Jawab : Kehormatan seorang muslim tetap terjaga saat ia masih hidup ataupun ketika ia sudah meninggal. Oleh karena itu, tidak boleh melakukan tindakan yang bisa menyakitinya, atau mencoreng bentuk fisik aslinya. Misalnya dengan memecahkan atau memotong-motongnya. Dalam sebuah hadits disebutkan:
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
Memecahkan tulang (milik) mayat sama seperti memecahkannya ketika( ia masih) hidup.
Hadits ini menjadi dasar pelarangan membuat cacat mayat demi kemaslahatan orang yang masih hidup. Misalnya, mengambil hati atau ginjal atau anggota tubuh lainnya. Karena hal ini lebih menyakitkan daripada sekedar memecahkan tulangnya.
Para ulama berbeda pendapat tentang pembolehkan donor dengan organ tubuh: Sebagian ulama mengatakan, bahwa dispensasi donor organ mengandung kemaslahatan bagi orang yang masih hidup. Pasalnya, banyak penderita penyakit ginjal. Namun pendapat ini masih perlu ditinjau lagi. Dan menurutku, pendapat yang lebih mendekati kebenaran ialah tidak dibenarkan donor organ tubuh anggota badan berdasarkan hadits yang telah dikemukakan. Ditambah lagi, donor organ juga mengandung unsur mempermainkan anggota badan mayat, dan penghinaan kepadanya. Sementara itu, terkadang ahli waris sangat gila harta (sehingga memperjualbelikan organ tubuh) tanpa mau mempedulikan kehormatan si mayat. Padahal mereka tidak punya untuk mewarisi jasad mayat. Mereka hanya mewarisi hartanya saja. Wallahu walit taufiq.
(Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz رحمه الله ).1
1) Lihat Al fatawa Al Muta’aliqatu bit thibbi wa ahkaamil mardha, isyraf Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hlm. 420
Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX/1426H/2005M