Syadzaliyah adalah tarikat sufi yang dinisbahkan kepada Abul Hasan Asy Syadzili. Dia memiliki nama lengkap Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Yusuf Abul Hasan Al Hadzali Asy Syadzali. Namanya dinisbahkan Syadzilah, sebuah daerah di Maroko sebelah utara Afrika.
Sebagaimana pengikut tarikat sufi lainnya, pengikut sekte ini juga meyakini berbagai macam fikrah dan keyakinan sufi, meskipun terdapat sedikit perbedaan. Disamping itu, tarikat ini juga terkenal dengan dzikir mereka yang hanya menggunakan kalimat “Allah” atau menggunakan kata gantinya, yaitu “Huwa”.
TOKOH-TOKOHNYA
- Abul Hasan Asy Syadzali (593-656 H).
Kepada Abul Hasan Asy Syadzali, tarikat ini dinisbahkan. Dan sebagaimana kebiasaan para pengikut tarikat sufi lainnya, para pengikut tarikat Syadzaliyah ini juga menganggap tokoh mereka mempunyai garis keturunan yang berpangkal dari orang-orang mulia, seperti Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Ada juga yang mengatakan bersambung ke Hushain atau yang lainnya. Padahal, sebagaimana dikatakan oleh Imam Adz Dzahabi, bahwa tokoh tarikat ini tidak lain adalah Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Al Magribi.
Pada masa kecilnya, Abul Hasan pernah belajar kepada Abu Muhammad Abdussalam bin Basis. Orang inilah yang paling berpengaruh dalam perjalanan ilmiah Abul Hasan.
Abul Hasan sendiri kemudian melakukan perjalanan ke Tunisia menuju gunung Zagwan. Disana dia melakukan i’tikaf dalam rangka beribadah. Disinilah, konon dia mencapai kedudukan yang tinggi, sebagaimana keyakinan para pengikutnya. Dari Tunisia, dia kemudian melanjutkan perjalanan ke Mesir, menikah disana dan mulai menyebarkan tarikatnya. Sehingga ajaran tarikatnya kian meluas.
Banyak kitab-kitab sufi yang menceritakan berbagai karamah -menurut mereka. Perkataan ganjilnya sulit untuk dipercaya dan bertentangan dengan aqidah Islam, Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم , yang ia akui sendiri sebagai asas dakwah tarikatnya.
Di antara perkataan dan karamah yang konon dimilikinya kemudian menjadi keyakinan para pengikutnya ialah :
A. Sebuah cerita yang dibawakan oleh Doktor Abdul Halim Mahmud, diambil dari kitab Durratul Asraar. Bahwa ketikaAbul Hasan Asy Syadzali datang ke Madinah, Allah memberikan tambahan kemuliaan kepada kota Madinah (karena kedatangannya). Dia berdiri di pintu Masjidil Haram dari pagi sampai siang, tanpa menutupi kepalanya dengan apapun dan bertelanjang kaki. Konon, ia meminta izin kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم (untuk masuk, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم sudah wafat). Lalu dia ditanya tentang perbuatannya itu dan ia menjawab:”Sampai Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengizinkan aku. Sesungguhnya Allah berfirman
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتَ النَّبِيِّ اِلَّآ اَنْ يُّؤْذَنَ لَكُمْ
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan. -QS Al Ahzab : 53-).
Kemudian dia (mengaku) mendengar panggilan dari kubur Rasulullah صلى الله عليه وسلم : “Wahai Ali, masuklah!”
Keyakinan seperti ini bertentangan dengan aqidah Islam. Karena tidak mungkin ada orang yang bisa berbicara langsung dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang sudah wafat.
B. Dia juga mengatakan tentang dirinya sendiri : “Kalaulah tidak ada kendali syari’ah pada lisanku, sungguh aku telah beritahukan kepada kalian apa yang akan terjadi besok, lusa sampai terjadi hari kiamat”.
Pernyataannya ini, berarti dia mengaku memiliki kemampuan mengetahui perkara yang ghaib, padahal Allah l berfirman :
۞ وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, (QS Al An’am : 59)
C. Abul Hasan Asy Syadzali mempunyai wirid yang disebut Hizbusy Syadzili. Wirid ini pernah dibantah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله . Dia juga mempunyai kitab yang berjudul Al Amin, berisi tentang adab tasawwuf dan kitab As Sirrul Jaliilu.
2. Abul Abbas Al Marsisiy.
Nama lengkap tokoh ini adalah Ahmad bin Umar Al Marsiy Abul Abbas Syihabuddin, berasal dari Iskandariah, wafat tahun 676 H. Abul Abbas menggantikan posisi Abul Abbas setelah tokoh pertama tarikat ini meninggal dunia.
Sebagaimana pendahulunya, menurut para pengikut tarikat Syadzaliyah, Abul Abbas konon juga mempunyai berbagai karamah.
Dia juga mengatakan sesuatu yang menyimpang. Misalnya dia pernah mengatakan “Demi Allah, seandainya Rasulullah ditutup dariku meskipun hanya sekejap, aku tidak akan menganggap diriku sebagai orang muslim”. Padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم sudah wafat, dan tidak mungkin ada orang yang bisa melihat Beliau صلى الله عليه وسلم setiap saat.
Yang nampak aneh lagi, dia juga mengaku pernah berteman dan berjumpa dengan Nabi Khidir q .
Dia juga memiliki penakwilan bathil tentang firman Allah عزوجل . Sebagaimana diceritakan oleh muridnya Ibnu Athaillah Al Iskadariy, ia berkata : “Kami mendengar dari guru kami, dia mengatakan tentang firman Allah
۞ مَا نَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَآ اَوْ مِثْلِهَا ۗ
(Apa saja ayat yang kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau sebanding dengannya. -QS Al Baqarah : 106- ). Maksudnya, Kami tidak akan mewafatkan seorang walipun, kecuali Kami akan mendatangkan pengganti yang lebih baik atau yang sebanding dengannya”.
Perkataan seperti ini merupakan penyimpangan yang sangat nyata.
Sepeninggalnya, Abul Abbas diganti oleh Yaqutul Arsy. Menurut para pengikut tarikat Syadzaliyah, pengganti Abul Abbas ini dinamai Arsy, karena –konon- hatinya selalu berada di bawah Arsy, sedangkan yang ada di dunia ini hanya jasadnya saja. Iyadzan billah. Semoga kita terhindar dari pendapat bathil seperti ini.
KEYAKINAN TARIKAT SYADZALIYAH
Pada hakikatnya semua sufi mempunyai keyakinan dan pemikiran yang sama di kalangan mereka, meskipun kadang ada sedikit perbedaan. Begitu pula dengan tarikat Syadzaliyah ini. Beberapa pemikiran menyimpang dari tarikat Syadzaliyah yang ditafsirkan dengan penafsiran yang berbeda dengan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan para ulama ahli fiqh, dapat diringkas dalam point-point berikut ini.
- Taubah, mereka artikan merupakan titik tolak bagi seorang pengikut tarikat ini menuju Allah عزوجل .
- Ikhlash, menurut mereka terbagi menjadi dua. Yaitu ikhlasnya shadiqin dan ikhlashnya shiddiqin .
- Niat, ini dianggap sebagai asas semua perbuatan, akhlak dan ibadah.
- Khalwah, yaitu menjauhi manusia. Ini termasuk di antara asas tarbiyah (pendidikan) sufi. Dalam tarikat Syadzaliyah, orang yang baru mengikuti tarikat ini, diharuskan melakukan khalwah selama tiga hari sebelum memulai mengamalkan amalan-amalan mereka.
- Dzikir. Pada dasarnya berisi dzikrullah, wirid-wirid dan membaca berbagai hizb pada malam dan siang hari. Dzikir yang masyhur di kalangan pengikut tarikat Syadzaliyah ialah, dzikir dengan hanya menggunakan kalimat “Allah” saja, atau menggunakan kata gantinya, yaitu “huwa”. Padahal, dzikir semacam ini, sama sekali tidak adahujjahnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t mengatakan: “Adapun berdzikir hanya dengan menggunakan kata benda tunggal (misalnya berdzikir hanya dengan kalimat Allah), baik secara zhahir ataupun menggunakan kata ganti (misalnya, huwa), maka perbuatan ini tidak ada dasarnya sama sekali”. (Lihat Majmu’ Fatawa).
- Zuhud. Menurut tarikat Syadzaliyah, zuhud memiliki beberapa pengertian. Di antaranya, bersihnya hati dari selain Allah عزوجل . Inilah zuhudnya arifin (salah satu tingkatan dalam tarikat sufi). Zuhud juga bermakna zuhud pada yang halal dan meninggalkan yang haram.
- Nafsu. Tarikat Syadzaliyah menyimpulkan tentang kondisi nafsu sebagai berikut: Pertama, nafsu adalah markaznya ketaatan jika dia bersih dan bertakwa. Kedua, nafsu adalah markaznya syahwat dalam penyimpangan. Ketiga, nafsu adalah markaz kecendrungan untuk berdiam diri. Keempat, nafsu adalah markaznya kelemahan dalam menjalan kewajiban. Oleh karena itu, nafsu wajib dibersihkan agar menjadi markaz ketaatan.
- Wara‘, yaitu beramal karena Allah, dengan nama Allah dan dengan niat yang jelas.
- Tawakkal, yaitu memalingkan hati dari segala sesuatu, kecuali kepada Allah عزوجل .
- Ridha, yaitu keridhaan Allah عزوجل kepada hambaNya.
- Mahabbah (cinta). Menurut tarikat Syadzaliyah, mahabbah adalah perjalanan hati untuk mencari sesuatu yang dicinta, dan lisannya sangat suka menyebutnya berulang kali secara terus-menerus.
- Dzauq (rasa), mereka definisikan sebagai pertemuan ruh dengan rahasia yang suci dalam karamah dan kejadian-kejadian luar biasa. Mereka menganggap hal ini sebagai cara beriman kepada Allah عزوجل , mendekatkan diri kepadaNya, dan cara beribadah kepadaNya. Karenanya, orang-orang sufi lebih mengutamakan ilmu yang didapat dengan cara dzauq dibandingkan dengan ilmu syari’at.
- Ilmu yaqin, yaitu mengetahui Allah dengan penuh keyakinan. Menurut tarikat Syadzaliyah, ilmu ini tidak mungkin didapat, kecuali melalui ilmu dzauq, laduni atau ilmu kasyf.
Demikian ini beberapa pemikiran menyimpang yang menjadi keyakinan tarikat Syadzaliyah. Meski demikian, Abul Hasan tetap menyatakan, bahwa berpegang teguh dengan Al Qur‘an dan Sunnah merupakan asas tarikatnya.
Dia mengatakan: “Jika ilmu kasyaf (penglihatan batin)mu bertentangan dengan Al Qur`an dan Sunnah, maka berpegang teguhlah dengan Al Qur`an dan Sunnah, dan kemudian campakkanlah kasyf. Dan katakan kepada jiwamu, sesungguhnya Allah telah memberikan jaminan keselamatan dalam Al Qur`an dan Sunnah, serta Dia tidak memberikan jaminan itu kepada kasyf, wangsit atau penampakan”.
Dan umumnya para sufi, tidak akan mengambil ilmu Al Qur‘an dan Sunnah, kecuali melalui guru mereka. Sehingga tidak mungkin bagi seorang pengikut sufi ataupun tarikat Syadzaliyah ini dapat memperoleh ilmu secara benar, kecuali sekedar taklid buta kepada gurunya. Akibatnya mereka terjebak pengkultusan kepada sang guru. Demikian sekilas tentang tarikat Asy Syadzaliyah yang muncul pertama kali di Mesir, kemudian menyebar ke seluruh dunia. Wallahu a’lam.
*) Diangkat dari Al Mausu’ah Al Muyassarah Fil Adyani Wal Madzahibi Wal Ahzabil Mu’ashirah (I/279-284)
Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun IX/1426H/2005M