Pemimpin Ideal

oleh -1095 Dilihat
oleh
Pemimpin Ideal

Al-Mawardi رحمه الله dalam kitab al-Ahkâm ash-Shulthaniyah menyebutkan syarat-syarat seorang pemimpin, di antaranya:

  • Pertama, adil dengan ketentuan-ketentuannya.
  • Kedua, ilmu yang bisa mengantar kepada ijtihad dalam menetapkan permasalahan kontemporer dan hukum-hukum.
  • Ketiga, sehat jasmani, berupa pendengaran, penglihatan dan lisan, agar ia dapat langsung menangani tugas kepemimpinan.
  • Keempat, normal (tidak cacat), yang tidak menghalanginya untuk bergerak dan bereaksi.
  • Kelima, bijak, yang bisa digunakan untuk mengurus rakyat dan mengatur kepentingan negara.
  • Keenam, keberanian, yang bisa digunakan untuk melindungi wilayah dan memerangi musuh.

Nilai lebih dalam hal kebijakan, kesabaran, keberanian, sehat jasmani dan rohani serta kecerdikan merupakan kriteria yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tanpa memiliki kriteria itu, seorang pemimpin akan kesulitan dalam mengatur dan mengurus negara dan rakyatnya.

Muhammad al-Amin asy-Syinqithi menjelaskan, “Pemimpin haruslah seseorang yang mampu menjadi Qadhi (hakim) bagi rakyatnya (kaum muslimin). Haruslah seorang alim mujtahid yang tidak perlu lagi meminta fatwa kepada orang lain dalam memecahkan kasus-kasus yang berkembang di tengah masyarakatnya!”1

Ibnul-Muqaffa’ dalam kitab al-Adabul-Kabir wa Adabush-Shaghir menyebutkan pilar-pilar penting yang harus diketahui seorang pemimpin: “Tanggung jawab kepemimpinan merupakan sebuah bala` (ujian) yang besar. Seorang pemimpin harus memiliki empat kriteria yang merupakan pilar dan rukunkepemimpinan. Di atas keempat kriteria inilah sebuah kepemimpinan akan tegak, (yaitu): tepat dalam memilih, keberanian dalam bertindak, pengawasan yang ketat, dan keberanian dalam menjalankan hukum”.

Lebih lanjut ia mengatakan: “Pemimpin tidak akan bisa berjalan tanpa menteri dan para pembantu. Dan para menteri tidak akan bermanfaat tanpa kasih sayang dan nasihat. Dan tidak ada kasih sayang tanpa akal yang bijaksana dan kehormatan diri”.

Dia menambahkan: “Para pemimipin hendaklah selalu mengawasi para bawahannya dan menanyakan keadaan mereka. Sehingga keadaan bawahan tidak ada yang tidak diketahui, yang baik maupun yang buruk. Setelah itu, janganlah ia membiarkan pegawai yang baik tanpa memberikan balasan, dan janganlah membiarkan pegawai yang nakal dan yang lemah tanpa memberikan hukuman ataupun tindakan atas kenakalan dan kelemahannya itu. Jika dibiarkan, maka pegawai yang baik akan bermalas-malasan dan pegawai yang nakal akan semakin berani. Jika demikian, kacaulah urusan dan rusaklah pekerjaan”.

Ath-Thurthusyi dalam Sirâjul-Mulûk mengatakan: “Allah سبحانه وتعالى telah berfirman:

﴿….. وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْاَرْضُ …. ﴾

Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (Qs. al-Baqarah/2:251).

Yakni, seandainya Allah tidak menegakkan pemimpin di muka bumi untuk menolakkesemena-menaan yang kuat terhadap yang lemah dan membela orang yang dizhalimi atas yang menzhalimi, niscaya hancurlah orang-orang yang lemah. Manusia akan saling memangsa. Segala urusan menjadi tidak akan teratur, dan hiduppun tidak akan tenang. Rusaklah kehidupan di atas muka bumi. Kemudian Allah menurunkan karunia kepada umat manusia dengan menegakkan kepemimpinan. Allah سبحانه وتعالى mengatakan, tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. -Qs. al-Baqarah/2 ayat 251- yaitu dengan mengadakan pemerintahan di muka bumi, sehingga kehidupan manusia menjadi aman.

Karunia Allah سبحانه وتعالى atas orang yang zhalim, ialah dengan menahan tangannya dari perbuatan zhalim. Sedangkan karunia-Nya atas orang yang dizhalimi, ialah dengan memberikan keamanan dan tertahannya tangan orang yang zhalim terhadapnya.

Abu Hurairah رضي الله عنه telah meriwayatkan, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَاتُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الإِمَامُ الْعَادِلُ ، والصَّائِمُ حَتَّى يَفْطُرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.

Tiga doa yang tidak tertolak: Doa pemimpin yang adil, orang yang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang dizhalimi. 2

Diriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِيْ عِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: (1) Seorang imam yang adil (2) Seorang pemuda yangmenghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Allah. (3) Seorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid. (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah. (5) Lelaki yang diajak seorang wanita yang cantik dan terpandang untuk berzina lantas ia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”. (6) Seorang yang menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (7) Seorang yang berdzikir kepada Allah seorang diri hingga menetes air matanya. 3

Abu Hurairah رضي الله عنه berkata,”Amal seorang imam yang adil terhadap rakyatnya selama sehari, lebih utama daripada ibadah seorang ahli ibadah di tengah keluarganya selama seratus atau lima puluh tahun.”

Qeis bin Sa’ad berkata,”Sehari bagi imam yang adil, lebih baik daripada ibadah seseorang di rumahnya selama enam puluh tahun.”

Masruq berkata,”Andaikata aku memutuskan hukum dengan hak (benar) selama sehari. maka itu lebih aku sukai daripada aku berperang setahun fi sabilillah.”

Diriwayatkan bahwa Sa’ad bin Ibrâhîm, Abu Salamah bin Abdurrahmân, Muhammad bin Mush’ab bin Syurahabil dan Muhammad bin Shafwan berkata kepada Sa’id bin Sulaiman bin Zaid bin Tsabit: “Menetapkan hukum secara hak (benar) selama satu hari, lebih utama di sisi Allah, daripada shalatmu sepanjang umur”.

Kebenaran perkataan ini akan nampak jelas, jika melihat kebaikan yang didapatkan rakyat karena kebaikan pemimpinnya.

Wahab bin Munabbih رحمه الله berkata,”Apabila seorang pemimpin berkeinginan melakukan kecurangan atau telah melakukannya, maka Allah akan menimpakan kekurangan pada rakyatnya di pasar, di sawah, pada hewan ternak dan pada segala sesuatu. Dan apabila seorang pemimpin berkeinginan melakukan kebaikan dan keadilan atau telah melakukannya niscaya Allah akan menurunkan berkah pada penduduknya.”

Umar bin ‘Abdul-Aziz رحمه الله berkata,”Masyarakat umum bisa binasa karena ulah orang-orang (kalangan) khusus (parapemimpin). Sementara kalangan khusus tidaklah binasa karena ulah masyarakat. Kalangan khusus itu adalah para pemimpin. Berkaitan dengan makna inilah Allah سبحانه وتعالى berfirman:

﴿وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاۤصَّةً ۚ…. ﴾

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. (Qs. al-Anfâl/8:25).

Al-Walid bin Hisyam berkata,”Sesungguhnya rakyat akan rusak karena rusaknya pemimpin, dan akan menjadi baik karena baiknya pemimpin.”

Sufyan ats-Tsauri berkata kepada Abu Ja’far al-Manshur: “Aku tahu, ada seorang lelaki yang bila ia baik, maka umat akan baik; dan jika ia rusak, maka rusaklah umat.” Abu Ja’far al-Manshur (ia adalah pemimpin) bertanya: “Siapa dia?” Sufyan menjawab: “Engkau!”

Pemimpin yang paling baik ialah pemimpin yang ikut berbagi bersama rakyatnya. Rakyat mendapat bagian keadilan yang sama, tidak ada yang diistimewakan. Sehingga pihak yang merasa kuat tidak memiliki keinginan melakukan kezhalimannya. Adapun pihak yang lemah tidak merasa putus asa mendapatkan keadilan. Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan: Pemimpin yang baik, ialah pemimpin yang orang-orang tak bersalah merasa aman dan orang-orang yang bersalah merasa takut. Pemimpin yang buruk, ialah pemimpin yang orang-orang tak bersalah merasa takut dan orang-orang yang bersalah merasa aman.”

Umar bin al-Khaththab رضي الله عنه berkata kepada al-Mughirah ketika mengangkatnya menjadi gubernur Kufah: “Hai Mughirah, hendaklah orang-orang baik merasa aman denganmu dan orang-orang jahat merasa takut terhadapmu”.

Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan: Seburuk-buruk harta, ialah yang tidak diinfakkan. Seburuk-buruk teman, ialah yang lari ketika dibutuhkan. Seburuk-buruk pemimpin, ialah pemimpin yang membuat orang-orang baik takut. Seburuk-buruk negeri, ialah negeri yang tidak ada kemakmuran dan keamanan. Sebaik-baik pemimpin, ialah pemimpin yang seperti burung elang yang dikelilingi bangkai, bukan pemimpin yang seperti bangkai yang dikelilingi oleh burung elang.

Oleh karena itu dikatakan, pemimpin yang ditakuti oleh rakyat lebih baik daripada pemimpin yang takut kepada rakyat.

Seorang pemimpin, hendaklah juga memiliki sifat pemaaf. Maaf dari orang yang kuat adalah fadhilah. Sifat pemaaf yang dimiliki pemimpin, ibarat mahkota bagi seorang raja. Allah سبحانه وتعالى telah mengatakan:

﴿خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ ١٩٩ ﴾

Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Qs. al-A’râf/7:199).

Demikian pula firman Allah سبحانه وتعالى yang menganjurkan memberi maaf:

﴿ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤ ﴾

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang[1]orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Qs. Ali ‘Imrân/3:134).

Allah سبحانه وتعالى berfirman:

﴿وَالَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَبٰۤىِٕرَ الْاِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَاِذَا مَا غَضِبُوْا هُمْ يَغْفِرُوْنَ ۚ ٣٧ ﴾

dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. -Qs. Asy-Syûra/42 ayat 37- kecuali bila yang dilanggar itu adalah hukum Allah سبحانه وتعالى .

‘Aisyah x berkata,”Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ membalas dendam terhadap kezhaliman yang dilakukan terhadapbeliau. Hanya saja, bila sesuatu dari hukum Allah dilanggar, maka tidak ada satupun yang dapat menghadang kemarahan beliau ﷺ .”

Ketika Uyainah bin Hishn masuk menemui Umar bin al-Khaththab رضي الله عنه , ia berkata: “Hai Ibnul-Khaththab, demi Allah, engkau tidak memberi kami secara cukup dan engkau tidak menghukum di antara kami secara adil!” Marahlah Umar dan beliau ingin memukulnya. Salah seorang saudaranya berkata: “Hai Amirul[1]Mukminin, sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى telah berfirman, (yang artinya): Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. -Qs. al-A’râf/7 ayat 199 dan sesungguhnya dia ini termasuk orang bodoh”.

Demi Allah, ketika ia mendengar ayat itu dibacakan, Umar tidak jadi memukulnya. Karena Umar seorang yang sangat komitmen mengikuti Kitabullah.

Seorang pemimpin hendaklah memiliki sifat kasih sayang. Nabi ﷺ bersabda:

اِرْحَمُوْا مَنْ فِيْ الأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ  مَنْ فِيْ السَّمَاءِ

Sayangilah orang-orang di bumi, niscaya Allah yang ada di langit akan menyayangimu. ((HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani رحمه الله dalam Shahih Sunan at Tirmidzi, no. 1924).

Orang yang paling berhak menjadi pemimpin ialah yang paling kasih lagi paling penyayang. Sebaik-baik pemimpin ialah yang bisa menjadi teladan dan pemberi hidayah bagi rakyatnya, dan seburuk-buruk pemimpin ialah pemimpin yang menyesatkan. Dahulu dikatakan, bahwa rakyat berada di bawah agama pemimpinnya. Jika bagus agama pemimpinnya, maka bagus pulalah agama rakyatnya. Jika kacau agama pemimpinnya, maka kacau pulalah agama rakyatnya.

Dalam hadits Tsauban رضي الله عنه dari Rasulullah ﷺ , ia bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِيْ أَئِمَّةً مُضِلِّيْنَ

Sesungguhnya, yang paling aku khawatirkan atas dirimu ialah imam-imam yang menyesatkan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, ia berkata: Hadits ini hasan shahîh).

Di dalam kitab ash-Shahîh disebutkan, Nabi ﷺ pernah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Sesungguhnya, Allah tidak mengangkat ilmu sekaligus dari umat manusia, namun Allah mengangkatnya dengan mewafatkan para ulama. Sehingga apabila tidak lagi tersisa seorang pun ulama, manusia mengangkat orang-orang jahil sebagai pemimpin. Ketika ditanya, mereka mengeluarkan fatwa tanpa dasar ilmu. Akhirnya mereka sesat lagi menyesatkan. 4

Imam ath-Thurthûsyi رحمه الله berkata,”Resapilah hadits ini baik-baik. Sesungguhnya, musibah menimpa manusia bukan karena ulama, bila para ulama telah wafat lalu orang-orang jahil mengeluarkan fatwa atas dasar kejahilannya, saat itulah musibah menimpa manusia.”

Ia melanjutkan perkataannya: “Umar Ibnul-Khaththab رضي الله عنه telah menerangkan maksud tersebut. Dia berkata,’Seorang yang amanat tidak akan berkhianat. Hanya saja pengkhianat diberi amanat, lantas wajar saja kalau ia berkhianat’.”Wallahu a’lam bish-Shawab.

Footnote:

1 Adhwâ’ul-Bayân, I/67

2 HR. at Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani رحمه الله dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 1432

3 HR Bukhari dan Muslim.

4 HR. Bukhari .

Majalah As-Sunnah Edisi 04/Thn.XII/RAJAB 1429H/JULI2008M

Tentang Penulis: Redaksi

Gambar Gravatar
Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.