عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال: أَنْفَجْنَا أرْنَبًا بمَرِّ الظَّهْرَانِ، فَسَعَى القَوْمُ، فَلَغَبُوا، فأدْرَكْتُهَا، فأخَذْتُهَا، فأتَيْتُ بهَا أبَا طَلْحَةَ، فَذَبَحَهَا وبَعَثَ بهَا إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بوَرِكِهَا أوْ فَخِذَيْهَا – قَالَ: فَخِذَيْهَا لا شَكَّ فيه – فَقَبِلَهُ، قُلتُ: وأَكَلَ منه؟ قَالَ: وأَكَلَ منه، ثُمَّ قَالَ بَعْدُ: قَبِلَهُ.
Dari Anas bin Malik berkata: Kami mengejar seekor arnab (kelinci) di Marri Azh Zhahran (ia lari). Orang-orang berusaha keras (menangkapnya) dan akhirnya merasa letih. Sementara kemudian aku mampu mengejar dan menangkapnya. Aku menghampiri Abu Thalhah dan ia menyembelihnya. Kemudian ia meyuguhkan daging pangkal paha atau dua paha kelinci kepada Rasulullah dan beliau menerimanya. (Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari).2
PENJELASAN
Marru Azh Zhahran adalah nama tempat yang berjarak sejauh satu barid atau sebelas atau enam belas mil, terletak di sebelah utara dari kota Mekkah. Bila dibandingkan dengan ukuran jarak sekarang ini, kurang lebih tiga puluh kilo. Daerah ini dikenal dengan sebutan Wadi Fatimah. Abu Thalhah, ia adalah Zaid bin Sahl. Sahabat ini termasuk naqib (wakil kabilah dari Anshar) yang menghadiri malam baiat Aqabah.
FIQHUL HADITS
- Halalnya daging kelinci. Ia termasuk thayyibat (makanan yang baik lagi halal), dan para ulama telah sepakat tentang kehalalannya. Daging kelinci juga boleh digunakan sebagai hadiah.
- Diperbolehkannya mengejar binatang buruan dan lari untuk menangkapnya.
- Binatang buruan menjadi hak milik melalui tangkapan.
- Nabi ﷺ menerima hadiah, baik yang banyak ataupun sedikit.
- Saling memberi bingkisan merupakan kebiasaan Nabi ﷺ , sebab dapat mempererat tali kasih sayang antar sesama. Semestinya, semangat ini perlu dihidupkan di tengah umat Islam, terutama kepada para kerabat.
- Bolehnya menerima hadiah daging dari hasil buruan.
- Hadits ini juga menjadi dalil disyariatkannnya pemberian hadiah dan menerimanya.
Footnote:
1) Beberapa hadits Kitab Al Ath’imah yang diambil dari kitab ‘Umdatul Ahkam.
2) HR Bukhari, no. 2572; Muslim, no. 1953. (Hadits no. 2 dalam Kitab Al Ath’imah, hlm. 174).
Maraji’ :
- ‘Umdatul Ahkami Min Kalami Khairi Al Anam, karya Imam Muhaddits Abu Abdillah Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al Maqdisi (541-600 H), Dar Thayyibah Al Khadhra`, Cet. I, Th. 1420-1999.
- Ihkamu Al Ahkam Syarhu ‘Umdatil Ahkam, karya Imam Al Hafizh Taqiyyuddin Ibnu Daqiq Al ‘Id (625-702 H), tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, Dar Al Jail, Cet. II tanpa tahun.
- Al I’lamu Bi Fawaidi ‘Umdatil Ahkam, karya Al Hafizh Abu Hafsh ‘Umar bin ‘Ali bin Ahmad Al Anshari Asy Syafi’i yang populer dengan sebutan Ibnul Mulaqqin (723-804 H), tahqiq ‘Abdul ‘Aziz bin Ahmad Al Musyaiqih, Pengantar Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Penerbit Darul ‘Ashimah, Riyad, Cet. I, Th. 1421 H.
- Taisiru Al ‘Allam Syarhu ‘Umdatul Ahkam, karya Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Maktabah Dar Al Faiha`, Maktabab As Salam, Cet. I, Th. 1414 H.