Memperlakukan Ari-Ari

oleh -828 Dilihat
oleh

MEMPERLAKUKAN ARI-ARI
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
Pertanyaan.
Assalâmu alaikum wa rahmatullâh ! Ustadz, bagaimanakah cara memperlakukan ari-ari bayi menurut ajaran Islam ? Apakah memang harus dipendam, apakah dibuang begitu saja atau bagaimana ?
Jawaban.
Wa’alaikum salâm warahmatullâhi wabarâkatuh. Merawat plasenta (ari-ari / tembuni) termasuk urusan dunia yang harus dikembalikan kepada ahlinya. Menurut kedokteran, plasenta adalah organ tubuh ibu hamil yang berfungsi sebagai saluran arus makanan untuk orok, ketika ia masih berada di dalam rahim. Manakala orok lahir, organ ini tidak diperlukan lagi dan biasanya keluar bersama bayi yang lahir. Hal ini dikarenakan fungsi yang harus dijalankan telah selesai dan tidak diperlukan lagi di dalam tubuh ibu.
Oleh karena itu, hendaknya kita memperlakukannya sebagaimana memperlakukan organ tubuh lain yang sudah tidak berfungsi, yaitu menguburnya di dalam tanah tanpa menggunakan tata cara khusus. Maksudnya agar plasenta tidak diacak-acak oleh binatang dan baunya tidak mengganggu orang lain, bila dibuang begitu saja. Jangan pula dibuang ke air, karena itu mencemarkannya.[1]
Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menguburkannya adalah lemah. Redaksinya adalah sebagai berikut :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ n يَأْمُرُ بِدَفْنِ سَبْعَةِ أَشْيَاءَ مِنَ الإِنْسَانِ: الشَّعْرِ، وَالظُّفرِ، وَالدَّمِ، وَالْحِيْضَةِ، وَالسِّنِّ، وَالْعَلَقَةِ، وَالمَشِيمَةِ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur tujuh hal dari manusia : rambut, kuku, darah, haid, gigi, kulit yang dipotong saat khitan, dan plasenta.[2]
Hadits ini dihukumi dha’if (lemah) oleh a-Baihaqi, ad-Daraquthni, dan al-Albani,[3] sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum.
Ada adat yang berkembang di sebagian masyarakat berupa pelarungan plasenta di laut, menggantungnya di rumah atau menguburnya beserta barang-barang tertentu ditambah pemberian lampu dengan keyakinan agar anak terjaga dari marabahaya atau agar anak pintar. Praktek dan keyakinan ini adalah khurafat, yakni meyakini dan melakukan sebab yang tidak terbukti secara syariah atau ilmiah. Keyakinan seperti ini bisa menjadi syirik kecil atau besar, tergantung keyakinan si pelaku. Apapun itu, adat seperti harus ditinggalkan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Lihat: http://groups.yahoo.com/neo/groups/assunnah/conversations/topics/18322
[2] Nawâdirul Ushûl, al-Hakiem at-Tirmidzi 1/186.
[3] Lihat: Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îfah 7/259 no 3.263

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.