Rizki Hanya Berasal dari Allah ar-Razaaq

oleh -904 Dilihat
oleh
rizki Allah

SEMUA ORANG MEMPEROLEH RIZKI

Hampir semua orang tahu bahwa rizki datangnya dari Allah سبحانه وتعالى. Dialah yang memberikannya kepada makhluk, baik melalui langit maupun melalui bumi, darat maupun laut. Bahkan para dukun serta orang-orang kafir pun meyakini hal itu, kecuali orang-orang yang sengaja mendustakan.

Allah عزوجل berfirman menceritakan pengakuan orang-orang musyrik bahwa rizki datang dari Allah:

﴿ قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ اَمَّنْ يَّمْلِكُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَمَنْ يُّخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُّدَبِّرُ الْاَمْرَۗ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللّٰهُ ۚفَقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ ﴾

Katakanlah (Hai Muhammad kepada orang-orang musyrik): “Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (Qs. Yunus/10:31).

Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’dit, seorang ulama besar pada zamannya (wafat th. 1376 H) menjelaskan, bahwa rizki duniawi maupun rizki ukhrawi tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan taqdir dan kehendak Allah سبحانه وتعالى . Karena itulah Allah عزوجل berfirman:

﴿ وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴾

Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Qs. al-Baqarah/ 2:212).

Jadi, baik mukmin maupun kafir, mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi serta kesenangan-kesenangan duniawi. Akan tetapi, rizki yang bersifat hati; berupa ilmu, keimanan, rasa cinta kepada Allah, rasa takut dan harapan kepada Allah serta rizki-rizki lain yang bersifat hati, hanya dianugerahkan oleh Allahk kepada orang-orang yang Dia cintai.1

PENETAPAN NAMA AR-RAZZAQ BAGI ALLAH عزوجل

Dan salah satu di antara nama Allahk yang sangat indah adalah ar-Razzâq. Dalilnya antara lain, firman Allah سبحانه وتعالى :

﴿اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ ﴾

Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Qs. Adz-Dzariyat/51:58).

Semua ulama yang menghimpun nama-nama Allah dalam kitabnya, memasukkan nama ar-Razzâq dalam kitab-kitab mereka.2

Imam Ibnu Mandaht (wafat th. 395 H) memuat nama ar-Razzâq dalam kitab beliau: Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ’i Allah عزوجل wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud.3 Beliau membawakan dalil dari hadits Abdullah bin Mas’udz yang mengatakan:

أَقْرَأَنِي رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : ( إِنِّي أَنَا الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ المَتِيْنُ ). رواه أبو داود والترمذي وغيرهما.

Rasulullah ﷺ membacakan kepadaku (firman Allah Ta’ala, yang artinya): “Sesungguhnya Aku adalah ar-Razzâq (Maha Pemberi rizki), yang Maha Kuat lagi Maka Kokoh.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain).

Imam at-Tirmidzi رحمه الله mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits Hasan Shahîh.4 Syaikh al-Albâni رحمه الله juga mengatakan, hadits ini shahîh matannya.5

Imam Mubarakfûri, dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarhi Jâmi’ at-Tirmidzi 6 mengatakan: Ini adalah qira’ah (salah satu bacaan terhadap Al-Qur‘ân dari) Ibnu Mas’ud رضي الله عنه . Sedangkan bacaan yang mutawatir adalah (yang terdapat dalam Mushaf, yaitu):

﴿اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ ﴾

Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh. (Qs. adz-Dzariyât/51:58).

Dengan demikian, ar-Razzâq adalah salah satu di antara nama Allahk yang sangat indah. Dari nama ini dapat dimengerti bahwa Allah عزوجل Maha menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya, menurut kehendak-Nya.

RIZKI ATAS KEHENDAK ALLAH عزوجل

Rizki Allah سبحانه وتعالى ada yang bersifat duniawi dan ada yang bersifat ukhrawi. Namun semuanya berdasarkan kehendak-Nya. Baik mukmin maupun kafir mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi, bahkan binatang sekalipun. Bahkan terkadang orang kafir atau binatang justru lebih banyak mendapatkan perolehan duniawi. Karena itu, jika seorang muslim hanya menitik beratkan usaha serta hidupnya untuk mendapatkan rizki duniawi serta perolehan dan sukses duniawi, maka apa bedanya ia dengan orang kafir dan binatang?

Mestinya, mencari rizki duniawi bagi seorang mukmin, tidak lepas dari konteks peribadatan kepada Allahk, sehingga yang menjadi perhatian utamanya adalah mendapatkan rizki ukhrawi serta rizki-rizki yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan ukhrawi.

Imam Ibnu al-Qayyim رحمه الله (wafat th. 751 H) menjelaskan bahwa sikap hidup seorang mukmin berbeda dengan sikap hidup orang-orang kafir. Orang mukmin, meskipun mendapatkan perolehan dunia dan kesenangannya, namun tidak akan ia pergunakan untuk bersenang-senang semata, dan tidak akan ia pergunakan untuk menghilangkan kebaikan-kebaikannya selama hidup di dunia. Tetapi akan ia pergunakan perolehan dunia itu untuk memperkuat diri dalam mencari bekal di akhiratnya kelak.7

Di samping itu, hendaknya kaum Muslimin bersyukur kepada Allahk terhadap segala rizki yang telah dianugerahkan-Nya. Antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang telah didapatnya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Baik infak yang berbentuk wajib, seperti zakat jika sudah mampu, nafkah kepada isteri, sanak famili dan budak serta hewan peliharaan. Maupun yang berbentuk sunat, yaitu infak tidak wajib yang diberikan di jalan-jalan kebaikan. Sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’dit dalam Kitab Tafsirnya, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân.8

JENIS RIZKI YANG LEBIH PENTING

Kaum Muslimin juga hendaknya tidak terpaku pada rizki duniawi, sehingga ketika menghadapi terpaan-terpaan duniawi, seperti krisis melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, kekurangan pangan dan krisis-krisis lain, tidak menjadi gundah dan gelisah. Karenanya tidak perlu melakukan hal-hal yang justeru sebenarnya merupakan penghamburan potensi dan pemubadziran energi sumber daya.

Tetapi semua dikembalikan kepada taqdir Allah, kemudian melakukan-upaya-upaya positif yang dibenarkan syari’at; tidak merusak, dan tetap konsisten menjaga keutuhan persatuan, serta selalu menghindari permusuhan serta saling balas membalas.

Rizki ukhrawi, rizki keimanan, ketaatan, rasa takut, cinta dan berpengharapan kepada Allah, justeru lebih penting dan harus diupayakan untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh serta dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah. Sehingga kehidupan akan menjadi berkah. Bukankah rizki hanya berasal dari Allah ? Nas’alullah lana wa lakum at-Taufiq.


RUJUKAN:

  1. Al-Jami’ ash-Shahih wa Huwa Sunaat-Tirmidzi, Tahqiq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr.
  2. Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asma’i Allahwa Sifatihi ‘alâ al-Ittifaq wa at-Tafarrud, Tahqiq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al Munawarah.
  3. Miftah Dâr as Sa’adah, Imam Ibnu al-Qayyim Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid A, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh dan Dâr Ibnu ‘Affân, Cairo, Cet. I, Th. 1425 H/2004 M.
  4. Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal-Jama’ah fi Asma’i Allah al-Husnâ, Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah pada Adhwa as-Salaf, Riyadh.
  5. Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh.
  6. Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh,
  7. Taisir al-Karim ar-Rahman, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di.
  8. Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at-Tirmidzi, Imam Mubarakfuri.

Footnote:

1 Lihat Taisir al-Karîm ar-Rahmân Qs. al-Baqarah/2 ayat 212, penutup ayat.

2 Lihat Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal Jama’ah fî Asmâ’i Allah al-Husnâ. Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ‘ as-Salaf, Riyadh, Cet. I, 1419 H/1999 M, hlm. 152-153.

3 Lihat kitab tersebut dengan Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah, Cet. II, Th. 1414 H/1994 M, hlm. 291.

4 Lihat al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqiq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr (V/176), Kitâb al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah ﷺ . Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzâriyât.

5 Lihat Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. III, dari terbitan baru 1420 H/2000 M (III/ 173), dalam Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillahn , Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzariyât. Lihat pula Shahîh Sunan Abi Dawud, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. II dari terbitan baru th. 1421 H/2000 M (II/493 no. hadits 3993), Kitab al-Hurûf wa al-Qirâ’ât.

6 Lihat Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillahn , Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzariyât, jilid VIII/220, no. Hadits 2940.

7 Lihat Miftah Dâr as-Sa’adah, karya Imam Ibnu al-Qayyim رحمه الله , Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid رحمه الله , Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh, dan Dâr Ibnu ‘Affân – Cairo, cet. I – th 1425 H/ 2004 M – I/197, ketika membahas hal pertama dari dua hal yang menjadi penyakit generasi terdahulu dan generasi kemudian.

8 Lihat pada pembahasan penutup ayat ke 3 dari surat al-Baqarah.

Tentang Penulis: Redaksi

Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!