Hadits Lemah Tentang Tidurnya Orang Yang Berpuasa adalah Ibadah

oleh -465 Dilihat
oleh

رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِيْ أَوْفَى -رضي الله عنه- عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ : نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَسُكُوْتُهُ تَسْبِيْحٌ

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Abu Aufa رضي الله عنه bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda, “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah dan diamnya adalah tasbîh (berdzikir kepada Allâh عزوجل )”.

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihâqi dalam Syu’abul Îmân, 3/415, dengan sanad beliau dari Sulaimân bin ‘Amr dari ‘Abdul Mâlik bin ‘Umair dari ‘Abdullâh bin Abu Aufa dari Rasûlullâh ﷺ .

Riwayat ini sanadnya palsu, karena ada rawi yang bernama Sulaimân bin ‘Amr. Dia adalah Abu Dawûd an-Nakha’i, seorang pendusta dan pemalsu hadits yang terkenal.1

Riwayat ini dinyatakan kelemahannya yang fatal oleh Imam al-‘Irâqi dalam Takhrîju Ahâdîtsil Ihya’, hlm. 187, dan al-Munâwi dalam Faidhul Qadîr, 6/290.

Juga diriwayatkan dari jalur lain dari Abdullâh bin Abu Aufa, dari Rasûlullâh ﷺ , dikeluarkan oleh Imam al-Baihâqi dalam Syu’abul Îmân, 3/415.

Riwayat ini sanadnya sangat lemah, karena ada perawi yang bernama Ma’rûf bin Hassân as-Samarqandi. Imam Ibnu ‘Adi berkata tentangnya, “Hadits (yang diriwayatkan)nya munkar (sangat lemah).”2

Juga ada jalur lain dari Abdullâh bin Abi Aufa, dari Rasûlullâh ﷺ , dikeluarkan oleh Imam al-Baihâqi dalam Syu’abul Îmân, 3/415.

Riwayat ini sanadnya sangat lemah bahkan palsu, karena ada rawi yang bernama Khalaf bin Yahya. Dia dinyatakan sebagai pendusta oleh Imam Abu Hâtim ar-Râzi.3

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Sahabat lain, yaitu ‘Abdullâh bin Mas’ûd رضي الله عنه , dari Rasûlullâh ﷺ . Dikeluarkan oleh Imam Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’, 5/83.

Hadits ini juga sanadnya lemah, karena ada rawi yang bernama Abu Thaibah ‘Abdullâh bin Muslim as-Sulami al-Marwâzi. Imam Abu Hâtim ar-Râzi berkata tentangnya, “Hadits (riwayatnya) ditulis tapi tidak dij adikan sebagai sandaran.” Imam Ibnu Hibbân berkata, “Dia selalu salah dan menyelisihi (dalam meriwayatkan hadits).”4

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Shahabat ‘Ali bin Abi Thâlib رضي الله عنه dari Rasûlullâh ﷺ . Dikeluarkan oleh Imam Hamzah bin Yûsuf al-Jurjâni dalam Târîkh Jurjân, hlm. 370

Hadits ini dihukumi oleh Syaikh al-Albâni رحمه الله sebagai hadits yang sangat lemah karena sanadnya gelap (rawi-rawinya tidak dikenal) dan terputus.5

Juga diriwayatkan dari Shahabat ‘Abdullâh bin ‘Umar dari Rasûlullâh ﷺ , sebagaimana yang dinukil oleh Imam al-‘Irâqi dalam Takhrîju Ahâdîtsil Ihya, hlm. 187 dan dinyatakan lemah sanadnya oleh beliau.

Kesimpulan

Hadits ini lemah dari semua jalur periwayatannya, bahkan sebagian jalurnya sangat lemah dan yang lain palsu. Hadits ini dihukumi sebagai hadits lemah oleh Imam al-‘Irâqi, Imam al-Munâwi dan Syaikh al-Albâni.6

Karena derajat hadits ini lemah, maka ia tidak bisa dij adikan argumentasi dan sandaran untuk menetapkan bahwa tidur dan diamnya orang yang berpuasa bernilai ibadah di sisi Allâh عزوجل , karena hukum asal tidur dan berdiam diri adalah mubah (boleh/tidak berpahala dan tidak berdosa). Bahkan tidur yang berlebihan termasuk sebab besar yang menjadikan hati manusia lalai dan terhalang dari mengingat Allâh عزوجل 7 , sehingga mestinya dilakukan sesuai dengan kebutuhan saja.

Meskipun demikian, semua perbuatan yang hukum asalnya mubah, termasuk tidur, jika diniatkan ikhlas karena mengharapkan wajah Allâh عزوجل maka akan bernilai ibadah dan menjadi amal ketaatan yang mendatangkan pahala di sisi Allâh عزوجل . 8 Ini berlaku umum bagi orang yang berpuasa maupun tidak.

Inilah makna sabda Rasûlullâh ﷺ yang menjelaskan bahwa seorang suami yang mengumpuli istrinya itu bernilai sedekah. Rasûlullâh ﷺ bersabda:

أنَّ نَاسًا مِن أَصْحَابِ النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ قالوا للنَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: يا رَسولَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بالأُجُورِ؛ يُصَلُّونَ كما نُصَلِّي، وَيَصُومُونَ كما نَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُونَ بفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ، قالَ: أَوَليسَ قدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ ما تَصَّدَّقُونَ؟ إنَّ بكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بالمَعروفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عن مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وفي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، قالوا: يا رَسولَ اللهِ، أَيَأتي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكونُ له فِيهَا أَجْرٌ؟ قالَ: أَرَأَيْتُمْ لو وَضَعَهَا في حَرَامٍ، أَكانَ عليه فِيهَا وِزْرٌ؟ فَكَذلكَ إذَا وَضَعَهَا في الحَلَالِ كانَ له أَجْرٌ.

Diriwayatkan dari Abu Dzar رضي الله عنه bahwa ada sekelompok Shahabat Rasûlullâh ﷺ berkata kepada Beliau ﷺ , “Wahai Rasûlullâh! Orang-orang kaya itu pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami puasa dan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki.” Rasûlullâh ﷺ bersabda, “Bukankah Allâh عزوجل telah menjadikan sesuatu bagi kalian untuk bersedekah. Sesungguhnya dengan setiap (ucapan atau dzikir) tasbîh itu sedekah, dengan setiap takbîr itu sedekah, dengan setiap tahmîd itu sedekah, setiap tahlîl itu sedekah, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah dan (bahkan) seseorang di antara kalian mengumpuli istrinya itu adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Apakah salah seorang diantara kami yang menunaikan syahwat akan mendapatkan pahala dengan perbuatannya itu?” Beliau ﷺ menjawab, ‘Bagaimana pendapat kalian jika dia meletakkan atau menunaikan syahwatnya pada sesuatu yang haram, apakah dia mendapatkan dosa karenanya?’ Mereka menjawab, “Ya.’ Beliau ﷺ melanjutkan, ‘Begitu pula jika dia meletakkan syahwatnya itu pada sesuatu yang halal, maka dia mendapatkan pahala karenanya.9

Wabillahittaufiq. 4

Footnote

1 Lihat kitab Lisânul Mîzân, 3/97.

2 Kitab al-Kâmil fi Dhu’afâ-ir Rij âl, 6/325

3 Lihat kitab Lisânul Mîzân, 2/405

4 Lihat kitab Tahdzîbut Tahdzîb, 6/27

5 Lihat kitab Silsiltul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah, 10/231

6 Dalam Takhrîju Ahâdîtsil Ihyâ’, hlm. 187; Faidhul Qadîr, 6/290 dan Silsiltul Ahâdîtsidh Dha’îfati wal Maudhû’ah, 10/230

7 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Zâdul Ma’âd, 2/82

8 Lihat keterangan Imam an-Nawawi dalam Syarhu Shahîhi Muslim, 6/16

9 HSR Muslim, no. 1006

Edisi Khusus 02-03/Thn XIX/ Sya’ban-Ramadhan1436H/Juni-Juli 2015M

Tentang Penulis: Redaksi

Gambar Gravatar
Majalah As-Sunnah adalah majalah dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang terbit setiap awal bulan, insyaallah. Menyajikan materi – materi ilmiah berdasarkan pemahaman para salafush sholih, dari narasumber dan referensi yang terpercaya. Majalah As-Sunnah, pas dan pantas menjadi media kajian ilmiah keislaman Anda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.