Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah سبحانه وتعالى yang sangat indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini, sebagaimana nama-nama Allah سبحانه وتعالى lainnya, juga menunjukkan sifat kesempurnaan bagi Allah سبحانه وتعالى , yaitu kesempurnaan yang tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua sudutnya.
Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah سبحانه وتعالى , mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka.1
Imam al-Baihaqi (wafat th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah سبحانه وتعالى yang penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah سبحانه وتعالى dengan makhluk-Nya.2 . Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allahk. Beliau membawakan firman Allah سبحانه وتعالى :
وَاللّٰهُ الْغَنِيُّ وَاَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ ۗ
Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya). (Qs. Muhammad/ 47:38).
Selanjutnya, beliau رحمه الله membawakan perkataan al-Hulaimi tentang makna nama al-Ghaniy, yaitu: bahwa Allah سبحانه وتعالى Maha sempurna dengan apa yang Dia miliki dan apa yang adadisisi-Nya, sehingga Dia tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang menjadi sifat Allah سبحانه وتعالى , dan sifat membutuhkan adalah sifat kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.
Sementara itu, pihak yang dibutuhkan pasti memiliki kelebihan dibandingkan pihak yang membutuhkan. Jadi, segala sifat kurang tidak pernah ada pada Allah k. Sifat lemah tidak pernah ada pada-Nya, dan tidak ada siapapun yang dapat melebihi Allah سبحانه وتعالى . Segala sesuatu selain Allah سبحانه وتعالى adalah makhluk yang diciptakan dan diadakan oleh-Nya, mereka tidak memiliki kewenangan apapun atas dirinya, kecuali menurut apa yang dikehendaki dan diatur oleh Allah سبحانه وتعالى . Oleh karena itu, tidak boleh dibayangkan bahwa selain Allah سبحانه وتعالى masih ada yang berpeluang memiliki kelebihan atas Allah سبحانه وتعالى . 3
Di tempat lain, Imam al-Qurthubi رحمه الله dalam menafsirkan ayat di atas mengatakan: “Allah سبحانه وتعالى Maha Kaya artinya, Allah سبحانه وتعالى tidak membutuhkan harta benda kalian”.4
Imam at-Thabari رحمه الله juga menyatakan tafsir yang senada dalam Kitab Tafsirnya.5
Di samping ayat di atas, Allah سبحانه وتعالى juga berfirman :
وَاِنَّ اللّٰهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ ࣖ
Dan sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Qs. al-Hajj/ 22:64).
Imam al-Qurthubi رحمه الله menjelaskan: “ Maka Allah سبحانه وتعالى tidak membutuhkan sesuatupun dan Dia سبحانه وتعالى Maha terpuji dalam segala keadaan-Nya.6
Pada ayat yang lain Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَرَبُّكَ الْغَنِيُّ ذُو الرَّحْمَةِ ۗ
Dan Rabbmu Maha Kaya yang mempunyai sifat kasih sayang. (Qs. al-An’âm/ 6:133).
Imam al-Alûsi al-Baghdadi (wafat th.1270 H) menjelaskan arti ayat tersebut ialah, tidak ada satupun yang kaya dalam segala sesuatu kecuali Allahk. Allah سبحانه وتعالى tidak membutuhkan hamba-Nya dan tidak membutuhkan pula ibadah hamba-Nya.7
Demikian pula yang dikatakan oleh Imam Syaukani رحمه الله . Beliau رحمه الله mengatakan: “Arti ayat tersebut adalah, Allah سبحانه وتعالى Maha kaya terhadap makhluk-Nya. Dia tidak membutuhkan mereka dan tidak pula membutuhkan ibadah mereka. Iman mereka tidak memberi manfaat apapun kepada Allah سبحانه وتعالى dan kekafiran mereka juga tidak mendatangkan mudharat apapun kepada-Nya.”8
Ini senada dengan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam hadits qudsi, bahwa Allah سبحانه وتعالى berfirman:
يَاعِبَــادِي! إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوْا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوْا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي، يَا عِبـــَادِي! لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوْا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِيْ مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي! لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَـــكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَـــنُوْا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَانَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا. -رواه مسلم
Wahai para hambaKu! Sesungguhnya kalian tidak akan mampu mencapai tingkat yang dapat membahayakan-Ku, sehingga kalian akan membahayakan-Ku dan tidak pula kalian mampu mencapai tingkat yang dapat memberi manfaat kepada-Ku, sehingga kalian akan memberi manfaat kepada-Ku. Wahai para hamba-Ku! Sesungguhnya jika makhluk pertama hingga makhluk terakhir dari kalian, baik jin maupun manusia, semuanya menjadi satu hati yang paling bertakwa di antara kalian, tidaklah yang demikian itu akan menambahkan kekuasaan-Ku sedikitpun. Wahai para hamba-Ku! Sesungguhnya jika makhluk pertama hingga makhluk terakhir dari kalian, baik jin maupun manusia, semuanya menjadi satu hati yang paling jahat di antara kalian, tidaklah yang demikian itu akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikitpun. (Hadits qudsi shahîh riwayat Imam Muslim). 9
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali رحمه الله (wafat th. 795 H) menjelaskan hadits qudsi di atas sebagai berikut 10:
Firman Allah سبحانه وتعالى :
يَاعِبَــادِي! إِنَّــــكُمْ لَــنْ تَبْلُغُوْا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوْا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي
Wahai para hambaKu! Sesungguhnya kalian tidak akan mampu mencapai tingkat yang dapat membahayakan-Ku, sehingga kalian akanmembahayakan-Ku dan tidak pula kalian mampu mencapai tingkat yang dapat memberi manfaat kepada-Ku, sehingga kalian akan memberi manfaat kepada-Ku.
Maknanya, para hamba Allah سبحانه وتعالى tidak akan mampu menimpakan mudharat kepada Allah سبحانه وتعالى dan tidak akan mampu memberikan manfaat kepada-Nya, sebab Allah سبحانه وتعالى adalah Dzat Yang Ghaniy (Maha kaya) dan Maha terpuji. Dia tidak membutuhkan ketaatan-ketaatan para hamba-Nya. Ketaatan para hamba tidak bermanfaat bagi Allah سبحانه وتعالى , tetapi merekalah yang mengambil manfaat dengan ketaatannya kepada Allah سبحانه وتعالى . Begitu pula, Allah tidak mengalami bahaya apapun jika mereka durhaka kepada-Nya, tetapi merekalah yang akan mengalami bahaya jika mereka durhaka kepada Allah سبحانه وتعالى . Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِۚ اِنَّهُمْ لَنْ يَّضُرُّوا اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗ
Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah سبحانه وتعالى sedikitpun. (Qs Ali-Imrân/ 3:176).
Kemudian firman Allah سبحانه وتعالى dalam hadits Qudsi di atas:
يَاعِبَــادِي! لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَــكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِيْ مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِيّ لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا
Wahai para hambaKu! Sesungguhnya jika makhluk pertama hingga makhluk terakhir dari kalian, baik jin maupun manusia, semuanya menjadi satu hati yang paling bertakwa di antara kalian, yang demikian itu tidaklah menambahkan kekuasaanKu sedikitpun. Wahai para hambaKu! Sesungguhnya, jika makhluk pertama hingga makhluk terakhir dari kalian, baik jin maupun manusia, semuanya menjadi satu hati yang paling jahat di antara kalian, tidaklah yang demikian itu akan mengurangi kekuasaanKu sedikitpun.
Hadits ini merupakan isyarat bahwa kekuasaan Allah سبحانه وتعالى tidak akan bertambah dengan ketaatan para hamba-Nya, meskipun semua berkumpul menjadi orang bertakwa. Demikian pula, kekuasaan Allah سبحانه وتعالى tidak akan berkurang dengan kedurhakaan para hamba-Nya meskipun mereka semua, baik jin maupun manusia, menjadi satu untuk durhaka kepada Allah سبحانه وتعالى. Karena sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى adalah Dzat Yang Ghaniy (Maha Kaya), tidak membutuhkan apapun kepada selain-Nya. Dia memiliki kesempurnaan yang mutlak, baik Dzat, sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Kekuasaan Allah سبحانه وتعالى adalah kekuasaan sempurna yang tidak memiliki kekurangan sedikitpun, dalam semua seginya. (Sampai di sini perkataan Ibn Rajab secara ringkas dan bebas).
Kemudian terkait dengan perintah Allah سبحانه وتعالى dalam firman-Nya:
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ
Hanya milik Allah سبحانه وتعالى lah Asmâ-ul Husnâ (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut/mengingat Asmâ-ul Husnâ itu. (Qs. al-A’râf/ 7:180).
Maka, berdoa kepada Allah سبحانه وتعالى dengan menyebut atau mengingat nama al-Ghaniyu meliputi dua bentuk :
- Pertama, jika yang dimaksud berdoa adalah memohon, misalnya, ketika seseorang hendaklah memohon kepada Allah سبحانه وتعالى agar kebutuhan-kebutuhan moral maupun materinya dipenuhi, hendaknya ia terlebih dahulu menyebut nama al-Ghaniy.
- Kedua, jika yang dimaksud berdoa adalah beribadah secara umum, maka hendaknya seseorang melakukan peribadatan kepada Allah سبحانه وتعالى dengan penuh kesadaran, penuh semangat, penuh rasa harap, dan dengan cara yang benar, mengingat Allah سبحانه وتعالى adalah al-Ghaniy, Rabb yang Maha Kaya. Manusia sangat butuh beribadah kepada Allah سبحانه وتعالى agar mendapatkan kasih sayang serta ridha-Nya, sedangkan Allah سبحانه وتعالى Maha Kaya, tidak membutuhkan segala ibadah manusia.
Begitulah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Bin Shâlih al-‘Utsaimin رحمه الله , bahwa berdoa kepada Allah سبحانه وتعالى meliputi dua pengertian, yaitu berdoa dalam arti memohon dan berdoa dalam arti beribadah secara umum.11
Sebagai penutup, ada beberapa faidah yang secara garis besar dapat diambil dari pengenalan terhadap nama Allah سبحانه وتعالى ; al-Ghaniy. Di antaranya:
- Akan menjadikan seseorang semakin bergantung dan bertawakkal kepada Allah سبحانه وتعالى , sebab ia meyakini Allah سبحانه وتعالى Maha Kaya. Hal ini akan menjadikannya selalu tenteram dalam menjalani kehidupan.
- Akan membentuknya menjadi penuh harap kepada Allah سبحانه وتعالى .
- Akan menjadikan orang bersikap tawâdhu’ (rendah hati), tidak pernah sombong apalagi terhadap Allah سبحانه وتعالى , karena ia ingat bahwa Allah سبحانه وتعالى Maha Kaya, Maha tidak membutuhkan dirinya dan tidak membutuhkan ibadah serta ketaatannya.
- Akan menjadikan orang tersebut selalu bersyukur kepada Allah سبحانه وتعالى , karena Dia-lah yang mencukupi segala kebutuhannya.
- Akan menjauhkan seseorang dari memohon kepada selain Allah سبحانه وتعالى , karena mereka tidak akan mungkin mampu memenuhi segala kebutuhannya. Hanya Allah سبحانه وتعالى , al-Ghaniy, yang Maha Kaya dan memenuhi segala kebutuhannya.
Demikianlah, maka hendaknya kaum Muslimin berusaha lebih mengenal, memahami, menghayati dan menjalankan konsekuensi dari nama al-Ghaniy ini. Sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun.
Allâhu Akbar Wa Lillâhi al-Hamdu. Wallâhu a’lam.
Marâji’
- Shahîh Muslim Syarh Nawawi, tahqîq : Khalil Ma’mun Syîha, Dâr al-Ma’rifah, Beirut, cet. III, 1417 H/1996M
- Al-Asmâ’ was Shifât, karya Imam al-Baihaqiy, tahqîq : Abdullah bin ‘Amir, Dâr al-Hadîts, Kairo, 1426 H/ 2005M .
- Tafsir al-Qurthubi, yaitu al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Dâr al-Kitâb al-‘Arabi, Beirut- Libanon, tahqîq : Abdur Razzâq al-Mahdi, cet. II – 1420 H/1999 M.
- Jâmi’ al-Bayân ‘An Ta’wîl Ayi al-Qur’ân, Dhabth wa ta’lîq: Mahmud Syakir. Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, Beirut – Libanon, cet. I – 1421 H/2001 M.
- Rûh al-Ma’âni Fî Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm wa as-Sab’i al-Matsâni, karya Imam al-Alusi al-Baghdâdi, tahqiiq : Muhammad Ahmad al-Amad & Umar Abdus Salam as-Salâmi, Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, Beirut, Libanon, cet. I dari terbitan terbaru th. 1420 H/2000 M
- Fathu al-Qadîr, karya Imam asy-Syaukani
- Iqâzh al-Himam al-Muntaqâ min Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam oleh al-Hâfizh Ibnu Rajab al-Hanbali, karya Syaikh Abu Usâmah Sâlim bin ‘Id al-Hilâliy, Dâr Ibnu al-Jauzi, cet. VII, Muharam 1425 H.
- Al-Qawâ’id al-Mutslâ Fî Shifâtillah wa Asmâ’ihi al-Husnâ, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin, tahqîq : Asyraf bin Abdul Maqshûd bin Abdur Rahîm, Maktabah as-Sunnah- Kairo, cet. I, 1411 H/ 1990 H.Dan lain-lain.
Footnote:
1 Lihat Mu’taqâd Ahli Sunnah wal Jama’âh Fî Asmâ’illâh al-Husna, Dr.Muh. Khalîfah atTamîmi, Penerbit Adhwâ’ as-Salaf, Riyâdh, cet. I th 1419 H/1999 M hal. 159.
2 Lihat Al-Asmâ’ was Shifât, karya Imam al-Baihaqi, tahqîq : Abdullâh bin ‘Amir, Dâr al-Hadîts, Kairo, th 1426 H/2005 M. Hal. 45-50
3 Lihat Al-Asmâ’ was Shifât hal. 49-50.
4 Lihat Tafsir al-Qurthubi, yaitu al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Dâr al-Kitâb al-‘Arabi, Beirut- Libanon, tahqîq : Abdur Razzaq al- Mahdi, cet. II – 1420 H/1999 M. Juz 16 hal. 219.
5 Lihat Jâmi’ al-Bayân ‘An Ta’wîl al-Qur’ân, Dhabth wa ta’lîq: Mahmûd Syâkir. Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, Beirut – Libanon, cet. I – 1421 H/2001 M. Juz 26, hal 77.
6 Lihat Tafsîr al-Qurthubi, Juz 12, hal. 86
7 Rûh al-Ma’âni Fî Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm wa as-Sab’i al-Matsâni, karya Imam al-Alusi al-Baghdadi, tahqîq : Muhammad Ahmad al-Amad & Umar Abdus Salâm as-Salâmi, Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabî, Beirut, Libanon, cet. I terbitan terbaru th. 1420 H/2000 M, Juz 8, hal. 380
8 Lihat Fathu al-Qadîr, karya Imam asy-Syaukani, ayat 133 dari Surah al-An’âm.
9 Lihat Shahîh Muslim Syarh Nawawi, tahqîq : Khalil Ma’mûn Syîha, Dâr al-Ma’rifah, Beirut, cet. III, 1417 H/1996 M. Juz XVI/348 Kitab al-Birr wash Shilah, Bab 15, no. 6517.
10 Lihat Iqazh al-Himam al-Muntaqâ min Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam, oleh al-Hâfizh Ibnu Rajab al-Hanbali, karya Syaikh Abû Usâmah Salîm bin ‘Âd al-Hilâli, Dâr Ibnu al-Jauzi, cet. VII, Muharam 1425 H, hadits ke 24, hal. 345 dan 347-348, dinukil secara bebas dan ringkas.
11 Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin رحمه الله pada al-Qawâ’id al-Mutslâ Fî Shifâtillâh wa Asmâ’ihi al-Husnâ, tentang Makna berdoa kepada Allah سبحانه وتعالى dan tentang cara menyebut atau mengingat nama-nama Allah سبحانه وتعالى ketika berdoa kepada-Nya, hlm. 7; halaman Muqadimah.