Seseorang tidak boleh menisbatkan sebuah pendapat salah kepada Ulama tertentu, padahal penisbatan pendapat tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sebab, melalui kajian komprehensif, pendapat tersebut tidak benar dari mereka. Maka, kewajiban para Ulama untuk berhati-hati dalam mmengutip pendapat-pendapat Ulama dan memastikan dengan baik kebenaran sumbernya, sebagaimana memastikan ungkapannya tanpa ada perubahan dan penambahan.
Berikut ini penisbatan yang sangat populer kepada sejumlah Ulama, namun penisbatan itu tidak benar.
- Penisbatan kepada madzhab Imam Abu Hanifah bahwa beliau rahimahullah berpandangan bolehnya mengangkat seorang wanita sebagai hakim dalam perkara selain hudud.
Ini tidak benar dalam madzhab beliau. Pendapat beliau yang benar, seorang penguasa bila mengangkat seorang wanita dalam jabatan pengadilan, ia berdosa, meski putusannya berlaku kecuali dalam perkara hudud.
- Penisbatan kepada madzhab Imam Malik terkait irsâl (menjulurkan tangan, tidak bersedekap) dalam shalat.
Ini adalah sebuah kekeliruan terhadap madzhab beliau rahimahullah dalam memahami ungkapan dalam kitab al-Mudawwanah dan berbeda dengan pandangan yang disampaikan dengan jelas dalam al-Muwaththa untuk bersedekap dalam shalat.
Beberapa Ulama dari Malikiyyah dan Ulama lainnya dalam berbagai tulisan tersendiri yang jumlahnya hampir mencapai 30 tulisan, selain keterangan-keterangan yang ada dalam dalam syarah dan buku-buku besar.
- Dalam madzhab Syafi’i, populer adanya pendapat yang dikaitkan kepada beliau rahimahullah tentang melafazhkan niat dalam shalat.
Ini adalah kekeliruan terhadap beliau dalam memahami ungkapan beliau, “Shalat tidak seperti ibadah lainnya. Engkau tidak memasukinya kecuali dengan dzikir.” Sebagian penganut madzhabnya memahaminya sebagai keharusan mengucapkan niat. Padahal maksud dari dzikir dalam ucapan beliau tersebut ialah takbiratul ihram.
- Imam al-Bukhâri pun dikaitkan dengan pendapat, bahwa apa yang aku ucapkan dari al-Qur`an adalah makhluk’.
Namun, para imam memandang penisbatan tersebut tidak benar kepada beliau rahimahullah .
- Orang-orang juga melekatkan kepada Abul Hasan al-Asy’ari rahimahullah sekian pendapat yang tidak pernah didengar dari beliau dan tidak pula terdapat dalam kitab-kitab beliau.
Ruknuddini al-Juwaini dan Qadhi ‘Iyadh dalam al-Madarik telah memastikan ketidakbenarannya.
- Termasuk sebuah kesalahan yang ditemukan oleh Ulama-ulama besar, penisbatan pendapat fana (kehancuran) neraka kepada Imam Ibnul Qayyim. Sementara itu, beliau rahimahullah telah menyebutkan dengan tegas bahwa neraka itu abadi dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya. Dalam sebagian tempat, beliau mengutip pendapat rajih atau mengalihkan pendapat rajih kepada orang yang memegangi dalil, yaitu pendapat mengenai keabadian neraka.
- Kekeliruan Hafizh terhadap hafizh lainnya, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani terhadap Ibnul Qayyim rahimahullah yang dianggap memperbolehkan mut’ah.
Faktanya, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah tidak pernah berpendapat demikian. Akan tetapi, wahm (keteledoran) terjadi pada al-Hafizh Ibnu Hajar dan kemudian diikuti oleh orang lain. - Kekeliruan terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang diasumsikan berpendapat bahwa jihad itu disyariatkan untuk membela diri saja, bukan untuk berperang menegakkan kalimatul islam.
Untuk mengoreksi kekeliruan penisbaan kepada beliau telah ditulis beberapa tulisan. Di antara yang terpenting, tulisan Syaikh Sulaiman bin Abdurrahman bin Hamdan rahimahullah . - Di antara penisbatan terburuk dalam bentuk kedustaan, bahwa lawan-lawan Syaikhul Islam mengatakan tentang beliau sesuatu yang tidak pernah beliau nyatakan, yaitu larangan menziarahi kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam untuk memprovokasi emosi kaum Muslimin terhadap dakwah salafiyyah. Maka, sejumlah orang menyalah-nyalahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah .
Yang diingkari oleh Syaikhul Islam dan beliau bawakan dalil-dalil tentang masalah itu ialah masalah syaddur rihâl (menempuh perjalanan jauh) ke kuburan. Adapun ziarah kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan kuburan kaum Muslimin secara umum tanpa perlu menempuh perjalanan jauh, termasuk perbuatan yang disunnah. Dan pernyataan beliau jelas tentang itu. - Dan termasuk kedustaan yang terlalu jelas yang selalu didengung-dengungkan ahli bid’ah pada masa lalu dan masa kini, kedustaan yang dilancarkan terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan dakwah beliau, bahwa beliau membenci Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan melarang melarang bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam.
Ini adalah tuduhan bernuansa politis, tuduhan hizbiyyah dan tuduhan para pengagung kuburan, untuk menggerakkan massa demi melawan perkembangan dakwah salafiyyah dan tegaknya negeri tauhid. Akan tetapi, Allâh k menghendaki untuk menyempurnakan cahaya-Nya sehingga berdirilah negeri tauhid di jazirah Arab dan dakwah haq menyebar ke seantero dunia Islam. Alhamdulillah, pada setiap negeri ada dai yang menyebarkan dakwah yang benar.
Kemudian, tuduhan selanjutnya, tuduhan keji terarah kepada para pengusung dakwah salafiyyah dakwah ahlu sunnah wal jama’ah, bahwa mereka tidak mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam , terutama pada momen pelaksanaan perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan membaca sayyidina dan lain-lain.
Apabila seluruh masalah agama harus tegak di atas dalil, maka kebenaran tidak akan samar bagi para pencari ilmu. Yang aneh, kedustaan tersebut menyeret sekian banyak orang untuk melancarkan tuduhan-tuduhan dusta kepada dakwah salafiyyah dakwah ahlu sunnah wal jama’ah. - Termasuk kedustaan yang paling buruk terhadap generasi Salafus Shaleh dalam perkara penetapan asma’ dan shifat Allâh, bahwa akidah Salaf dalam masalah asma dan sifat adalah tafwîdh (menyerahkan maknanya kepada Allâh).
Ulama ahli sunnah telah mematahkan kekeliruan pandangan ini, di antaranya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam ash-Shawâ’iq al-Mursalah dan menjelaskan bahwa kata-kata tersebut merupakan kedustaan terhadap generasi Salaf, ketidaktahuan terhadap akidah mereka dan anggapan kaum Salaf orang-orang bodoh.
Dalam pembahasan mulia ini, generasi Salaf berjalan di atas apa yang telah digariskan Imam Malik rahimahullah dan imam-imam lainnya, “Bahwa istiwa itu maknanya telah dimaklumi, caranya tidak diketahui…”. wallâhu a`lam.
- Kedustaan lain yang jauh dari kebenaran, klaim golongan Asy’ari bahwa mayoritas kaum Muslimin berakidah asy’ariyyah. Ini merupakan sebuah klaim yang dipatahkan oleh fakta, berdasarkan beberapa sebab:
- bahwa tiga generasi terbaik umat Islam dari kalangan Sahabat dan seterusnya, akidah mereka berlandaskan cahaya dari al-Kitab dan Sunnah yang kemudian dikenal dengan istilah ‘Aqîdatus Salaf. Hanya beberapa gelintir orang saja dari kalangan ahli bid’ah yang telah dipatahkan dan tundukkan oleh generaasi Salaf. Mereka ini tiga generasi terbaik.
- Mayoritas kaum Muslimin masih berada di atas fitrah mereka. Sebab, setiap orang yang dilahirkan dari kalangan kaum Muslimin, ia berada dalam akidah Salaf. Ia tidak akan menjadi penganut aqidah asy’ari kecuali orang yang telah disambar oleh pemikiran mereka.
Demikian beberapa kekeliruan yang harus diwaspadai orang alim dan masyarakat agar tidak lagi mengait-ngaitkan hal-hal di atas kepada para Ulama Islam, karena mereka tidak pernah melakukan atau mengucapkannya. Wallâhu a’lam.
(Diadaptasi dari at-Ta’âlum wa Atsaruhu ‘alal Fikri wal Kitâb, Bakr Abdullah Abu Zaid, Dar al-Ashimah Cet.II, Th.1408, hlm.117-122)
[Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XXI/1438H/2017M]