Disusun oleh : Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Di antara perkara yang telah ditetapkan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah, bahwa seorang Mukmin di dalam kehidupan dunia ini hendaklah berjalan dengan mahabbah (kecintaan) kepada Allâh, khauf (takut) kepada siksa-Nya dan raja’ (berharap) kepada rahmat-Nya (kasih-sayang-Nya). Rasa takutnya kepada Allâh tidak berlebihan sehingga berputus asa dari rahmat-Nya. Demikian pula rasa berharapnya kepada Allâh tidak berlebihan sehingga merasa aman dari siksa-Nya. Allâh عزوجل telah menyebutkan sifat orang Mukmin di dalam al-Qur’an dengan firman-Nya:
﴿اَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ سَاجِدًا وَّقَاۤىِٕمًا يَّحْذَرُ الْاٰخِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهٖۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ ࣖ ٩ ﴾
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya? Katakanlah: “Adakah sama orang orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya hanya orang orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar/39: 9)
Dan yang perlu diingat bahwa mengharapkan rahmat Allâh itu harus disertai usaha dan amal yang shalih.
Adapun sekedar harapan tanpa amalan, maka itu adalah tipuan syaithan.
MERASA AMAN DARI SIKSA ALLÂH عزوجل , DOSA BESAR
Namun harapan yang berlebihan, sehingga merasa aman dari siksa Allâh, padahal selalu berbuat kemaksiatan, maka ini merupakan dosa besar bahkan kehancuran. Allâh عزوجل berfirman:
﴿اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْخٰسِرُوْنَ ࣖ ٩٩ ﴾
Maka apakah mereka merasa aman dari makar (siksa) Allâh (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan makar (siksa) Allâh kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’râf/7: 99)
Ayat ini Allâh sampaikan setelah memberitakan siksaan Allâh kepada orang-orang yang tidak beriman dan bertakwa kepada Allâh, bahkan mendustakan ayat-ayat-Nya. Allâh عزوجل berfirman:
﴿وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٦ ﴾
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A’râf/7: 96)
Dan siksaan itu datang di saat mereka merasa aman dari makar (siksa) Allâh. Allâh عزوجل berfirman:
﴿اَفَاَمِنَ اَهْلُ الْقُرٰٓى اَنْ يَّأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَّهُمْ نَاۤىِٕمُوْنَۗ ٩٧ اَوَاَمِنَ اَهْلُ الْقُرٰٓى اَنْ يَّأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَّهُمْ يَلْعَبُوْنَ ٩٨ ﴾
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (QS. Al-A’râf/7: 97-98)
Dengan demikian sudah seharusnya seorang Mukmin takut terhadap makar Allâh عزوجل .
MAKNA MERASA AMAN DARI MAKAR ALLÂH عزوجل
Makar artinya tipu daya, yaitu memalingkan orang lain dari tujuannya dengan tipu daya. 1
Makar ada yang terpuji dan ada yang tercela. Jika dilakukan kepada yang berhak mendapatkannya maka itu terpuji. Namun jika dilakukan kepada yang tidak berhak mendapatkannya maka itu tercela.
Imam ar-Raghib al-Isfahani رحمه الله berkata: “Makar Allâh عزوجل adalah sifat hakiki yang sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan Allah. Dan di antara konsekwensinya adalah: memberi tempo kepada hamba (yang bermaksiat pen) dan memberikan kemampuan kepadanya terhadap kesenangan-kesenangan dunia. Oleh karena itu Amirul Mukminin ‘Ali رضي الله عنه berkata: “Barangsiapa yang dunianya diluaskan, namun dia tidak mengetahui bahwa itu adalah makar Allâh kepadanya, maka dia tertipu dari akalnya”. 2
Ibnu Hajar Al-Haitami رحمه الله berkata: “Merasa aman dari makar Allâh عزوجل terjadi dengan terus menerus berbuat maksiat dengan bersandarkan kepada rahmat Allâh.” 3
Ada juga yang menjelaskan dengan: “Terus menerus berbuat maksiat dengan bersandarkan kepada ampunan Allâh عزوجل .” 4
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin رحمه الله berkata:
“Di dalam firman Allâh عزوجل :
اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ
“Maka apakah mereka merasa aman dari makar (siksa) Allâh (yang tidak terduga-duga)?” (QS. Al A’raaf/7: 99) terdapat dalil bahwa Allâh memiliki sifat makar. Makar adalah: menimpakan keburukan kepada musuh dari arah yang dia tidak mengetahui. Termasuk makna ini adalah hadits “Perang adalah tipu daya”. Jika ditanyakan, “Bagaimana Allâh disifati dengan makar (tipu daya), pada zhahirnya tipu daya adalah tercela?” Jawabannya: Sesungguhnya makar (tipu daya) pada tempatnya adalah terpuji. Itu menunjukkan kekuatan pembuat makar (tipu daya), dan bahwa dia mampu mengalahkan musuhnya. Oleh karena itu Allâh tidak disifati dengan makar (tipu daya) secara mutlak. Tidak boleh engkau mengatakan “Allâh Pembuat Makar”, tetapi sifat ini disebutkan di dalam kedudukan yang merupakan pujian”. 5
SIKSA ALLÂH عزوجل BISA DATANG TIBA-TIBA
Sesungguhnya siksa Allâh kepada manusia yang berbuat kemaksiatan kelewat batas, bisa datang setiap saat dengan tiba-tiba. Allâh عزوجل berfirman:
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al-An’am/6: 44)
Nabi ﷺ telah menjelaskan ayat ini sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص : ” إذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِيْ الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى معَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ، ثُمَّ تَلاَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص : ( فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ )”.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir رضي الله عنه , dia berkata: Rasûlullâh ﷺ bersabda: “Jika engkau melihat Allâh memberi kepada seorang hamba dari sebagian kesenangan dunia yang dia sukai, padahal dia berbuat berbagai kemaksiatan, maka itu hanyalah istidraj (tipu daya)”. Kemudian Rasûlullâh ﷺ membaca firman Allâh “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (QS. Al-An’am/6: 44). 6
Al-Munawi رحمه الله berkata: “Istidraj yaitu: menyiksa dengan berangsur-angsur dan menurunkan dari satu derajat kepada derajat lainnya. Setiap dia berbuat maksiat, Allâh memberikan nikmat dan menjadikannya lupa beristighfar. Sehingga Allâh mendekatkannya menuju siksa sedikit demi sedikit, kemudian Allâh akan menimpakan dengan dahsyat. Imam al-Haramain berkata, ‘Jika engkau mendengar keadaan orang-orang kafir dan bahwa Allâh menjadikan mereka kekal di dalam neraka, janganlah engkau merasa aman terhadap dirimu, sebab urusan itu sangat gawat. Engkau tidak mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang telah Allâh tetapkan dalam perkara ghaib. Maka janganlah engkau terpedaya dengan ketenangan waktu, karena di dalamnya ada bencana-bencana yang tersembunyi”. 7
SIKAP SEORANG MUKMIN
Karena seorang Mukmin mengetahui bahwa Allâh عزوجل berkuasa atas segala sesuatu dan bahwa hanya Allâh yang memiliki kekuasaan untuk memberi hidayah dan menyesatkan, maka ia akan banyak berdoa kepada Allâh agar hatinya tetap berada dalam petunjuk.
Allâh عزوجل memuji ulul albab (orang-orang yang berakal) yang berdoa kepada-Nya:
﴿ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ﴾
(Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali-‘Imran/3:8)
Demikian juga, Nabi kita ﷺ sering memohon ketetapan hati kepada Allâh, bagaimana dengan kita?
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص يُكْثِرُ أَنْ يَقُوْلَ: ” يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ “،
فقلتُ: يَارَسُوْلَ اللّهِ، آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟
قَالَ: ” نَعَمْ، إِنَّ القُلُوْبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ”
Dari Anas, dia berkata: Rasûlullâh ﷺ biasa banyak berdoa “Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbi ‘ala dinik” (Wahai Yang membolak balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu”).
Aku bertanya, “Wahai Rasûlullâh, kami telah beriman kepadamu, dan kepada agama yang engkau bawa, apakah engkau khawatir terhadap kami?”
Beliau menjawab, “Ya. Sesungguhnya hati anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman, Dia membolak balikkan hati sesuai dengan kehendak-Nya”. 8
Semoga Allâh عزوجل selalu membimbing kita di dalam kebenaran dan ketaqwaan, menjauhkan dari kebatilan dan kesesatan, sesungguhnya Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengabulkan doa. [ ]
1 Lihat: Mu’jamul Wasith, 2/881
2 Al-Mufradaat, hlm. 471
3 Az-Zawajir, 1/86
4 At-Tahrir wat Tanwiir, 9/25
5 Al-Qaulul Mufi d, 2/101
6 HR. Ahmad, no. 17349. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, no. 413
7 Faidhul Qadîr, 1/355
8 HR. Tirmidzi, no. 2140; Ahmad, no. 12107; Ibnu Majah, no. 3834. Dishahihkan Syaikh al-Albani
Majalah As-Sunnah EDISI 03/TAHUN. XXIII/DZULQA’DAH 1440H/JULI 2019M