasiat Perpisahan”, Pustaka at-Taqwa.
8 Shahih: HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 3307) dan al-Mu’jamul Ausath (no. 8674). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shahîhah (no. 3165).
9 HR. Ahmad (II/50, 92) dan Ibnu Abi Syaibah (V/575 no. 98) Kitâbul Jihâd, cet. Daarul Fikr, Fat-hul Bâri (VI/98) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar c , dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir t dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 5667).
10 Manhaj artinya jalan atau metode. Dan manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman para Sahabat رضي الله عنه . Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan menjelaskan antara ‘aqidah dan manhaj, beliau berkata, “Manhaj lebih umum daripada ‘aqidah. Manhaj diterapkan dalam ‘aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan dalam semua kehidupan seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim dikatakan manhaj. Adapun ‘aqidah yang dimaksud adalah pokok iman, makna dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya, inilah ‘aqidah.” (Al-Ajwibatul Mufîdah ‘an As-ilatil Manâhij alJadîdah, hlm. 123. Kumpulan jawaban Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan atas berbagai pertanyaan seputar manhaj, dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al-Haritsi, cet. III, Daarul Manhaj/ th. 1424 H.)
11 Untuk lebih jelasnya, silahkan baca buku penulis “Mulia dengan Manhaj Salaf”, cet. V, Pustaka At-Taqwa.